Sudah menjadi kebiasaan saat berkumpul bersama guru lainnya, obrolan dan candaan terjadi. Mulai dari obrolan ringan sampai obrolan berat. Tidak hanya guru saja, kepala sekolah juga ikut mengobrol bersama. Ia rela pindah ke ruang guru.
***
Saat siang sebelum rapat dan hanya ada beberapa saja yang berada di ruangan, kepala sekolah sering mengajak kami berbincang. Bincang ringan namun serius. Kira-kira seperti itu.
Mbak Tiwi, Ibu Yoona, dan kepala sekolah adalah rekan di sekolah yang datang lebih awal. Kepala sekolah membuka perbincangan.
"Sepertinya tahun ini kita akan punya dua kelas untuk kelas tujuh. Yang daftar 56 siswa. Berarti nanti akan ada wali kelas tambahan," Ujarnya sembari merapikan pakaian yang ia kenakan.
"Alhamdulillah, bagus itu. Artinya sekolah kita ada peningkatan. Saya mau ngajar aja. Suruh yang muda aja jadi wali kelas," Ujar Ibu Yoona.
"Hehe ... bisa, Bu. Kan juga seharusnya seperti itu, mengingat kita sudah menerapkan kurikulum 2013. Raportnya pakai aplikasi di komputer," Sahut kepala sekolah.
"Nah, mungkin Risa bisalah nanti melakukannya. Siap-siap ya! Bapak akan ajukan di rapat nanti," Sambung kepala sekolah.
"Hadeuh ... Pak. Saya kan masih baru, belum ada pengalaman. Apalagi menjadi wali kelas yang akan bicara di depan wali murid. Aku gak pandai bicara, Pak. Hehe ...,"
"Nah, kita tidak punya lagi kandidat. Seperti yang dikatakan Bu Yoona tadi, memang pas yang muda. Tahu sendirilah Risa, guru-guru banyak yang sudah senior. Untuk masalah IT agak kurang. Coba dulu aja ya! Nanti konsultasi saja dengan Bu Tiwi,"
"Hmmm ... baiklah, Pak jika itu kondisinya,"
"Nah, seperti itu dong,"
Kami tertawa bersama. Aku juga tak tahu apa mereka menertawakan ucapanku tadi. Aku tahu maksud kepala sekolah, ia ingin mendorongku bergerak maju. Tapi, menurutku, ini terlalu cepat untuk aku yang baru beberapa bulan ini bergabung. Apa ini bentuk kepercayaan kepala sekolah kepadaku? Entah juga ....
Sejak perbincangan itu, otakku mulai berpikir. Apa yang akan aku lakukan saat menjadi wali kelas nanti? Bagaimana cara aku memahami mereka anak-anakku nanti? Bagaimana aku menghadapi orang tua mereka? Bisakah aku? Yaa Allah ... aku tak yakin. Aku tak mau nanti aku bersikap tak adil. Aku tak mau ada anak yang merasakan rasa sepertiku dulu. Rasa terabaikan oleh wali kelas karena aku yang biasa-biasa saja di kelas. Aku tak mau itu terjadi juga pada salah satu mereka nanti. Itu sebenarnya yang membuat aku menolak permintaan kepala sekolah tadi.
Namun, jika melihat kondisi sekolah. Rasanya kepala sekolah sudah menaruh harapan dan kepercayaan penuh kepadaku akan hal itu. Ya, sudahlah. Bismillah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Newbie Teacher
General FictionMengajar adalah suatu pekerjaan yang mulia. Ada amal di setiap ilmu yang disampaikan. Mempunyai guru yang menyenangkan adalah dambaan setiap murid. Matematika adalah pelajaran yang paling tak disukai dan ditakuti oleh kebanyakan murid. Novita adala...