24. Sangat Erat

1.7K 128 19
                                    

“Anjing!” pekik Daffa.

Ia berjalan mondar-mandir karena masalah baru yang ia hadapi. Daffa mengepalkan tangannya dan bersiap memukul apa saja yang ada di sekitarnya.

“Kenapa si!!! Arghh!!”

Daffa menghantam dinding keras, membuat Ameera kelabakan. “Mas... Mas...”

“APA?!” sengitnya terbawa emosi.

Mira meringis. “Kamu kenapa? Jangan marah-marah gini,” kata Mira.

“Kamu gatau apa-apa, udah sana masuk!”

Mira meremas jemarinya karena bimbang. Tanpa disuruh sebenarnya Mira memang ingin ngumpet saja di kamar, tapi ia juga tak bisa membiarkan Daffa ngamuk-ngamuk, bagaimana kalau ada apa-apa?

“Istigfar, Mas. Kamu ada apa? Ada masalah?”

Daffa mengacak rambutnya, pusing setengah mati. “Uang saya dibawa kabur!” katanya.

Mira membulatkan matanya. “Astaghfirullahaladzim, kok bisa, Mas? Sama siapa?”

Daffa tak mungkin bilang pada Mira kalau yang membawa kaburnya adalah cewek bangsat, yaitu Holi. Jadi Daffa hanya diam.

“Tenang ya, Mas. Nanti kita pikirin gimana car—”

“Berisik! Uang saya dirampas sama dia! 500 juta, kamu bayangin! Jerih payah saya selama ini, itu juga termasuk uang kamu, kenapa kamu ngga kesel?!”

Mira diam. “Aku ngga marah karena aku ngga merasa itu uang aku, Mas. Itu murni uang kamu, uang yang selama ini kamu simpan. Lagian, sekalipun iya uang aku, tetep aja sih ngga usah emosi berlebihan gini.

Kamu bisa laporin ke polisi, kan? Dan setelah ini juga kamu ngga akan jatuh miskin, lagi pula, Tuhan ngga akan kasih cobaan kalo hambaNya ngga sanggup. Dan aku yakin lho, Mas, uang kamu aslinya masih banyak. Bahkan lebih dari itu, iya kan?”

Benar, ucapan Mira benar.

Daffa diam.

“Duduk Mas.”

Daffa akhirnya duduk, diikuti Mira. Ia mendekatkan tangannya dan menyentuh kulit Daffa, dipijatnya lengan kekar itu.

“Sabar ya, Mas. Tenangin diri kamu dulu.”

Daffa marah sekali dengan perbuatan Holistiker itu, ternyata yang ia cinta bukan Daffa, tapi uang. Untung saja Holi membawa kaburnya setelah Daffa sadar akan kesalahannya selama ini pada Mira. Jika tidak, pasti saat itu Mira yang dijadikan korban pelampiasannya.

“Mau makan?” tawar Mira.

Daffa menoleh sekilas, lalu meluruskan pandangannya lagi. “Ngga.”

Mira mengangguk, terus memijat lengan Daffa sampai ke pundak.

Amarah mulai hilang.

“Kamu kenapa jadi jarang ngomong?”

Pertanyaan itu lolos. Mira terkejut, lalu tersenyum.

“Bukannya kamu sendiri yang minta aku untuk itu?”

Daffa diam.

“Maaf, Mas, kalo ucapan aku menyinggung.”

Daffa semakin diam.

Sesakit ini. Daffa menyesal sekali pernah menyakiti Mira.

“Besok saya mau ke pasar, beli kunci T sama kunci 17 buat ngecek ban. Ikut ga?”

Mira membuka matanya lebar-lebar, tak menyangka kata-kata ‘ikut ga?’ bisa terdengar olehnya.

“I-ikut, Mas.”

Cinta SesungguhnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang