22

9.1K 1.5K 41
                                    

Dalam gelapnya hutan, dengan kabut tipis yang menyelimuti, matahari mulai mencuri-curi celah, untuk menelisik masuk kedalam gua.

Louise yang pertama kali membuka matanya, Ia lekas membangunkan Luke yang tertidur cukup jauh dari tempatnya.

Cukup sekali, Luke sudah bangun. Begitu pula dengan makhluk lainnya, semua langsung terjaga begitu ada yang membangunkan mereka.

Mungkin karena insting mereka yang sudah terasah tajam.

Louise mendengus saat melihat makhluk terakhir yang harus ia bangunkan. Makhluk bernama manusia, makhluk menyebalkan yang tidak tahu sopan santun.

Begitulah sekiranya, Ellysha di mata Louise.

Tangannya yang hendak menyentuh Ellysha terhenti. Sebuah tangan menahannya. Louise menoleh menatap Luke, si pelaku yang menghentikan gerakannya. "Biarkan dia istirahat sebentar lagi, dia pasti sangat kelelahan."

Louise menghela napas, tak mampu membantah perintah sang pangeran. "Baiklah," ujarnya pasrah. Luke tersenyum tipis. "Terimakasih Louise."

Louise mematung. "I-itu bukan apa-apa," ujarnya salah tingkah. Luke terkekeh pelan, ia berlalu menemui Gaery.

"Ayo!" ajaknya. Gaery mengangguk, mereka berjalan beriringan keluar gua.

"Pangeran tunggu!" Louise berseru memanggil Luke, begitu sadar akan keterkejutannya yang mendapatkan senyuman dari Luke.

Luke dan Gaery berhenti, mereka menoleh menatap Louise. "Ada apa, Louise?" tanyanya.

"Anda mau kemana?" Louise bertanya ragu-ragu. "Jika ingin pergi, biarakan Leo ikut, setidaknya agar ada yang melindungi anda, pangeran." Louise menunduk, wajahnya memerah.

Luke kembali tersenyum. "Tidak, Leo harus tetap disini untuk menjaga kalian, kami tak akan pergi jauh. Bantulah Leo, Louise, aku percaya padamu." Luke berlalu pergi bersama Gaery, meninggalkan Louise yang kembali mematung.

"Wah, sepertinya ini pagi yang penuh bunga." Iriana berujar dengan tampang malasnya, menyindir Louise dan Leo.

Ya, Leo!

Saat Louise dan Luke sedang terjebak perbincangan yang melibatkan perasaan.

Leo justru mengambil alih memeluk Ellysha, menggantikan Haly yang hendak berubah wujud menjadi Halsyie.

Seperti biasa, Ellysha tak akan terusik sedikit pun akan pergerakan itu. Mungkin jika ada yang menikamkan pisau ditubuhnya ia tak akan bangun hingga napasnya benar-benar berhenti.

Astaga! Berdoa saja semoga itu tidak akan terjadi.

Louise menatap tajam Iriana yang kini tengah sok sibuk menyiapkan perlengkapan untuk memasak, bersama Chaetna dan Halsyie. "CK, dasar tidak sopan!" Iriana hanya mengedikkan bahunya, seakan tak mendengar apapun.

***

Ellysha POV

Cahaya silau membuat tidurku terganggu. Aku mengerjap menyesuaikan penglihatan ku. Kesadaranku masih belum sepenuhnya terkumpul.

Eh? Tunggu dulu!

Aku mendongak, mataku melotot saat menyadari jika aku sedang tidur dalam pelukan makhluk menyebalkan.

"Apa?" ujarnya dengan wajah malas, seakan tak terjadi apa-apa.

Sedetik.

Dua detik.

Tiga detik.

"AAAAAAAAAAAAA."

Aku berteriak kencang dan langsung berdiri menjauh diri dari makhluk menyebalkan itu.

"Hey berhentilah berteriak!" Dia menutup telinganya, sedikit meringis mendengar teriakkan ku.

Astaga! Bagaimana mungkin aku bisa tidur dalam pelukan Leo?! Benar-benar memalukan.

Aku menatap tajam vampir menyebalkan itu. "Kenapa aku bisa tertidur di pelukan mu?! Bukankah semalam aku berada ditubuh hangat Haly?!"

Leo mendengus. "Hey, yang ikut dalam perjalanan ini semuanya harus bekerja, hanya kau saja yang tidak. Jadi tentu saja dia harus bangun pagi untuk bekerja membantu yang lain."

Aku melotot garang, bagaimana mungkin dia berkata seperti itu? Padahal jelas-jelas dia pun tak melakukan apa-apa. "Kau tidak punya kaca ya? Kau juga tidak melakukan apa-apa, bodoh!" teriakku tak terima.

Leo mengerutkan keningnya. "Tidak melakukan apa-apa?" ujarnya membeo. "Hey, tugasku yang paling berat diantara yang lainnya tahu. Karena aku harus memeluk ratu tidur menyebalkan yang tidak tahu terimakasih, agar ratu itu tetap hangat dalam dinginnya udara."

Aku semakin melotot mendengar ucapannya itu. "Kau menyebalkan!" Aku menghentakkan kaki, kemudian berlalu meninggalkan Leo yang kini menatap ku malas.

Aku menatap sekitar gua. Aku baru sadar, jika hanya ada aku dan Leo di gua. Mungkin seperti yang dikatakan Leo, semuanya sedang bekerja, entah itu mencari makanan, kayu bakar, atau mungkin hanya sekedar memastikan keadaan sekitar aman.

Aku sendiri memilih untuk melihat-lihat di sekitar gua. Bisa jadi aku akan menemukan tumbuhan aneh yang dimaksud buku Sahargaratta.

Ya, walaupun itu mustahil sih.

Sepanjang perjalanan, yang kulihat hanya semak belukar dengan duri tajam di batangnya. Tak ada tanaman yang mungkin masuk kedalam kriteria tanaman aneh yang dimaksud buku Sahargaratta.

Cukup jauh aku melangkah. Aku berbalik hendak kembali ke gua, atau aku akan semakin jauh dari tempat itu yang kemungkinan besar akan membuat ku tersesat.

Namun, langkahku terhenti. Degup jantung ku melaju cepat. Napasku tertahan sejenak. Aku menelan ludahku kasar.

Hey lihatlah, tiga serigala besar yang kemungkinan adalah serigala yang kemarin menyerang kami, kini muncul di hadapanku. Melangkah pelan dengan geraman menyeramkannya.

Astaga! Bagaimana ini?! Aku tak bisa beladiri, aku juga tak memiliki sihir. Bagaimana aku bisa melawannya??

Aku hanya bisa melangkah mundur saat para serigala itu melangkah maju. Setidaknya mengundur waktu sampai aku menemukan cara untuk melarikan diri, atau mungkin sampai ada yang datang menyelamatkan ku.

Namun, langkah mundur ku itu harus terhenti saat punggung ku menabrak sebuah pohon besar.

Seakan tahu keadaan ku, tiga serigala besar itu kompak melompat hendak menerkam ku. Aku membeku ditempat, tak dapat melakukan apapun.

Aku akan mati!!

Mataku enggan tertutup, terus menyaksikan gerakan para serigala itu yang semakin mendekat.

Namun, mataku langsung membulat sempurna, saat tiba-tiba tiga serigala itu jatuh berdebum ke tanah. Tiga serigala itu menggeram kesakitan, auman-auman pilunya terdengar memenuhi hutan penuh kabut di sekitar ku. Mereka tampak sangat kesakitan. Badan besar mereka tak bisa diam, terus meliuk-liuk seakan tengah mengusir rasa sakit yang mereka alami.

Nafasku masih tak beraturan, keringat dinginku mulai mengucur deras di dahiku. Badanku mulai gemetaran.

Sepersekian detik, keadaan menjadi lenggang. Tak ada lagi geraman kesakitan, tak ada lagi auman pilu.

Tubuhku membeku seketika dengan napas tertahan.

Para serigala itu mati....

Bagaimana mungkin?

TERPILIH (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang