17. Jawaban

1.3K 111 21
                                    

Seharusnya cerita ini sudah diakhiri jika Mira memilih pergi. Tapi nyatanya, keputusannya adalah tinggal. Mira masih berharap dengan sebuah peluang kecil yang entah masih bisa ia perbesar atau bahkan akan meletus jika ia sentuh.

Mira berharap, peluang itu bisa membesar dengan sendirinya. Demi air mata yang sudah keluar selama ini, demi rumah tangga yang masih rapuh ini dan demi cinta, cinta Mira yang begitu besar pada suaminya.

Jika saja ini cerita Mira dan Keno, pasti sudah cepat berakhir dengan ujung yang bahagia. Tapi, kenapa harus dengan Daffa? Semua orang bahkan tau kalau Daffa sudah menikah, tapi apa mereka tau dengan perlakuan kasar yang dilakukan laki-laki itu?

Mira diam bukan berarti tak sakit hati. Dari awal bukannya sudah kujelaskan? Mira selalu menahan semuanya, entah sampai kapan. Mungkin sampai hatinya membengkak dan hilang. Tapi, bagi seorang Ameera, hati bukan hanya organ tubuh, tapi juga perasaan. Semua yang dilakukan, harus dengan hati. Jadi jika hati hilang, masih ada bekasnya karena Mira selalu menggunakannya setiap saat. Tak apa kalau kalian tak mengerti, memang Ameera sendiri pun awalnya bingung dengan kekuatannya yang mampu meredam semua amarah.

Jika Daffa sadar, akan ia peluk, ia dekap seerat mungkin. Dan berbisik bahwa Mira-lah istrinya, istri sahnya. Bukan lagi orang lain, bukan lagi Holi yang dibiarkan masuk ke kamar.

Ameera hanya satu di bumi, hanya satu di hidup Daffa. Bagi Mira, Daffa adalah tempat ia mencari surganya, tapi jika surganya menendangnya begitu saja, apa ia harus rela menunggu hingga surga itu mereda dan hilang? Tidak, kan?

“Mulai sekarang pisah ranjang. Saya akan pindah ke kamar samping,” kata Daffa.

Mira yang sedari tadi melamun langsung terkesiap kala Daffa muncul. Tanpa sadar Ameera membenarkan posisinya karena takut Daffa tiba-tiba melemparnya sesuatu, karena Mira, semakin lama semakin sering berhalusinasi.

“Uang bulanan udah saya taro di lemari.”

Daffa menutup pintu lagi, tak ada sepatah kata yang Mira ucapkan sebagai balasan.

Lalu ia meraih satu buku yang ada di laci nakas. Bukan lagi buku fantasi, bukan lagi buku romance, ini sebuah buku petualangan yang menceritakan masa lalu. Karena ingin melupakan masalahnya kemarin, Mira mengalihkan dunianya yang kelam ke sebuah tulisan.

Duuh, Mira ternyata tak bisa berkonsenterasi ke dalam tulisannya. Akhirnya Mira menutupnya lagi, ia mencengkeram kepalanya yang mulai sakit. Memar pun masih menghiasi wajahnya, jika saja ia punya plester anti lebam, pasti sudah ia pakai banyak-banyak setelah itu pergi ke rumah ibu.

Ting.

Mira menatap ponselnya yang berdenting. Lalu ia rampas.

adnan
teh, adnan mau minta
ajarin cara nulis arab
yang bagus. gebetan
adnan minta tolong
niih, adnan maluu kalo
jelek huhuhuuu

Duh gawat.

Mira harus bilang apa?

ga bisa Nan, udah
kamu minta tolong
pak ustadz aja gih.
teteh lagi sibuk, ga
bisa diganggu!

Mira tersenyum, setidaknya dengan memakai tanda seru, Adnan tak lagi mengganggunya. Tapi gatau juga sih.

Mira meletakkan ponselnya, meraih bukunya lagi. Ia belum meneliti banyak tentang buku-bukunya, baru buku fantasi dan buku romance. Sedangkan yang ia beli berjumlah 5.

Sampulnya bagus, penulisnya terlalu pelit memberi warna, sehingga hanya hijau. Tapi nyambung juga sih ke ceritanya yang nge-explore tentang petualangan!

Cinta SesungguhnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang