[37]

1K 97 19
                                    

i knew it from the start
that you are the breath
to my suffocating heart

•••


"Why did I have to follow her?"

"Cause she is your wife!"

"I don't love her like before, why everyone can't accept the truth?" Keras suara Adrian membantah. Dia berpeluk tubuh di atas katil.

Tanpa sedar, kata - katanya sudah pun mengguris perasaan aku. Aku hanya duduk dengan tenang, meskipun hati aku sakit dengan layanan Adrian.

Kalau tak suka aku sangat pun, tak boleh ke jaga sikit perasaan aku. Yang sakitnya dia, kenapa kena salahkan orang sekeliling pula.

Papa mendengus geram. "Adrian, please respect others feeling." Tegurnya tegas. Cukup tidak suka anaknya menyakiti aku walaupun aku menantu yang berlainan agama dengannya.

Adrian tergelak sinis. Pandangan tajamnya dihalakan pada aku. "All of you didn't respect me! She!" Jarinya dituding pada aku. "Dia asik paksa Adrian untuk terima dia, cintakan dia, sayangkan dia, ingat dia! But I can't! I'm not that stupid Adrian anymore!"

"Adrian!"

Jerkahan papa terus mendiamkan Adrian. Suasana di dalam wad menjadi tegang. Adrian dengan marahnya, papa dengan berangnya dan aku dengan hati yang terasa dikoyak - koyak.

Nafas ditarik dan dihembus menenangkan hati sendiri. Jangan menangis, Zahra. Jangan...

"Why, papa? Kenapa dulu papa izinkan Adrian untuk kahwin dengan... that bullshit girl? She is nothing! Kita lain agama and macam mana papa boleh accept dia?" Luah Adrian lagi.

Aku hanya memandangnya dengan reaksi biasa. Mendengar dengan penuh teliti betapa buruknya aku di mata seorang Adrian di hadapan aku ini.

Papa menapak mendekati Adrian. Mata biru gelap Adrian ditenung dalam. "She is your happiness. You know what, maybe you didn't remember that. But son... I was the one who see how meaningful she is for you. How your eyes shine whenever see her. And Adrian... you." papa menuding jari pada wajah Adrian.

"Kau yang buat keputusan untuk belajar agama dia..."

Adrian terdiam. Bibirnya terkunci rapat.

"Kau ikut Zahra balik rumah. Jangan balik selagi kau tak ingat dia!" Papa terus keluar dari wad tanpa berpaling lagi.

"Sukalah kau, menyusahkan hidup aku!" Adrian membentak. Dia bangun mencapai tongkat di tepi katil. Beg berisi bajunya dicampak ke tepiku. "Bawak tu!"

Aku masih kaku di atas sofa. Adrian yang sedang berusaha gigih itu dipandang kosong.

"Kalau tak nak ikut saya balik, tak apa."

Adrian berpaling. Bibirnya terjungkit sinis. "And papa marah saya lagi? Sukalah macam tu, semua orang back up awak kan?"

Saat kakinya menapak keluar daripada wad, air mata aku terus jatuh mengalir di pipi. Bibir diketap.

Ya Allah, tabahkanlah aku.

Pulangkanlah Adrianku.



Kita Berdua✔️Where stories live. Discover now