{12} Calling My Name

7.4K 1K 43
                                    

"Kenapa bukan kau sendiri yang melakukannya?" sahut Camilla, berusaha menyembunyikan kejengkelannya meskipun masih nampak sedikit.

"Karena ia harus makan banyak," jengkel Marianne. Ia memandang wajah bimbang adiknya. "Ia pasti mau menurutimu. Kumohon, anggaplah ia seperti keponakanmu sendiri. Selama ini kau selalu bersedia menyuapi putriku, terutama Frederica yang selalu merengek saat makan. Kau bisa meluluhkan putri kecilku yang keras kepala. Aku yakin kau juga bisa membujuk Rose."

Edward berpikir sejenak, bergiliran menatap wanita dihadapannya-termasuk Rose yang masih tertidur. Ia pun menghela napas frustasi lalu berkata dengan gusar, "Sial! Baiklah akan kulakukan. Berikan mangkuknya padaku." Camilla memandang lelaki itu dengan kecemburuan yang tampak jelas di wajah cantiknya. Marianne hanya tersenyum puas melihat raut wajah Camilla.

Camilla hanya bergeming di tempatnya. Dalam hatinya, ia mengutuk putrinya sendiri karena merepotkan calon suaminya. Marianne membangunkan Rose dengan lembut, namun gadis itu masih tenggelam dalam tidurnya.

"Bangunlah, Rose." Rose mendengar suara maskulin yang memanggilnya itu. Meskipun samar, ia mengetahui bahwa itu adalah suara yang selama ini ia rindukan. Kegelapan masih menggenggamnya dengan erat, seolah-olah tidak ingin membiarkannya pergi. Dengan segenap kekuatan yang ada, Rose berhasil melepaskan genggaman kegelapan itu. Perlahan, ia membuka matanya yang terasa berat. Ditatapnya mata hijau menyejukkan itu. Ekspresi pria dihadapannya tak terbaca.

Marianne membantunya bersandar di tumpukan bantal. Saat wanita itu menjauh darinya, Rose terkejut melihat mangkuk yang berada di tangan Edward. Pria itu duduk di samping ranjangnya, mengangkat sendok makan dengan perlahan ke arahnya. "Makanlah. Aku ingin kau menghabiskan sup ini," ujar Edward datar. Rose hanya menerima suapan itu dengan enggan.

Diam-diam, Rose melirik tatapan ibunya yang seperti ingin membunuhnya. Yah, ia tahu Camilla tidak menyukai ini. Dengan susah payah, Rose bergumam. "Aku bisa sendiri." Pria itu mengabaikan perkataannya. Ia mengambil sesendok cairan kental lalu menyodorkannya ke arah mulut Rose. "Tanganmu terlalu rapuh untuk mengangkat beban seringan ini," ujar Edward jengkel.

"Aku sudah biasa merawat diriku sendiri," sahut Rose keras kepala. "Aku tidak ingin dimanjakan olehmu."

Edward tertawa meremehkan. "Aku pun tidak ingin melakukannya. Jika bukan karena kakakku yang memaksa." Ia menatap jengkel wajah Marianne yang berusaha menahan senyum. "Ayo, cepat habiskan. Tanganku mulai pegal memegang mangkuk ini," tegasnya. Rose berusaha untuk kelihatan galak yang justru membuat Edward sedikit geli.

Setiap sendok sup bisa Rose telan dengan mudah. Rasa sukanya kepada Edward berubah menjadi kejengkelan. Kejengkelan ini pula yang menjadi bahan bakarnya untuk menghabiskan sup. Rasa sakit di kerongkongannya tidak terlalu terasa lagi. "Ini, sisa 1 sendok lagi," gumam Edward datar. Rose hanya menerima suapan terakhir itu dengan jengkel.

Marianne bergumam setelah memberinya obat, "Bagus, Ed. Kau melakukan tugasmu dengan baik. Hari ini sebaiknya kau kembali saat makan siang dan menyuapi Rose lagi."

"Apa?!" Mereka bertiga berseru secara bersamaan, hanya saja suara Camilla jauh lebih keras.

"Bibi, aku bisa melakukannya sendiri. Rasa sakitnya sudah mulai berkurang," lirih Rose. Suaranya terdengar agak bergetar. Marianne hanya mengernyit, ia lalu berkata dengan tegas. "Dokter bilang proses penyembuhanmu akan memakan waktu. Sebaiknya kau tidak membawa beban apapun sekalipun itu hanya mangkuk. Liana dulu juga pernah bersikeras makan sendiri yang akhirnya membuatku kehilangan 1 mangkuk porselen."

Rose tidak merespon perkataannya. Tatapannya tertuju kepada ekspresi wajah Edward yang begitu misterius di matanya. Camilla tampaknya menyadari tatapan putrinya. "Aku akan menggantikan Edward," ujarnya dengan ketenangan yang membuat Rose bergidik. "Tidak," tegas Marianne. "Kau hanya akan membuat putrimu muntah. Aku juga ragu, apakah selama ini kau pernah menyuapi putrimu sendiri."

Beyond Fate [𝓗𝓲𝓼𝓽𝓸𝓻𝓲𝓬𝓪𝓵 𝓡𝓸𝓶𝓪𝓷𝓬𝓮]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang