Pagi telah tiba, aku segera bergegas bersiap ke sekolah. Pada hari kedua akreditasi ini, kepala sekolah meminta semua guru memakai pakaian batik. Batik masing-masing, bukan batik sekolah.
***
Tepat pukul tujuh aku sudah tiba di sekolah. Dengan ransel yang penuh dan sebuah kantong plastik hitam yang terisi penuh di tangan, aku masuk ke kantor. Hal itu sukses membuatku menjadi pusat perhatian.
"Eh, Risa, bawa apa? Banyak banget," tanya salah satu guru dengan penasaran.
"Oh, ini, Bu. Alat peraga mengajar hari ini,"
"Wah, nampaknya Risa sudah mepersiapkannya nih. Pak Kepsek, nanti pengawasnya masuk kelas Risa satu, ya!" Sergah Ibu Erna yang juga di minta kepala sekolah untuk bersiap mengajar hari itu.
"Hadeuh, kok gitu, Bu. Janganlah! Aku kan masih baru, Bu. Belum berpengalaman, nanti penilaian pengawas tak baik ke sekolah kita gara-gara aku," Aku menimbali pembicaraan Ibu Erna.
"Nah, pokoknya kalian bertiga harus bersiap. Kita juga tak tahu kelas mana yang akan di nilai oleh pengawas," tambah kepala sekolah.
Aku sedikit curiga. Apa jangan-jangan kepala sekolah terpengaruh dengan perkataa Ibu Erna tadi? Entahlah, aku melihat senyuman yang berbeda dari bibirnya. Deg ... seketika jantung berpacu dengan kencang.
***
Bel masuk berbunyi. Aku dan kedua guru yang mendapat titah mengajar hari itu, masuk ke kelas yang telah ditetapkan sebelumnya. Lagi, karena barang yang aku bawa, aku kembali menjadi pusat perhatian para siswa. Sepanjang melewati koridor kelas-kelas, para siswa menyapaku kemudian bertanya akan barang yang aku bawa. Mereka juga penasaran.
Aku hanya merespon mereka dengan senyuman. Aku sudah malas menanggapinya.***
Setibanya di kelas 7A, aku segera memasang alat peraga yang aku bawa. Aku sengaja melakukannya sendiri tanpa meminta bantuan para siswa. Menurutku, hanya aku yang tahu posisi yang pas untuk itu. Jadi, selagi bisa, lebih baik mengerjakannya sendiri.
Setelah selesai, barulah aku menyapa mereka. Dilanjutkan dengan kegiatan berdo'a. Setelah itu, aku menjelaskan kepada mereka rencana mengajarku hari itu. Mereka aku berikan kode. Aku juga mengatur mekanisme kegiatan yang akan dilakukan. Tujuannya, agar sesuai dengan yang aku ekspektasikan. Maklum saja, jika tidak di atur seperti itu, nanti pembelajaran menjadi tidak aktif. Belum lagi, mereka tak terbiasa dengan teknik belajar seperti rencanaku di RPP yang mengharuskan mereka aktif di kelas dan menyelesaikan masalah. Memang kelas tujuah sudah menerapkan kurikulum 2013, namun itu tidak berlaku pada proses pembelajaran. Masih guru yang menjadi pusat pembelajaran. Ya, praktiknya masih seperti KTSP.
KAMU SEDANG MEMBACA
Newbie Teacher
General FictionMengajar adalah suatu pekerjaan yang mulia. Ada amal di setiap ilmu yang disampaikan. Mempunyai guru yang menyenangkan adalah dambaan setiap murid. Matematika adalah pelajaran yang paling tak disukai dan ditakuti oleh kebanyakan murid. Novita adala...