Tawa Seolah Tanpa Luka

971 204 74
                                    

Haloha.... ada yang nungguin lanjutan cerita ini? 🤗🤗🤗

hehehehe... akhirnya bisa update juga... 😁😁😁

Jadi, sebenarnya, Guys. aku tu bertanya-tanya apa mungkin dulu Bapak aku itu mau anak cowok. soalnya dari kecil aku tu udah diajakin nonton bola... eh, kebablasan sampe sekarang... 😅😅😅

mungkin buat sebagian dari kalian agak susah mengikuti cerita aku pas bagian pertandingan ya... tapi, makasih banyak karena memilih bertahan untuk tetap membaca... 😘😘😘

so, aku tunggu vote dan komennya di sini... 😋😋😋

===========================================================================

"Astaga!"

Jack mendesis kaget ketika keluar dari kamar mandi, ia mendapati Edelia di seberang pandangannya.

Setelah menonton pertandingan Kenan, Edelia mengajak mereka untuk mampir ke bedengannya. Dan karena itulah Jack pun permisi menggunakan kamar mandi Edelia. Sedangkan Edelia berinisiatif membuatkan mereka teh.

"Kamu ngintip saya di kamar mandi ya?" tanyanya dengan raut curiga.

Edelia mengatupkan mulutnya dan menggeleng. "Nggak, Bos. Ini saya lagi buatin teh untuk Bos, Pebri, dan Galih."

Dengan nyengir, Jack mendekati Edelia di meja dapur. Tepat ketika ia selesai mengaduk teh itu.

"Padahal ya kalau kamu mau ngintip juga nggak apa-apa sih. Hehehe."

"Bos!" desis Edelia dengan mata melotot.

"Sorry sorry," kata Jack. "Sebenarnya nggak becanda sih."

Mata Edelia tambah melotot.

"Eh! Ini mulut dasar ya. Tau aja yang jujur." Jack menepuk mulutnya sekali dengan jenaka. "Maksudnya becanda, Del."

Edelia beranjak mengambil nampan dan berkata. "Bos nggak pernah cerita kalau dulu pemain sepakbola."

"Ehm... kamu nggak nanya," kata Jack. "Lagipula, kapan hari itu kan saya pernah nanya apa kamu familiar dengan wajah saya atau nggak di berita olahraga. Eh malah kamu ngira saya presentar acara olahraga."

"Kan saya nggak tau, Bos," kata Edelia seraya meletakkan cangkir teh di atas nampan.

Jack menarik napas dalam-dalam. Bersedekap dan sedikit menyandar di dinding ketika berkata.

"Tapi, rasanya menyenangkan juga. Untuk pertama kali seumur saya hidup saya menemukan orang yang nggak membahas sepakbola saat melihat saya untuk pertama kalinya."

Edelia menoleh ke belakang. "Maaf, Bos."

"Untuk apa minta maaf? Kaki saya juga udah baik-baik aja kok. Asal nggak dipake buat lari kencang dan syok gitu, rasanya biasa aja."

Lalu, sesuatu melintas di benak Edelia. Pada dua minggu yang lalu. Ketika malam di mana Jack menarik dirinya keluar dari pantai. Matanya membesar.

"Ma-Malam itu..." Edelia tergagap. "Waktu malam Minggu waktu Bos ngira saya mau bunuh diri..."

Jack menganga. "Aaah." Ia tergelak. "Nggak apa-apa kok."

"Bos beneran nggak apa-apa?" tanya Edelia khawatir. Ia mendekat dan menundukkan kepalanya. "Saya beneran minta maaf, Bos."

"Aduh!" Jack menggaruk kepalanya. Melihat Edelia menundukkan kepala seperti itu tangannya terasa gatal. Seakan ada dorongan untuk mengelus-elus kan. Tapi, Jack pikir kalau ia mengelus-elus kepala Edelia sekarang, ia malah khawatir kalau nanti Edelia malah ndusel-ndusel ke dia. Kan gawat. Jadi ia hanya berkata pelan. "Ya nggak apa-apa dong. Lagian kalau ini kaki bermasalah lagi, ya pasti aku udah operasi lagi sekarang."

Ehm... Mamma Mia [FIN] 🔞 - Seri 2 SingleparentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang