BAB 29

2.3K 141 0
                                    

"Ayah!"

Muak mendengar suara Albert, Lucio mengambil pistol di sakunya dan menembakkan peluru ke bahu kanan pria tua itu.

"Aku tidak bertanya kepadamu,"

Tatapan Lucio sama sekali tidak berpindah dari Loraine. Wanita itu terus menangis melihat ayah tercintanya disakiti Lucio. Rasa sukanya seketika menghilang diganti kebencian teramat dalam untuk Lucio.

"Ya! Aku menculik Cecil,"

Lucio mengerutkan dahinya sebagai respon. Seberapa kuat pun Loraine menjaga mulutnya agar tidak memberi tahu Lucio segala kebusukannya, namun karena rasa benci itu sudah mengudara, Loraine tidak bisa mengontrolnya.

"Aku mencintaimu, Lucio,"

"Kau mencintaiku tapi tingkah lakumu tidak mencerminkan hal itu, Nn. Hernandez,"

"Aku mencintai—"

"Apakah alasan kau menculik Cecil adalah kau cemburu dengannya?"

"Ya,"

"Lalu kenapa kau menyakitinya?"

Tidak ada jawaban dari Loraine.

"Aku sudah mengenalmu sejak lama dan tidak pernah terbesit di pikiranku bahwa kau adalah orang yang seperti itu,"

"Aku menghargaimu sebagai teman kakakku,"

Lucio menyentuhkan ujung pistolnya ke dahi Loraine. Albert berteriak untuk menyingkirkan benda itu dari kepala putrinya, sedangkan Loraine hanya bisa menangis.

"Terima kasih karena telah menjadi teman kakakku,"

Duar!

"Loraine!" teriak Albert.

Lucio menatap jasad Loraine dengan pandangan dingin.

"Aku sangat baik, bukan, Tn. Hernandez?"

Mata Lucio kembali beralih kepada Albert.

"Aku membunuh putrimu dengan cepat supaya tidak melihat penderitaan yang akan kau alami sebentar lagi,"

"Kill me! Kill me as rude as you want! Kill me, You Asshole!"

Albert tidak bisa menahan amarahnya lagi. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah sebuah teriakan.

"Baik,"

Lucio menadahkan tangannya meminta pisau dari bawahan pria itu. Albert menatap Lucio was-was saat pria itu berjalan ke arahnya.

Digoreskannya pisau itu membelah bagian dada Albert menjadi 2. Jeritan kesakitan Albert memenuhi ruangan itu karena tidak ada obat bius yang digunakan Lucio padanya.

Lucio segera menjatuhkan pisau itu ke lantai dan kedua tangannya mulai menari kulit Albert yang sudah terbelah itu berlawanan arah.

Beberapa bawahannya tidak kuasa melihat kejadian itu hingga harus berbalik badan.

Tangan Lucio masuk ke dalam tulang rusuk Albert dan mencari organ sumber kehidupannya pria tua itu, jantung.

Dicengkeramnya organ itu oleh Lucio dan tidak menunggu lama, jantung Albert terlepas. Teriakan yang keluar dari mulut pria tua itu pun berhenti.

Lucio menatap jantung Albert yang sekarang berada di genggaman tangan milik pria itu dan menjatuhkannya ke lantai.

Kaki Lucio melangkah menuju minyak tanah yang berada di ujung ruangan. Minyak itu biasanya digunakan untuk menyalakan api-api kecil di dinding ruangan ini.

Paint On You [21+] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang