TUJUH

46 29 13
                                    

Bagaimana bisa orang yang dulu pergi tanpa penjelasan. Sekarang malah ingin menjelaskan kembali. Seperti ingin kembali bersama begitu? Atau hanya ingin menambah penderitaan baru lagi.

"Tia ... Gua serius! Lo harus dengar ini!"

"Kak, gak perlu!" titah Tiara.

"Gue tau ini gak perlu lagi buat lo, tapi dengar dulu." Ahmad mencoba meyakinkan Tiara yang duduk disampingnya.

"Kak, gak perlu."  Dia sudah muak, melihat Ahmad. kalau tahu tadi akan seperti ini dia tidak akan pergi ikut ke sini. "Dinda" Tiara meneriaki satu teman ekskul nya. dia berdiri cepat sebelum pergi dia menoleh ke Ahmad.
"Sebentar kak" ucapnya sopan, Ahmad terlihat mengangguk.
dia sedikit berlari agar bisa cepat sampai pada Dinda.

Dinda menoleh kearah orang yang memanggil namanya, "hy Tia, kenapa?" Mimik wajah Dinda sedikit binggung.

"Sibuk gak?"

"Enggak, kenapa?"

"Nanti saat break kelas, lo ikut gue yah jaga stan PMR," dengan nada memohon Tiara membujuk.

Dinda mencari meja Stan PMR, yang berdampingan dengan meja Stan Pramuka, di sana ada Ahmad, Ahmad melambai tangan kepadanya.
"Bukannya udah ada pacar lo ya
disana? Masak iya gue nanti jadi nyamuk gitu. Ganggu banget."

Tiara menggeleng cepat, "bukan pacar lagi. Sekarang, jadi mantan." Ucapannya membuat Dinda tak percaya kerena yang dia tau Tiara dan Ahmad selalu terlihat baik-baik saja.

"Serius? udah jadi mantan?" tanya Dinda tidak percaya. Tiara mengangguk cepat.

"Iya, gak mau dekat-dekat lagi, nanti datang ya!" Ucap Tiara. Dinda mengangguk cepat.

"Oke tunggu sebentar lagi lonceng kok." Ucap Dinda sambil kembali berjalan meninggalkan Tiara.
Tiara kembali tempatnya. Dia menatap gusar  tempat duduknya lalu duduk kembali.

"Lo marah?" Tanya Ahmad.

"Enggak"

"Lo marah, bilang aja,  iya gue paham kok. Ini semua salah gue terlalu gegabah saat itu, gue lagi banyak masalah gue dituntut untuk dapat nilai bagus, Ayah tau gue pacaran, dia bilang putusin. Gue saat itu gak mau Tia.. serius, tapi mama mulai terpengaruh dia juga mulai desak gue. " jeda Ahmad, dia menghirup udara sekitar, lalu pandangannya kembali kearah Tiara, "sampai penyakit mama kambuh dan minta gue putusin lo Tia, maaf gue gak bisa jelasin waktu itu gue gak tau gimana caranya." Dia menunduk jauh dalam hati yang paling dalam dia masih menyayangi Tiara sama seperti mereka pacaran.

Tiara tidak tau harus berkata apa lagi, dia tersenyum kearah Ahmad. "Gak papah kak, semuanya udah berakhir,  gue gak marah kok soal kemaren." Jedanya menatap Ahmad yang telah melihatnya, dia tersenyum. "Kakak udah lakuin hal yang benar."

"Masih mau jadi teman gue?"

"Lagi bahas apa?" Dinda menerobos masuk,duduk ditengah. Matanya memicing melihat Tiara dan Ahmad.
"Beneren udah putus?" Liriknya kini fokus ke Ahmad. "Mana uang denda putus kak?" Tangannya dia ulurkan ke Ahmad, membuat Ahmad mengerutkan keningnya.

"Emang ada uang denda?" Ahmad melirik Tiara sekilas, lalu menatap Dinda lagi.

"Ada! mana cepat? Emang pacaran ajah yang boleh ada uang mukanya, mau putus juga denda." Tangannya dia ayun-ayunkan membuat Ahmad mau tak mau mengeluarkan uang sepuluh ribu, Dinda mengambilnya cepat, memasukannya pada rok sekolahnya.

Tiara yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala. Dia benar-benar tidak punya teman yang waras. Bagaimana temannya sanggup meminta uang denda atas kandasnya hubungan asmaranya.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang