Pengawas Ujian

2 0 0
                                    

Satu pekan berlalu sejak kembali dari KKN, sekolah sibuk menyiapkan ujian untuk kelas sembilan. Aku senang dan sedih. Senang karena kelas sembilan akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Sedih, aku tak fapat bertemu mereka lagi untuk bertatap muka di kelas. Sudah aku katakan bahwa kelas sembilan kelas favoritku. Aku rasa apa yang aku bagi kepada mereka belum maksimal. Saat sedang asyik mengajar, kampus malah menyuruh KKN dan terpaksa posisiku di ganti. Baru pulang sepekan, eh malah sudah mau ujian saja. Hmmm ... singkat sekali.

***

Ujian sekolah tiba. Anak kelas tujuh dan kelas delapan dirumahkan. Begitu pula aku, ikut dirumahkan. Hanya beberapa guru penting dan senior saja yang menjadi panitia ujian sekolah.

Sekolah kami adalah sekolah swasta. Muridnya sedikit. Jadi, wajar saja jika hanya memfungsikan sedikit guru. Logikanya, itu cukup efektif.

***

Ada jeda sepekan antara ujian sekolah dan ujin nasional. Siswa yang dirumahkan, sekolah kembali. Kelas sembilan juga masuk. Aku hanya mengajar di kelas tujuh dan kelas delapan. Untuk kelas sembilan, aku sudah menyerahkannya kepada Mbak Yuki.

***

Jadwal pengawas ujian nasional sudah ditetapkan. Seperti sebelumnya, tak ada namaku di sana. Ya, maklum. Aku hanya seorang guru baru. Ini berlaku dengan guru-guru lain khususnya yang masih muda. Ibarat kata, jadwal pengawas hanya untuk guru senior.

Malam hari saat ujian nasional hari pertama, kepala sekolah menghubungiku. Beliau memintaku untuk menjadi pengawas pengganti pada esok hari, hari kedua ujian nasional. Ada seorang pengawas yang tak dapat hadir. Ya, sudah menjadi nasib untuk menjadi 'ban serep'.

Aku tak ada alasan untuk menolak. Toh juga aku senang. Selama ini aku hanya menjadi yang di awasi. Namun besok, aku akan mengawas. Seperti minpi rasanya bisa mencapai tahap ini. Akhirnya, aku merasakan kegiatan penting saat menjadi guru.

Hari kedua ujian nasional tiba. Aku telah siap pagi menyingsing. Ih ya, sekolah akan pindah ke shift pagi saat melakukan ujian. Dinginnya pagi tak menjadi hambatan. Aku melajukan sepeda motorku dengan cepat.

Sesampainya di sekolah, aku lihat wajah-wajah asing. Asing karena tak pernah bertemu sebelumnya. Ada beberapa guru yang tak aku kenal namanya. Wajar saja, jadwal mereka tak pernah beririsan dengan jadwal mengajarku.

Mereka yang tak aku kenal itu, menatapku dengan tajam. Mungkin mereka bertanya siapa aku ini. Perempuan muda dengan sepatu chacts, memakai blezer yang terbalut jilbab panjang. Tak seperti penampilan guru pada umunya. Ya, itulah aku. Kepala sekolah untungnya tak pernah protes dengan penampilanku. Aku bersyukur, sekolahku saat ini terbilang cukup santai masalah pakaian guru. Mesku terkadang aku iri kepada teman-temanku yang telah mengajar di sekolah lain. Mereka yang diwajibkan memakai ini itu, dan mendapat seragam khusus. Ah ... kaku sekali.

***

Aku tak sempat mengobrol dengan mereka yang asing itu karena bel masuk sudah berbunyi. Hari itu aku juga datang sedikit terlambat. Hanya ada waktu 15 menit saja sebelum bel masuk.

"Ris, kamu gantikan Bu Mala ya. Beliau mengawas di ruang dua bersama Ibu Syaroh," titah kepala sekolah kepadaku yang tak beranjak dari kursi.

"Oh, iya, Pak. Baiklah," jawabku dengan penuh semangat.

Aku tak tahu mana yang bernama ibu Syaroh saat itu. Aku hanya melihat guru yang membawa map dengan tulisan R2 yang aku ikuti. Aku pikir itu kode untuk ruang dua. Ya, aku benar. Guru yang memegang map R2 itu adalah Ibu Syaroh.

Aku berjalan berdampingan dengan Ibu Syaroh menuju ruangan. Ruangan terbagi menjadi tiga. Kok ada banyak? Bukankah kelas sembilan di sekolah hanya ada satu kelas saja? Ya, betul memang. Itu tambahan siswa dari sekolah lain yang menginduk pada sekolah kami. Oh, rupanya ....

Kami masuk ke ruangan. Aku lihat ada beberapa anak favoritku di sana. Mereka tersenyum kepadaku. Aku membalasnya. Seperti ujian pada umunya, anak-anak melakukan do'a terlebih dahulu. Barulah selanjutnya dilanjutkan dengan pembagian soal. Kami saling berbagi tugas. Ibu Syaroh membagikan lembar jawaban, ednagkan aku membagikan soal.

Setelah terbagi, kami melanjutkan dengan mengisi berita acara dan mengedarkan absensi. Aku memilih mengedarkan absensi. Aku tahu, itu harus berkeliling meja satu per satu. Sangat tak etis, jika bu Syaroh yang lebih senior melakukannya.

Jujur, aku sangat canggung. Ini adalah yang perdana bagiku. Perdana yang hebat. Tiba-tiba langsung mengawas ujian nasional. Ujian inti dalam kelulusan. Aku bingung bagajmana haru bersikap. Durasi pengawasan cukup lama yaitu 90 menit. Apa aku bisa bertahan selama itu dengan kecanggungan ini? Hmmm ... entahlah.

Lima belas menit telah berlalu. Semua absesnsi sudah penuh dengan tanda tangan. Aku kembali duduk di meja pengawas. Tepat bersebelahan dengan Ibu Syaroh.

Lima menit telah berlalu. Percakapan belum terjadi diantara kami. Situasi ini sangat tak nyaman. Aku tak yakin bisa melewati tugas pengawasan ini dengan senang. Aku mulai mencari kesibukan. Aku menjadi CCTV bagi anak-anak. Aku berusaha mengahafal nama-nama mereka. Tujuannya, saat mereka melakukan hal aneh aku akan langsung menyebut namanya.

Aku melihat salah satu anak sibuk menoleh kepada temannya yang lain. Aku mencari tahu namanya. Setelah dapat, aku memntaunya terlebih dahulu. Jika dia melakukannya lagi, maka aku akan menegurnya.

Anak itu mengulanginya lagi. Sonntak saja, aku langsung menyebutkan namanya. Semua anak menoleh padanya. Ah ... aku kejam sekali. Aku juga sudah bersikap sok sekali saat itu.

Aku tak dapat berdiam diri melihat hal itu. Karena semasa sekolah aku tak pernah melakukan itu saat ujian. Aku hanya mencoba memahami perasaan anak lain. Itu saja.

Setelah tindakan yang aku lakukan itu. Bu Syaroh mulai membuka percakapan. Kami mulai mengobrol. Dari obrolan itu, aku tahu bahwa Bu Syaroh orang yang cukup asyik.

Newbie TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang