09

10.9K 1.7K 16
                                    

Jam setengah 5 pagi, kami mulai mendiskusikan tentang petunjuk dari buku Sahargaratta ku. Leo sudah kembali, wajahnya kusut sejak kembali entah dari mana.

Aku sendiri masih dalam pelukan Luke, seraya memakan sarapan ku, dan mendengarkan mereka yang mulai berdiskusi tentang petunjuk tempat dimana  7 batu cahaya berada.

Sudah 20 menit waktu terbuang sia-sia, dan diskusi ini belum juga mendapatkan hasil apapun.

Aku mulai bosan. "Sungai merah." Aku berujar singkat, kemudian kembali memakan sarapan ku, seolah tak terjadi apa-apa.

Ya, aku memutuskan untuk membantu memecahkan petunjuknya, karena diskusi mereka yang tidak kunjung memperoleh sesuatu.

Semua orang menatapku bingung. "Apanya?" tanya Iriana yang duduk di samping ku.

"Tempat batu pertama," jawabku acuh. "Kenapa kau bisa menyimpulkan begitu?" Iriana kembali bertanya.

Semua diam ikut menyimak pembicaraan ku dengan Iriana. "Petunjuknya," jawabku singkat.

"Tunggu dulu, bagaimana kau bisa menyimpulkan isi petunjuk itu mengarah pada sungai merah?" Kini Louise yang bertanya.

Aku menatap sinis nenek sihir jelek itu. "Tentu saja karena aku memiliki otak untuk berpikir," jawabku ketus.

Louise mendengus. "Jadi maksud mu-"

"Bisa kau jelaskan, kenapa kau menduga jika sungai merah lah tempat batu pertama?" Luke memotong ucapan Louise, membuat nenek sihir jelek itu kesal.

Aku menatap Luke dan makhluk lainnya, kecuali Louise yang tengah kesal. "Jika keberadaan batu permata ada di sungai merah, menurut kalian batu apa yang ada di sana?" tanyaku.

"Merah?" Celetuk Iriana. Gaery tampak berpikir sejenak, kemudian mengangguk pelan. "Ya, sepertinya merah." Gaery membenarkan. Chaetna juga ikut mengangguk setuju.

Luke tetap diam.

Tidak, kalian salah
Ini bukan tempatnya
Ini tempat awal mulanya

Carilah tempatnya dan temukan yang bersinar

Untuk kedua kalinya aku membacakan isi petunjuk di buku Sahargaratta ku, kepada mereka.

Mereka diam, memikirkan isi petunjuknya. "Jadi maksud mu, batu pertamanya bukanlah batu merah, sehingga saat pertama datang ke tempat itu kita akan salah menebak?" Louise bertanya memastikan.

Aku mengangguk mantap. Luke dan yang lainnya diam, mencerna kalimat dari Louise.

"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo berangkat sekarang!" seru Luke tampak semangat.

"Tunggu Luke!" Leo yang sedari tadi diam kini bersuara. "Bagaimana mungkin kita akan mempercayai manusia ini semudah itu? Lagi pula dia tak tahu apa-apa tentang dunia Arsga."

Aku melotot menatap Leo.

"Setidaknya kita sudah berusaha, kalaupun itu memang bukan tempatnya, kita bisa memikirkan kembali petunjuk itu," jelas Luke dengan suara tegasnya.

Aku tersenyum lebar, karena mendapat dukungan dari Luke. Leo mendengus kesal.

Melihat semua orang mulai berdiri, aku ikut berdiri. "Au!" ringisku, saat merasakan nyeri di bagian pergelangan kaki ku.

Astaga, rasanya sangat sakit, sungguh.

"Ada apa?" Luke bertanya khawatir. Aku melihat ke arah kaki ku yang ternyata memar, menampakkan warna kebiru-biruan.

"Astaga, kakimu memar!" seru Iriana panik. "Apa kau masih sanggup berjalan?" Luke kembali bertanya. Aku mendengus.

"Tentu saja tidak!"

Bukan aku yang berbicara, tapi Iriana. "Kaki Ellysha memar cukup berat, tentu saja dia akan kesulitan untuk berjalan, yang mulia."

Luke diam tampak menimang-nimang, kemudian mengangguk pelan. "Ya, kau benar," gumamnya pelan. "Baiklah, kalau begitu, aku akan menggendong mu," putus Luke.

Aku menatap lamat Luke, cepat sekali dia mengambil keputusan.

"Tidak!" bantah Louise dengan wajah kesalnya. "Yang mulia, anda seorang pangeran, bagaimana mungkin anda akan menggendong manusia ren-"

"Kakinya terluka, Louise." Luke berujar dingin. "Tapi, anda seorang pangeran!" Louise tak mau kalah.

"Lalu kenapa jika aku seorang pangeran? Tak ada hukum yang melarang seorang pangeran menggendong makhluk lain," jelasnya dengan wajah kesal.

Louise menggeleng. "Tidak pangeran, anda sudah memiliki ksatria untuk melindungi dan membantu anda, biarlah dia yang menggendong manusia itu."

Aku mengerutkan dahiku. Hey, apa-apaan dia?

"Hey, kenapa jadi aku?" protes Leo tak terima. Louise melotot. "Karena kau ksatria pelindung yang mulia, jadi kau harus menjaga yang mulia, bahkan dari manusia rendahan itu."

"Tapi-"

"Hentikan!" Luke berseru menengahi. "Baiklah, Leo apa kau mau membantu menggendong Ellysha?" Luke bertanya.

Leo diam. "Tapi-"

"Tak apa jika kau tidak-"

"Baiklah aku akan melakukannya," putus Leo dengan wajah kesalnya.

"Tapi Luke-" Aku hendak protes. "Tak usah banyak tingkah, sana naik ke punggung vampir sialan itu, kau manusia rendahan!" Louise berseru garang.

"Maaf Ellysha, ini pilihan terbaik." Luke berucap pasrah. Aku mendengus kesal.

Dengan amat terpaksa, kami melanjutkan perjalanan dengan aku di gendongan Leo. Tak sedikit waktu yang kami habiskan untuk mendebatkan hal sepele. Tak sekali dua kali, Luke menegur kami yang berada di barisan paling belakang.

Hey, salahkan saja vampir menyebalkan itu, kenapa pula dia harus menyebalkan?!

TERPILIH (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang