27. Bukti Konyol

1.4K 110 13
                                    

“Mamah ga habis pikir Mira bisa kena rampok sampe kayak gitu,” kata Rika.

“Apa lagi aku? Mana Kak Daffa-nya juga ngga ke sini-sini.”

Rika menghela napas. “Ya kamu sabar dong, kan Adnan juga udah bilang kalo Daffa lagi ngurus ke polisi. Mungkin rumit urusannya,” jelasnya.

“Tapi Mah, aku bingung deh. Kan mereka ke pasar, ya, terus masa pas udah di rumah langsung ada rampok si?” tanya Chintya yang belum bisa menerima perkataan Adnan yang panjangnya kali lebar dan tinggi saat di rumah sakit.

Adnan lah yang pertama kali menemukan Mira di rumah. Ia berniat menemui sang kakak untuk memberi info gembira bahwa ia diterima di universitas yang ia dambakan, karena dikirim pesan pun Mira tak juga membalas.

Saat tiba, beberapa meter dari pintu masuk, terlihat Mira yang terkulai lemah di lantai dengan darah. Ia menemukan tongkat baseball dan beberapa barang lain yang tak seharusnya berserakan. Ia membereskannya lebih dulu. Adnan mencari sosok Daffa namun tak jumpa, jadi ia langsung membawa Mira ke rumah sakit.

Baru saja Mira masuk ke UGD, ponselnya memperlihatkan panggilan masuk dari Chintya. Saudaranya itu histeris kala melihat darah di rumah sang kakak, lantas Adnan langsung meminta mereka ke rumah sakit dan langsung menjelaskannya kala mereka tiba.

“Namanya juga musibah, Chin. Mama pusing nih, kamu jangan nambah-nambahin lah...”

Rika memijat pelipisnya. Masih duduk dengan sepiring batagor di hadapannya. Suasana kantin rumah sakit lumayan ramai.

Feelingku ngga enak, Mah.” Chintya mengaduk-aduk baksonya. Rika menatap putrinya dengan pasrah.

“Mama juga bingung, Chin. Tapi untuk sekarang mending kita fokus ke keadaan Mira.”

“Iya...”

Keduanya saling diam, Chintya tau betul seperti apa kakaknya. Semua akan ia tunda untuk melihat keluarganya yang terbaring lemah, seperti yang dilakukan dulu saat dirinya sakit dan harus rawat inap. Daffa rela menemaninya semalaman dan meninggalkan pekerjaan kantor yang hampir bangkrut.

Karena David dan Rika sedang di Aussie untuk mengurus kuliahnya dan tidak diberi tau Daffa, takut khawatir.

Tapi sekarang? Bahkan ini adalah istrinya sendiri. Mana Daffa? Lagi pula di otak Chintya, semua terasa tak masuk akal. Rumah Daffa ada di sebuah perumahan terbaik di wilayah itu, pengamanannya ketat. Memang salah Adnan, salah memilih peristiwa untuk membohongi perempuan sepintar dan seteliti Chintya. Tapi, karena sedih juga khawatir yang kelewat, Chintya memutuskan untuk tidak melanjutkan pemikirannya yang semakin lama, semakin melebar ke mana-mana.

“Mah, Chin...” tegur Adnan lemas, dengan senyum tipis lalu duduk. Chintya menggeser duduk dan membiarkan Adnan menelungkupkan kepalanya, membuat beberapa helai rambutnya berjatuhan.

“Sabar ya,” kata Chintya menguatkan, “Lo laper, makan dulu. Gue pesenin bakso ya,” lanjutnya. Adnan tak menolak, ia mendongak dan menatap Rika.

Ia menarik tangan itu, ditatapnya mata Rika yang sembap dan bengkak.

“Ada apa, Nan?”

“Apa yang Mama pikirin tentang Kak Daffa?” tanya Adnan tiba-tiba. Chintya yang baru kembali langsung duduk dan menyimak.

“Dia ke kantor polisi, kan? Bukannya kamu sendiri yang bilang?”

Adnan melepaskan genggaman itu dan menunduk, rambut panjangnya menutupi sebagian wajah. Chintya melirik, tatapannya dalam. “Ada apa sebenernya?”

Adnan menggeleng. Belum, ga, ga boleh mereka tau dulu, gue ngga bisa lihat semuanya sedih dan kacau. Seenggaknya tunggu teteh pulih lebih dulu, batinnya. Lalu ia mengangkat wajahnya.

Cinta SesungguhnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang