22. Mencoba Kembali

1.4K 118 20
                                    

Ketika Daffa mulai mampu mengontrol emosinya, ia kembali geram karena sebuah foto yang dikirim dari teman sekelasnya saat SMA.

Daffa meremas kasurnya kuat-kuat, rahangnya mengeras begitu juga dengan mata tajamnya yang memerah. Rasa sakit yang sebelumnya sudah ia kubur dalam terasa lagi, bahkan 2x lipat sakitnya.

Di foto itu, Saka dan Nisya (tapi dianggap Daffa itu adalah Virsa) nampak dekat sekali. Pipi mereka bersentuhan saat berfoto, keduanya menjulurkan lidah dengan satu mata yang ditutup.

Daffa membanting hp-nya dengan keras, sampai hancur berserakan. Tangannya terkepal kuat, masa kuliah itu ia jadi sering bolos.

“A......NN.....JING SAKA!!!”

Daffa Hamdern Khuldi, anak dari David Hamdern Burke, memang sedari dulu adalah anak yang baik-baik. Lemah lembut, penyayang dan pemalu. Namun, harus berubah di hari bersamaan. Daffa yang tak pernah mengucap umpatan kasar itu kini sudah mulai berani.

Daffa tak pernah semarah ini.

Ia berdiri dan mengunci pintu kamar, lalu menyalakan kran yang ada kamar mandi dalam kamarnya. Setelah itu ia memukuli kasur dengan tangannya dan ngamuk tidak jelas. Amarahnya lagi-lagi dipermainkan. Kepercayaannya dikhianati.

Mental Daffa mulai tertekan, ia jadi lebih sering diam dan melamun seperti masa SMA saat kejadian itu bermula.

Daffa sekarang sedang memikirkan apa yang harus ia lakukan. Pandangannya ke arah cermin, melihat dirinya sendiri yang begitu buruk sampai-sampai dikhianati berkali-kali seperti itu.

“KENAPA HARUS GUE?!!!”

Daffa menghantamkan pukulannya ke lemari yang ada di sampingnya. Memukulnya berkali-kali hingga tangannya memar. Membenturkan kepala sampai menendangkan kaki ke pintu kamar mandi. Semua adalah penyebab dari depresi.

“KENAPA HARUS SAKA?! GUE BENCI!! PERGI LO SAKA! GUE BENCI SAMA LO VIRSAAAA!! ANJING!!”

Tok Tok Tok!

“Daf, Daf? Nak, kamu lagi ngapain? Kok kayak ada suara gedebak-gedebuk sih?” Suara Rika mengalihkan dunianya.

Daffa mematikan kran air.

“Gapapa Mah, lagi iseng aja teriak-teriak. Maaf ya Mah kalo berisik, Daffa lagi seneng banget.”

Bibirnya menampakkan senyum, namun tidak dengan matanya yang kini berubah sendu, bersamaan meneteskan air mata yang jatuh.

“Oh gitu, yaudah, jangan lupa makan malam, ya.”

“Iya, Mah, dadaaaah!!”

Kenapa harus gue? Batinnya lagi lalu terisak.

Sejak saat itu, Daffa merubah dirinya menjadi lebih tertutup. Malah terkesan psikopat jika sedang marah. Ia sampai pindah kuliah dengan alasan dosennya ga enak pada sang mama.

Daffa kehilangan hati nuraninya, ia tak peduli lagi dengan apapun. Hidupnya akan lurus-lurus saja jika hanya ia yang menyimpannya. Tapi, entah kenapa, malah Mira yang menjadi korban. Daffa menjadikan Mira pelampiasan atas semuanya, Daffa melakukannya semata-mata mengobati rasa sakitnya selama ini.

Sampai ia sendiri tak bisa merasakan bagaimana sakitnya Ameera yang meredam amarah karena tak tau apa-apa.






“Gue pulang dulu ya, Daf. Jaga diri lo, dan istri lo.” Saka menepuk bahu Daffa beberapa kali.

Thanks udah ngobrol banyak sama gue, Sak. Next time gue yang ke tempat lo, hati-hati.”

Cinta SesungguhnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang