21

9.2K 1.5K 13
                                    

Hari menjelang malam, udara yang semula dingin semakin dingin. Tanganku bahkan sempat menggigil tadi. Tapi, untunglah kami sempat menemukan sebuah gua. Tak terlalu besar, tapi cukuplah untuk kami beristirahat hingga besok pagi.

Karena udara dingin ini tak memungkinkan kami untuk melanjutkan perjalanan. Lagi pula, jangankan aku yang hanya manusia biasa, para makhluk itupun menggigil merasakan udara dingin di luar sana.

Telapak tanganku sedari tak henti-hentinya bergerak, saling menggosok untuk menciptakan hawa panas. Tubuhku meringkuk didalam balutan jubah milik Leo dan Luke.

"Kau masih kedinginan, El?" Iriana tampak cemas melihat ku. Mungkin karena tubuhku masih menggigil. Aku mengangguk pelan.

"Maaf, aku tak memiliki jubah untuk ikut menghangatkan tubuhmu." Gaery menatap ku menyesal. "Tak apa Gaery, itu bukan salahmu." Bukan aku yang berujar, tapi Iriana. Gaery tersenyum tipis, meski aku yakin ia masih merasa tak enak.

CK, kenapa pula di sini sangat dingin sekali sih? Padahal, kan, aku memang tak menyukai dingin.

"Aku punya usulan...."

Kami sontak menoleh menatap Halsyie. Gadis werewolf itu masih diam, menunggu respon kami.

"Usulan apa?" Luke menimpali. Halsyie tampak ragu, dia menatap Leo sejenak, lalu beralih menatap Luke. "Bagaimana jika Ellysha dihangatkan di tubuh Haly? Wujud wolfku."

Eh? Aku? Dihangatkan di tubuhnya? Aku curiga dia ada niat tertentu.

Iriana tersenyum lebar. "Ide bagus Halsyie!" serunya girang. Halsyie tersenyum tipis.

"Baiklah sepertinya memang itu pilihan terakhir yang kita punya," putus Luke.

"Hey, kenapa kalian seenaknya saja memutuskan?!" Aku berseru protes. Enak saja, bagaimana kalau anak itu memiliki niat jahat padaku?

Mengingat dia menyukai Leo yang sepertinya menyukai ku, bisa jadi dia ingin menyingkirkan diriku, kan? Tidak bisa dibiarkan.

"Tapi itu baik untuk mu, El." Gaery menepuk puncak kepalaku pelan. Aku melotot melihat itu, hendak menyumpah serapahinya. Tapi tak jadi, karena rasa terkejut ku lebih kuat, saat melihat tindakan tiba-tiba Leo yang menepis kuat tangan itu.

Leo menatap tak suka Gaery. "Tanganmu menyebalkan," ujarnya kesal.

Gaery mengerutkan dahinya. "Apa maksudmu?" Gaery berujar tak terima. Leo berdecak kesal, ia memalingkan wajahnya.

"Hey sudahlah, jangan bertengkar," lerai Luke menatap Leo dan dan Gaery. Gaery dan Leo kompak bergumam kesal membalas Luke.

Luke menghela napas lelah, dia beralih menatap ku. "Ellysha ini satu-satunya pilihan terbaik, kuharap kau mengerti betapa berartinya kau untuk kedamaian dunia kami." Luke menatapku dengan pandangan memohonnya.

Aku mendengus, kemudian beralih duduk dalam pelukan Haly, wujud wolf Halsyie.

Hawa hangat perlahan mulai merambat menusuk kulit ku. Bulu putih bersihnya yang indah itu terasa sangat lembut menyentuh kulit ku. Aku bergerak gelisah untuk menemukan posisi nyamanku.

Sekilas, kulihat para makhluk itu tampak senang melihat ku yang sudah menemukan kehangatan dalam tubuh Haly. Karena dengan begitu, setidaknya aku tak akan sakit atau lebih parahnya lagi mati kedinginan, karena terlalu lama terpapar suhu dingin, mungkin begitulah pikir mereka.

Cukup lama menikmati kehangatan tubuh Haly, kesadaran ku mulai tergantikan oleh rasa kantuk, hingga akhirnya aku mulai terlelap dalam pelukan hangat tubuh Haly.

***

Author POV

Keheningan menyelimuti, sesaat setelah lelapnya tidur Ellysha. Iriana masih menatap cemas Ellysha, takut-takut jika anak manusia itu tiba-tiba kembali diserang hawa dingin. Yah, meskipun itu mustahil.

Luke masih tak bisa menghilangkan rasa bersalahnya karena telah membawa Ellysha masuk ke dunia mereka, hingga berakhir seperti ini.

Leo menatap was-was Halsyie, takut-takut jika gadis werewolf itu akan menerkam Ellysha yang tengah tidur dengan amat damai.

Gaery tampak tenang dengan mata terpejamnya. Entahlah, mungkin ikut tertidur.

Chaetna senyap dengan tubuh meringkuknya. Sedari siang tadi anak itu menjadi semakin pendiam.

Louise, dia tak henti-hentinya mendengus kesal melihat tingkah laku teman-temannya itu.

Louise mendengus untuk kesekian kalinya. "Oh ayolah, daripada kalian tak istirahat dan sibuk dengan 'kegiatan tak bermanfaat' kalian, lebih baik kita mendiskusikan tentang petunjuk batu kedua," tuturnya yang sudah tampak kesal.

Para makhluk itu kompak menoleh. "Ya, kau benar, mari kita diskusikan mengenai petunjuk batu keduanya." Semuanya mengangguk mendengar ucapan Luke.

"Sebenarnya, aku sempat mengamati bentuk-bentuk semua tumbuhan disini, dan kalian tahu? Semuanya tampak aneh, selama aku hidup, aku tak pernah melihat semua tumbuhan di hutan ini, sungguh." Gaery menatap serius kelima makhluk di depannya.

"Satupun tak ada?" Iriana memastikan. Gaery mengangguk mantap. "Jika begitu, bagaimana kita akan menemukan 'tumbuhan aneh' yang di maksud buku Sahargaratta?" Louise menunduk, ia bergumam pelan.

"Mudah saja, tinggal kau balik."

Semua menoleh, menatap Leo yang baru saja berujar dengan amat acuhnya.

Ya, sedari awal anak itulah yang paling santai dalam perjalanan ini, bahkan terkesan tak perduli.

"Apa maksudmu?" Louise menatap tajam Leo, menandakan jika dia sedang amat serius.

Leo mengedikkan bahunya. "Jika semua tumbuhan yang dilihat Gaery adalah tumbuhan aneh dan tak pernah tumbuh di tempat lain, kita cari saja tumbuhan  yang sering kita lihat dan sering tumbuh di tempat lainnya." Leo menjelaskan dengan wajah malasnya.

Luke mengerutkan dahinya. "Maksudmu, tumbuhan di hutan ini adalah jenis tumbuhan yang tak pernah tumbuh di tempat lain, sehingga jika ada tumbuhan dari tempat lain tumbuh di hutan ini, maka tumbuhan itu adalah tumbuhan yang aneh, begitu?" Luke menatap Leo dengan dahi berkerutnya.

"Ya begitulah," balasannya singkat. Matanya sudah terpejam sedari tadi.

"Tunggu dulu, aku masih belum mengerti." Iriana menatap Luke, berharap Luke mau menjelaskannya sekali lagi.

Louise mendengus. "Dasar makhluk bodoh!" sinisnya menatap Iriana.

Iriana menatap sengit Louise, lalu memalingkan wajahnya dengan perasaan kesal.

"Intinya kita akan mencari tumbuhan yang kita kenal dan sering tumbuh di tempat lain," jelas Gaery singkat. Iriana menoleh menatap Gaery, Ia mengangguk paham. "Terimakasih," tuturnya dengan senyum tipis. Gaery ikut tersenyum membalasnya.

TERPILIH (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang