DUA

91 41 21
                                    

"Tiara ... tunggu!"

Dia baru saja hendak menurunkan kakinya sebelah, setelah mendengar suara itu, dia menghentikan gerakannya. Dan menunggu kelanjutan apa yang ingin disampaikan oleh Supir pribadi keluarga Ayahnya. "Mama semalam menelfon, dan Ayah kamu tadi juga menelfon-kata mereka, kenapa tidak menelfon? Mereka bilang rindu."

Pak Anton menundukkan kepalanya, dia tahu bahwa mendengar ini hanya akan memperburuk suasana hati Tiara. Tiara memejamkan matanya lalu tersenyum lebar.

"Nanti Tia pikirkan, Tia berangkat dulu," perempuan berambut sepinggang itu turun dari Mobil Pajero hitam. "Dah Pak Anton hati hati dijalan." ucapnya,
tanpa sadar air matanya jatuh, cepat dia usap dengan ibu jarinya.

Kakinya dia ayuni kearah pagar sekolah. Setelah sekian lama tidak sekolah dikarenakan cuti akhir tahun. Dia rindu suasana kacau sekolah yang kadang-kadang mengganggu.

Baru saja langkahnya memasuki gerbang sekolah, Pekik suara wanita menghentikan langkahnya. Dia menoleh kebelakang, benar saja dia menemukan salah satu temanya, Izzy Zavania.

"TIARAAA! TUNGGU! TUNGGU!" Izzy berlari kecil sesekali melewati siswa yang juga sedang berjalan.

"Gak malu apa teriak-teriak udah gede! Ingat umur juga!" Tiara kesal, tapi Sepertinya Izzy tidak. Dia senyum-senyum tidak jelas.

"Enggak, ngapain malu, cantik gini kok malu." Izzy tersenyum manis memamerkan senyumannya pada orang-orang.

"Hah! Iya lo gak malu, tapi gua, gua, nama gua yang lo teriakin!" mendengar itu, Izzy tertawa melihat muka kesal Tiara. "Ahk kenapa temen gue gak ada yang beres, diajak ngomong malah ketawa, aneh." Tiara menggeleng-gelengkan kepala Tidak paham lagi.

Izzy menarik lengan Tiara. Mereka berjalan beriringan "Kayak ibu-ibu mau lahiran lo, marah-marah mulu." Tiara tidak menjawab. Dia mengikuti langkah Izzy kearah kelas mereka, tapi disaat perjalanan ke kelas langkah Izzy dan Tiara tiba-tiba berhenti. Pandangan mereka tertuju pada kerumunan didepan sana.

Pemandangan didepan mereka sangat memilukan. Bullying. Saat awal masuk sekolah, Izzy menggelengkan kepalanya, dia ingin sekali membantu siswi berambut sebahu itu, tapi dia tau bahwa dirinya tak sekuat itu untuk menahan emosi nantinya.

Tiara menghela nafas berat, dia mencoba tidak ikut emosi, dia tau bahwa kakak kelas didepan ini adalah orang gila yang tersesat di sekolah mereka.

Mereka tidak bisa pergi dari lorong ini, bukan apa-apa tapi jalan ke kelas mereka cuma jalan ini. Tak ada jalan lain untuk ke lantai dua.

"Tia ... " Panggil Izzy.

"Hmm?" Tiara hanya berdehem.

"Gue bantu yah kasihan lagian si nenek lampir Cindy ini udah keterlaluan, lagian kaki gue pegal-pegal lama amat ritualnya." Tiara menatap Izzy cukup lama, setelah yakin dia mengangguk.

"Gua bantu, kalau perlu!" Izzy tersenyum kearah Tiara, kakinya dia ayunkan kearah kerumunan itu.

"Kak Cindy yang terhormat, gak bosan ganggu orang? Padahal baru masuk sekolah!" Izzy membuat amarah Cindy terpancing lagi setelah mendengar itu. Semua yang membuat kerumunan itu memberi jalan untuk Izzy, Izzy tersenyum lalu berjalan membuat dirinya lebih dekat dengan korban bully-an Cindy.

"Urusan lo apa hah? Berani ganggu gua?" Cindy berteriak membahana. Izzy menggeleng cepat. Dia membantu korban bully Cindy berdiri. Dia yakin korban kali ini adalah adik kelas mereka, sama sekali tak tau apa-apa dan mungkin, tanpa sengaja membuat masalah dengan Cindy.

"Gua sih gak ada masalah, tapi karena dia juga adik kelas, gua rasa ini juga tanggung jawab gua." Saat itu tangan Cindy hampir saja menampar muka Izzy. Sesuatu menahannya pergerakan dia, terhenti. Cindy mencoba menarik tapi tidak bisa, dia Tiara yang sedang memegang kuat lengan Cindy.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang