6. Ini Dijahit Beneran?

1.8K 134 21
                                    

“Mas makan dulu, Mas.”

Mira menyolek lengan Daffa yang orangnya masih tertidur. Jam menunjukkan 7 malam, Mira sedari tadi sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam.

“Mas... makan dulu.”

“Mmm..”

Daffa membuka matanya. Mira tersenyum, menatap mata Daffa. “Makan malam.”

Daffa berdecih. “Makan malam? Kamu bangunin saya cuma karena mau ngajak makan malam?”

Mira menggenggam ujung bajunya yang kepanjangan. “Emangnya kenapa? Kamu kan dari siang belum makan, Mas.”

“Kamu itu punya mata cuma 2, ga usah sok tau!”

“Maksudnya?”

“Saya udah makan, bodoh!”

Mira menahan napasnya, sakit. Memangnya salah? Salah ya Mira membangunkan Daffa untuk makan malam?

“Besok pergi ke sekolah, belajar. Kasian jadi perempuan kok ga punya otak.”

Mira tersenyum pahit, menatap Daffa yang melangkah memasuki kamar mandi. Pintu kamar mandi tertutup dan terdengar gemercik air. Diikuti tetesan yang jatuh di pipinya. Mira menangis.

Ibuu... aku sakit, Bu. Mira harus sampai kapan di sini? Sampai kapan Mira nahan sakit ini?





“Miraa!! Miraaa!!” Daffa berdecak pinggang, memperhatikan tumpahan kopi di lantai yang ke mana-mana. Mira langsung nongol dari balik pintu. Daffa menunjuk tumpahannya.

“Bersihin.”

Mira melirik tumpahannya, lalu tersenyum dan mengangguk.

“Kok bisa tumpah, Mas? Buru-buru ya kamu?”

Mira memungut beberapa barang di bawah untuk dipindahkan. Dan mengambil lap kotor yang ada di sampiran kamar mandi dalam kamarnya.

“Mas?”

Daffa yang sedari tadi berdiri sambil melipat tangannya di dada hanya memperhatikan.

“Apa sih? Tinggal bersihin.”

“Ya aku nanya aja, Mas...”

“Ck. Tadi itu, ga sengaja kesenggol.”

Mira berjongkok dan merapikan pecahan gelasnya, membuatnya menjadi kumpulan.

“Kok bisa kesenggol?” tanya Mira lagi, seperti layaknya bertanya pada anak kecil, begitu lembut. Jujur Mira hanya ingin mengobrol pada Daffa lebih banyak.

“Nanya terus, kamu ga ikhlas bersihin itu?! Udah sini-sini!!” Daffa menyerobot, mengambil alih lap nya yang ada di tangan Mira. Tangan Daffa menggenggam tangan kanan Mira cukup keras untuk mengambilnya. Mira berteriak, tangan kirinya mendorong bahu Daffa supaya laki-laki itu melepas genggamannya.

“Kamu apaan sih!”

Ternyata, di tangan kanan Mira sudah terkepal beling-beling yang ujungnya tajam sempurna. Mira melihat keadaan tangannya, yang tadinya putih dan terdapat garis yang hampir membentuk huruf M, kini bersimbah darah. Guratan terlihat begitu ngilu.

“Mas... Ahhh!” Mira langsung melepas genggamannya dan tangan kirinya menggenggam lengan bawah tangan satunya.

“Tuh kan berantakan lagi!” sentaknya yang melihat pecahan gelas ampar-amparan. Mira menangis, perih, darah segar mulai menyelimuti tangannya. Daffa menoleh karena tak mendapati respons Mira.

Mira menunduk. “Sakit, Mas.”

“Kamu nyalahin saya?!” Daffa berdiri. “Ngga, ngga, aku cuma ngaduh... tolong anterin aku ke rumah sakit, Mas, perih...”

Cinta SesungguhnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang