{18} Drunk

7.2K 1K 31
                                    

Cinta itu mempunyai kesanggupan yang hebat. Dia bisa membuat binatang menjadi manusia, dan manusia menjadi binatang.
-William Shakespeare-

__________________________

Rose melangkah menuju pintu istal yang dipenuhi 22 ekor kuda, mulai dari yang masih anak-anak hingga dewasa. Kedua tangannya membawa seember pangan kuda. Sebagian kuda meringkik saat melihat Rose memasuki istal. Ia melangkah mendekati Luna. Luna lah yang paling semangat menyambut kehadiran sosok gadis yang akhir-akhir ini sering memberinya makan. Setelah menuang pangan ke tempat makan Luna, Rose melangkah ke kandang sebelahnya.

Kuda cokelat chestnut mendekat ke arah Rose. Hidungnya mengendus-ngendus leher putih pucat itu, membuat Rose tertawa geli. "Hello, Chest," ujarnya di tengah kegelian itu. "Ini bagianmu," ucapnya sambil menuang pangan ke tempat makan Chest. Kuda itu meringkik gembira, ekornya bergoyang seolah-olah mengucapkan terima kasih kepada Rose.

Rose terus melangkah ke kandang sebelahnya hingga ke kuda terakhir. Kuda itu berwarna cokelat kehitaman. Surai hitamnya bergerak lembut saat kuda itu mendongak menatap gadis di hadapannya.

"Hello, Luis," sapa Rose sambil menuang pangan hingga habis. Luis lebih tenang dibandingkan kuda-kuda lainnya. Ia tidak menyambut Rose seantusias kuda lainnya namun tetap memakan pangan yang diberikan gadis itu.

Rambut pirang milik Rose sudah sedikit memudar. Ia sengaja meminta bibinya memilih semiran yang tidak akan bertahan lama. Rambut pirang bukanlah idamannya. Selain karena tidak menyatu sempurna dengan warna matanya, ia memang tidak menyukai warna itu.

Ia lebih menyukai warna rambut cokelat gelap seperti ibunya. Dan juga Edward. Mengingat lelaki itu, emosi Rose bergejolak tak karuan. Ya, ia masih mencintai pria itu. Sejak Edward meninggalkan Hamsphire, tiada sehari pun Rose tidak memikirkan keadaan pria itu. Ia bertanya-tanya apakah pria itu sudah bertemu dengan ibunya, apakah ia bahagia bersama ibunya. Hingga akhirnya pertanyaannya itu terjawab beberapa hari kemudian, saat bibinya menerima surat dari Lady Shrewsbury.

Surat terakhir yang dikirimnya mengabarkan bahwa Lady Shrewsbury dan suaminya akan berkunjung saat musim gugur nanti tiba. Mereka akan menghabiskan waktu di Hamsphire hingga musim dingin berakhir. Rose merasa gelisah. Ia tidak tahu bagaimana mereka akan menyambut dirinya.

Mungkin mereka akan membenci dirinya dan menuduhnya bekerja sama dengan ibunya. Atau mungkin lebih buruk lagi, mengusirnya dari rumah ini. Ia tidak ingin meninggalkan tempat yang dipenuhi kedamaian. Entah bagaimana, Hamsphire telah menjadi rumahnya. Ia merasa lebih hidup disini.

Saat Rose keluar dari istal melalui pintu belakang, ia terkesiap melihat sosok Edward yang setengah berbaring di atas tumpukan jerami dengan sebotol brendi di tangan kanannya.
Ada 2 botol brendi yang tergeletak begitu saja di tanah. Sepertinya ia telah menghabiskan kedua botol itu dalam waktu singkat. Mata hazelnya menatap Rose dengan ekspresi malas. Masih ada sorot kebencian disana. Namun juga ada kerapuhan. Rompinya tidak dikancing dengan benar. Kemejanya pun agak basah karena terkena tumpahan brendi.

Pria itu seperti sosok gelandangan yang hanya bermalas-malasan. Perbedaannya hanya terletak di pakaian dan rambutnya. Rose meringis memandang sosok baru dihadapannya. Ia tidak menyangka, rasa sakit dari cinta akan separah ini. Selama ini, wawasan dan pemahamannya mengenai cinta hanya ia dapatkan dari ayahnya dan buku. Terkadang ibunya menimpali keburukan cinta kepadanya. Namun yang ia lihat sekarang ini jauh lebih buruk.

"Ah, gadis pengurus istal," kata Edward dengan nada malas sekaligus mengejek. "Kau seharusnya mengurus tumpukan jerami ini juga agar kuda-kudaku tidak kedinginan," tambahnya.

"Kuda-kuda ini bukan milikmu," sahut Rose tenang. Meskipun terintimidasi dengan aura dingin Edward, ia tetap menampilkan ekspresi tenang dan kakunya seperti biasa.

Beyond Fate [𝓗𝓲𝓼𝓽𝓸𝓻𝓲𝓬𝓪𝓵 𝓡𝓸𝓶𝓪𝓷𝓬𝓮]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang