Sekitar lima belas menit berjalan menyusuri hilir sungai, aku dan Leo tetap tak menemukan apa-apa. Tak ada yang 'sesuatu yang bersinar', yang kami temui.
Eh? Tunggu dulu!
Aku menoleh menatap Leo. "Apakah kunang-kunang tadi termasuk sesuatu yang bersinar?" tanyaku.
Leo ikut menoleh. "Entahlah, tapi, kemungkinannya cukup kecil, sepertinya sesuatu yang bersinar itu adalah sesuatu yang tak lazim," Leo menjelaskan.
Aku menghela napas. "Baiklah," pasrahku.
Leo mengernyitkan dahinya. "Kau lelah? Mau istirahat dahulu?"
Aku ikut mengernyitkan dahiku. Hey, mana mungkin seorang Leo akan sebaik ini? Aku memicing menatap penuh selidik Leo.
Leo mendengus melihat tatapan penuh selidik ku. "Aku sungguh ingin menawarimu istirahat, jika tak suka yasudah." Leo kembali berjalan dengan wajah kesalnya.
Aku ikut mendengus. Kenapa pula dia harus kesal? Jika sungguh ingin menawariku, kan bisa jelaskan baik-baik agar aku tak salah paham.
"Hey tunggu!" Aku menarik tangan Leo. Leo hanya bergumam. Ck, kenapa dia jadi sok sekali? Menyebalkan!
"Baiklah kita istirahat sebentar, aku sudah lelah, kakiku juga mulai sakit kembali." Aku menunduk menatap kaki ku, yang sebenarnya sudah terasa nyeri sedari tadi.
Leo berbalik. Dia berjongkok di depan kakiku.
Eh? Hey, apa yang dia lakukan?!
"Hey, kau mau apa?!" Aku menarik mundur kaki ku. Bisa jadi dia ingin berbuat yang tidak-tidak padaku, kan? Aku harus selalu waspada.
Leo mendongak, ia menatapku malas. "Aku hanya ingin memastikan kakimu tak semakin parah, bodoh!"
Aku melotot garang. Apa-apaan dia, kenapa malah membentakku? Dan apa katanya tadi? Bodoh? Ck, tidak tahu saja dia, jika aku selalu meraih juara umum di sekolah.
"Sudahlah, ayo istirahat sebentar." Leo mendudukkan diri di atas rumput di tepi sungai. Aku bergeser sedikit menjauh dari Leo, kemudian ikut duduk dia atas rumput.
Aku menoleh, menatap Leo yang kini menundukkan kepalanya. Aku tak tahu apa yang tengah dipikirkan makhluk itu. Tapi, wajahnya terlihat sedih, amat samar, hingga aku tak yakin akan tebakanku itu.
Leo mengangkat wajahnya, ia menoleh menatap ku. "Boleh aku melihat kalung mu?" Leo menatap ku tanya.
Aku mengernyit. "Kalung yang mana?" Aku balik bertanya.
"Kalung yang kau ambil dari tepi air terjun, kemarin malam," jelas Leo.
Aku menatap terkejut makhluk itu. "Kau-" Aku menghentikan ucapanku, tak sanggup untuk melanjutkannya.
"Aku tak tidur kemarin malam, sama seperti mu, dan aku melihatnya, semuanya." Leo menatapku dengan wajah seriusnya.
Aku menelan ludahku kasar. Dengan gerakan pelan, aku melepaskan kalung berbandul 'mutiara hitam', yang kutemukan kemarin malam.
Leo menerimanya, ia memperhatikan dengan intens kalung itu. "Kau tahu? Orang-orang menyebut kalung ini kalung kegelapan." Leo menatap ku.
Aku tetap diam, menunggunya melanjutkan bicara. "Kalung ini memiliki pasangan, namanya kalung cahaya, memiliki bandul berwarna putih."
"Namun, mereka keliru, karena apa yang mereka lihat bukanlah yang sebenarnya." Leo tersenyum tipis, ia menyerahkan kalung itu padaku.
Aku hendak menerimanya. Tapi, Leo menarik kembali tangannya. Aku mengernyit, hendak protes padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPILIH (Lengkap)
Fantasy(Petualangan - Fantasi) Namanya Ellysha Seinna Rajasa, seorang gadis remaja yang amat menyukai dunia fantasi dan hal-hal berbau misteri. Sifatnya galak dan sombong hingga membuatnya tak disukai banyak orang. Suatu hari, saat ulang tahunnya yang ke e...