18. Cepat Bahagia

1.2K 112 25
                                    

Beberapa hari ini, Mira masih dengan keputusannya. Semua ia lakukan dengan pelan dan sabar, meski teriakan Daffa terus saja terdengar, ia hanya diam sambil menyiapkan apa yang diminta.

Jika pergi dari rumah kemauan kalian, tidak dengan Mira. Separuh hatinya meminta untuk tetap tinggal, dan separuhnya lagi meminta Daffa untuk menerimanya. Jika hati masih berharap, lain dengan akal sehatnya. Justru akal sehatnya sudah meronta-ronta minta keluar, tak usah bawa baju, bawa saja ponsel dan tunjukkan semuanya.

Mira tersenyum manis kala menyambut kedatangan Rika dan Chintya—adik Daffa—yang berkunjung ke rumah. Tentu dengan senang hati Mira menyiapkan jamuan untuk mereka. Memar, luka bahkan bekas kemerahan di kakinya sudah hilang karena Mira rutin memberinya salep.

OMG, Mah! Istrinya si kupret cantik banget!!” pekik Chintya tanpa rasa malu sedikit pun. Rika terkekeh lalu mengusap wajah Chintya begitu saja.

“Yaiyalah, siapa dulu mertuanya!”

Chintya berdecak. “Siapa dulu adek iparnya?!”

Mira lantas tertawa, lalu menengahi keduanya. Bisa sampai magrib kalau begitu ceritanya.

“Sayang, Daffa di mana?”

“Kerja, Mah,” balas Mira sopan. Rasanya ia terlalu sakit jika terus berbohong. Tapi anehnya tak ada sedikit pun perasaannya yang mendorong untuk mengadukan semuanya.

“Kak Mira, boleh ngga aku nginep di sini semalam? Aku kepo gimana kehidupan suami-istri kakak aku.”

Rika memukul lengan Chintya dengan kipasnya. “Heh! Kamu bilang mau nemenin mama buat kue?!”

“Apaan si, ni dia siapa sih, Kak?”

Rika mengelus dada. Memang kelakuan anak bungsunya tidak jelas, tapi untung juga karena anak itu menuntut ilmu di negara orang. Jadi tidak setiap hari meladeni keanehannya.

“Kamu kalo kayak gitu di Aussie bisa dilempar ke kandang kangguru!”

Mira tertawa. “Udah Mah, Chin.”

“Abisnya Kak, capek punya mama kayak mama aku, banyak ngomong!” Chintya menggeser duduknya, takut kalau tiba-tiba telinganya ditarik.

“Eh Miraaa, Sayang, kamu udah siapin kado untuk Daffa? Seminggu lagi hari H-nya.”

Mira lantas tersenyum. “Udah kok, Mah. Mira buat kue sendiri aja, terus, ngerayainnya di sini atau rumah Mama?”

“Sini aja, Kak!”

“Iya di sini aja, kita buat surprise!”







“Kak Mira kalo sakit pinggang ngapain?” tanya Chintya. Mira berdeham.

“Ngapain ya? Aku kalo sakit pinggang palingan rebahan. Emangnya kenapa?”

Chintya terkekeh. “Gapapa, aku pegel-pegel nih karena kelamaan duduk di pesawat!”

Mira mengangguk. “Eh iya, Chin, hubungan kamu sama Mas Daffa deket banget, ya?”

“Ngga sih, karena aku juga udah 4 tahun di Aussie, jarang ngobrol lewat hp juga coz jarang dibales sama dia. Ngeselin kan? Tapi, aku yang emang rada songong ini suka nempel-nempel sama dia karena enak aja gitu. Kak Daffa orangnya lembut banget, Kak. Terus juga everytime selalu wangi!”

Mira menyetujui ucapan Chintya yang menyebut Daffa ‘selalu wangi’ tapi tidak dengan ‘lembut banget.’

“Terus, kamu pernah digalakin dia?”

Cinta SesungguhnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang