Delapan standar sudah tersusun dengan rapi di atas meja. Meja-meja sudah di kemas rapi dengan balutan sprei ala meja presmanan. Beberapa piring buah dan gelas-gelas cantik tertata manis di atasnya. Sudah lengkap. Tinggal menunggu pegawas bertandang.
Guru-guru sudah banyak yang datang. Kami semua memakai dresscode yang sama yaitu hitam putih. Ah ... terasa ospek lagi. Tapi aku senang, akhirnya kami semua bisa kompak.
Sekolah kami pindah waktu belajar. Pada hari akreditasi seluruh warga sekolah masuk pagi. Ini semua sengaja dilakukan untuk menyambut pengawas. Pengawas mengharuskan kami mengubah itu selama masa akreditasi.
Akreditasi dilakukan selama dua hari berturut-turut. Hari pertama pengawas akan memeriksa delapan standar. Sedangkan hari ke dua, mereka akan mengamati secara langsung di kelas proses belajar mengajar serta memeriksa seluaurh tempat di sekolah seperti laboratorium, perpustakaan, dan lainnya.
***
Tepat pukul tujuh pagi, bel masuk berbunyi. Semua siswa masuk di kelas, kemudian beberapa guru memberikan informasi terkait kegiatan hari ini. Biasalah, pencitraan. Demi meningkatnya akreditasi sekolah.
Tepat pukul delapan, sebuah mobil hitam masuk ke halaman sekolah. Kepala sekolah datang untuk menyambutnya. Pengawas telah tiba. Semua guru terkesiap. Nampak kegugupan hadir di wajah mereka, khususnya para guru senior di amanahkan memegang standar.
Dua pria berbadan tegap masuk keruangan. Kemeja batik dan sepatu necis menjadi sorotan tiap mata yang memandang. Ya, itu pengawas akreditasi hari itu di sekolah.
Kedua pria itu duduk pada kursi khusus yang telah kami sediakan dan telah kami beri nama juga sebelumnya. Kepala sekolah duduk berdampingan pada salah satu pengawas. Akreditasi di mulai. Kepala sekolah membukanya kemudian pengawas melakukan umpan balik. Suasana menjadi tegang. Pengawas mengetahui itu. Beliau pun mencairkan suasana dengan guyonan kecil yang sukses membuat tertawa semua orang di ruang kantor.
***
"Baik, Bapak dan Ibu sekalian. Kita mulai saja akreditasi hari ini. Hari ini, kita akan memeriksa delapan standar terlebih dahulu. Tolong meja khusus pemeriksaan di siapkan," Ucap pengawas kepada semua hadirin.
Semua guru bergegas menyiapkan itu. Para panitia delapan standar bergantian masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Tapi, tunggu, ada yang kurang. Panitia bagian standar sarana dan prasarana belum hadir. Kak Rian. Dia belum hadir. Bagaimana sih? Ini hari penting.
Mengetahui hal itu, kepala sekolah langsung menelpon kak Rian untuk menanyakan keberadaannya sekarang. Singkat cerita, kak Rian tak bisa hadir. Ia tengah mengikuti wawancara di suatu perusahaan. Ya, kak rian hendak membanting stir dari dunia pendidikan.
Tugas kak Rian segera digantikan oleh guru lain. Kepala sekolah yang meminta. Meskipun dalam kondisi tak tenang, alhamdulillah pemeriksaan delapan standar selesai dan berjalan cukup baik.
***
"Alhamdulillah, pemeriksaan hari ini selesai. Kita lanjut besok untuk proses belajar mengajar. Terimakasih atas kerjasamanya," tungkas pengawas mengakhiri pertemuan.
Mereka pergi meninggalkan sekolah, di antar oleh kepala sekolah. Keadaan dalam kantor mendadak ramai. Kak Rian menjadi topik pembicaraan. Hal itu wajar saja. Kepergian kak Rian sangat mendadak. Sampai tak sempat untuk berpamitan.
Aku juga merasa demikian. Baru juga kemarin aku bisa akrab dengannya, malah sudah mah pergi saja. Aku maklum akan hal itu. Alasan akan kepergiannya dari dunia pendidikan. Kak Rian sudah berkeluarga. Banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Menjadi seorang honorer tak mencukupi untuk orang seperti kak Rian yang telah menjadi seorang kepala keluarga. Kepala sekolah aku rasa juga tahu itu. Itu jalan yang di pilih kak Rian. Biarlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Newbie Teacher
General FictionMengajar adalah suatu pekerjaan yang mulia. Ada amal di setiap ilmu yang disampaikan. Mempunyai guru yang menyenangkan adalah dambaan setiap murid. Matematika adalah pelajaran yang paling tak disukai dan ditakuti oleh kebanyakan murid. Novita adala...