Sudah dua hari Lord Brackley meninggalkan Hamsphire. Rose menunggu kabar dari pamannya itu dengan gelisah. Jika pernikahannya tetap dilaksanakan, ia mungkin tidak akan bisa pergi ke Prancis. Ia tidak akan merasakan pengalaman seperti wanita umumnya yang mengikuti season di London, menunggu para pria mengajak mereka berdansa hingga akhirnya ada pria yang tertarik dengan mereka lalu mengenal satu sama lain—dan menikah.
Meskipun Rose dihantui perasaan ragu, ia tetap akan mengikuti season setelah menyelesaikan pendidikannya di Prancis. Ia tidak pandai berdansa—atau lebih tepatnya ia tidak terlalu menyukainya. Rasanya tidak nyaman setiap kali ia menggerakkan badannya disaat banyak tatapan yang tertuju kepada dirinya. Ia merasa kikuk. Beberapa orang mengomentari gerakkannya sekaku batang pohon akasia.
Aku akan berlatih sekeras mungkin, gumam Rose. Dengan bantuan Mrs. Anderson—yang kabarnya mahir dalam berdansa, ia akan sangat membantu Rose. "Ia orang ramah dan lembut sekaligus tegas," ujar bibinya kemarin saat mereka makan siang. "Ia pandai membaca karakter anak didiknya, memperlakukan mereka sesuai dengan apa yang mereka butuhkan agar dapat berkembang."
"Bibi yakin ia berbeda dengan guru lainnya?" tanya Rose skeptis. Rasanya sulit sekali percaya ada guru yang seperti itu. Kebanyakan guru-guru di sekolah kaum bangsawan sangat tegas bahkan keras. Mereka orang-orang konservatif dan menuntut kesempurnaan. Pendidikan seperti itu justru membuat Rose semakin tertekan.
Melalui cerita bibinya, Rose mengetahui sedikit latar belakang Mrs. Anderson dan juga suaminya. Mr. Anderson sendiri merupakan salah satu profesor yang mengajar filsafat di Sorbonne. Ia juga menyukai sastra terutama sastra Prancis dan Inggris. Dan yang paling mengejutkan Rose, pria itu juga novelis meskipun bukan novelis terkenal. Rose belum pernah membaca karyanya, namun membayangkan bisa bertemu langsung dengan seorang novelis sudah membangkitkan sesuatu yang selama ini ia tidak ketahui ada di dalam dirinya.
Setelah selesai berpakaian, Rose meraih topi bundarnya yang tergeletak di meja rias. Ia mengikat helain pita pink di bawah lehernya dengan cekatan, membentuk pita yang rapi. Hari ini ia akan mengunjungi kediaman keluarga Anderson. Kabarnya keluarga itu baru tiba di Hamsphire kemarin. Rose menuruni anak tangga satu persatu dengan anggun. Roknya sedikit berkibar seiring langkahnya.
Marianne telah bersiap-siap di bawah sana dengan gaun biru pucat sederhana. Ia juga mengenakan topi bundar seperti Rose hanya saja pitanya biru langit muda. Marianne menyambut keranjang berisi tumpukan kue dari pelayannya. "Ayo, Nak. Aku tidak sabar ingin bertemu mereka," ujar Marianne dengan antusiasme yang tidak pernah Rose lihat. Sepertinya mereka orang yang tidak biasa, batin Rose.
Melihat binar semangat bibinya yang sekilas mirip dengan Frederica membuat Rose tersenyum geli. Mereka pun berjalan melewati selasar lalu menaiki kereta kuda keluarga yang ditarik dua kuda berwarna cokelat kehitaman. Kereta bergerak, tidak pelan namun juga tidak cepat. Saat kereta kuda itu melewati gerbang, barulah kusir menghentakkan tali kekang, membuat pasangan kuda itu melaju lebih cepat.
Suara derap kaki kuda menyelimuti keheningan. Setelah 5 menit berlalu, Marianne memecah keheningan. "Kau gugup, dear?"
Rose melirik jari-jarinya yang memainkan rok gaunnya. "Sedikit," lirihnya. Oh, ia selalu gugup setiap kali bertemu orang baru. Ia tidak mengerti kenapa ia selalu merasa seperti ini. Ia ingin percaya diri seperti ibunya. Namun berkali-kali, ia selalu mencoba dan gagal. Ia tidak bisa melawan kecemasan yang selalu merayapi dirinya hingga ke tiap inci tulangnya.
Tubuhnya selalu berubah kaku. Pikirannya kacau balau layaknya tumpukan benang yang terjalin ke helain benang lainnya. Matanya tidak sanggup menatap orang asing hingga akhirnya ia selalu menatap ke bawah. Itu sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Mulanya, ada beberapa pria yang tertarik dengannya. Namun lama-lama mereka sepertinya bosan dengannya. Rose kurang responsif, tidak seperti ibunya maupun teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond Fate [𝓗𝓲𝓼𝓽𝓸𝓻𝓲𝓬𝓪𝓵 𝓡𝓸𝓶𝓪𝓷𝓬𝓮]
Historical Fiction🏅2020 Watty Award Winner (Indonesia), Historical Fiction Sempat menduduki Rank : 🥉#3 fiksi sejarah dari 2,02 k cerita. 🏅#1 historical romance dari 352 cerita. 🏅#1 victoria dari 328 cerita 🏅#1 lord dari 483 cerita. 🏅#3 lady dari 444 cerita. ==...