{13} Let Me Kill This Feeling

7.1K 1K 82
                                    

"Apa yang terjadi?" ujar Camilla di dekapan Edward.

Edward mengecup dahinya dengan lembut. "Tidak ada, Sweetheart."

Camilla hanya menatapnya sejenak lalu kembali menyandarkan kepalanya di dada yang dipenuhi otot itu. "Kau tampak aneh setelah pulang menyuapi putriku." Suara Camilla terendam, namun Edward masih dapat mendengarnya dengan jelas. Yah, iya juga menyadari ada yang aneh dengan dirinya. Tidak lama setelah ia selesai makan siang di mansion—atas paksaan kakaknya, ia kembali ke kamar Rose. Sekedar untuk melihat keadaannya.

Marianne masih mengurus kedua putrinya. Edward melirik dari balik pintu. Gadis itu terlelap. Sebuah buku dengan tebal hampir 3 cm itu masih berada di pangkuannya. Edward memasuki kamar itu dengan perlahan, berusaha untuk tidak membangunkan gadis itu. Ia mengangkat buku dipangkuan Rose dengan lembut lalu meletakkannya di atas nakas. Ia mengangkat kain putih itu hingga menutupi bagian dada Rose.

Merasakan gerakan lambat itu, Rose mengerang lembut. Napas Edward tersendat, sejenak ia lupa bagaimana menghirup udara melalui tenggorokannya. Dalam hitungan detik, mata kuning tembaga itu terbuka. Tatapan lugu itu membuat Edward bergeming di tempatnya. Rose menatap mata hazel pria itu. Pikirannya kosong saat memandang wajah maskulin yang hanya berjarak hampir setengah meter dari wajahnya.

Edward berdeham lalu menjauhkan dirinya dari Rose yang masih terbaring. Ekspresinya seperti anak kecil yang ketahuan berbuat nakal. "Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu tidurmu," gumam Edward pelan. Rose menatapnya jernih, bukan marah, bukan merasa terganggu. Ia bangun menyusun tumpukan bantal untuk sandarannya. Rose menyadari bukunya yang hilang dari pangkuannya lalu melirik nakas. "Terima kasih," ujarnya datar. Rose mengambil novel di atas nakas lalu kembali membacanya.

Menyadari sosok Edward yang masih bergeming di tempatnya, ia bergumam, "Ada apa?"

"Aku hanya ingin memastikan keadaanmu."

"Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir, untuk selanjutnya, aku bisa makan sendiri."

Edward menganggukkan kepala. Ia merasa kikuk berdiri di tengah ruangan. Tanpa pikir panjang, ia berkata, "Kenapa kau membuat novel dengan konflik seperti itu?"

Rose menantapnya sejenak. "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu."

Edward mengernyit sedikit, "Apa itu?"

Rose tampak ragu sejenak sebelum berkata, "Apapun yang kau inginkan, ada harga yang harus kau bayar.  Wanita serakah itu membayarnya dengan di penjara bertahun-tahun. Si putra pertama membayar dengan nyawanya demi memecahkan kasus sekaligus membalas dendam atas kematian ayah kandungnya dan ayah tirinya. Putri si duda harus kehilangan pria yang ia cintai demi membalas dendam kematian ayahnya. Putra kedua sempat mengalami depresi saat mengetahui kakak dan gadis yang ia cintai meninggal namun diam-diam tetap meneruskan penyelidikan.  Akhirnya, perjuangannya itu terbayar. " Edward terkesima memandang Rose.

Gerakan Camilla dipelukannya, mengembalikannya ke masa kini. Bagaimana mungkin gadis boros dan manja itu bisa menyampaikan pesan seperti? pikir Edward. Ucapan Camilla yang begitu tiba-tiba, mengejutkan Edward. "Sepertinya putriku jatuh cinta denganmu." Edward terbelalak menatap wajah Camilla. Ekspresi wanita itu tidak terbaca. Edward tidak tahu apakah ini hanya gurauan atau wanita itu mencoba mengujinya. "Wajar jika ia menyukaiku," ucap Edward dengan nada malas. "Ia pasti tertarik dengan kekayaan milik keluargaku."

"Atau mungkin wajah tampanmu," ujar Camilla cemberut. "Aku hanya khawatir, kalau ia merusak hubungan kita lagi seperti sebelumnya."

Aku sama sekali tidak berniat merusak hubungan kalian. Kata-kata itu menggema di kepala Edward. "Ia tidak sengaja melakukannya," sanggah pria itu. Camilla mendongak menatap calon suaminya itu.

Beyond Fate [𝓗𝓲𝓼𝓽𝓸𝓻𝓲𝓬𝓪𝓵 𝓡𝓸𝓶𝓪𝓷𝓬𝓮]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang