Sayup terdengar suara adzan subuh berkumandang, Deeva mengerjapkan matanya melihat ke arah jam di dinding kamarnya.
Deeva bangkit dari tidurnya dan beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan kewjibannya. Masih terngiang di telinganya kata demi kata yang terucap dari bibir Ayahnya, kembali ia meneteskan Air matanya dan bersimpuh kepada Rabbnya.
"Ya Allah jika ini adalah jalannya aku bisa apa, hamba ikhlas menerima takdirku meski hamba tidak bisa menjalaninya dengan semestinya."
Di kamar lain Wira pun bersimpuh di hadapan Rabbnya memohon petunjuknya.
"Ya Allah jika takdirku hidup berdampingan dengannya, bukalah pintu hati kami agar bisa menerima semua ketentuanmu dengan ikhlas."
Hingga pagi menjemput matahari Deeva dan Wira masih betah duduk di atas sajadah di kamarnya masing-masing.
Dering ponsel Deeva mengagetkannya, Deeva bangkit dari duduknya dan meraih ponselnya di atas nakas, ternyata telpon dari Dian yang akan menjemputnya untuk ke kampus.
Deeva membangunkan Aif dari tidurnya dan memandikannya, begitu juga dengan Alayya yang sedari tadi terbangun.
Kini dua kurcacinya sudah rapi dan harum, masih dengan kecanggungannya Deeva menggendong baby Alayya dengan Aif di tuntunnya menuruni satu persatu anak tangga menuju ke ruang makan untuk sarapan, dengan matanya yang kelihatan sembab.
"Ayah ... Bunda, aku sarapan di kampus aja ya Dian uda nunggu di depan Soalnya," Pamitnya tanpa mengucapkan pamit ke Wira yang sudah duduk mengunyah sarapannya.
"Kamu mau ke kampus dengan muka kusut dan mata sembab gitu Nak?" tegur Bundanya yang sangat mengkhawatirkan keadaan putrinya, begitupun dengan Ayahnya dan Wira,
"Kamu ijin aja untuk hari ini Va," timpal Wira.
"Deeva enggak bisa Om, ada tugas soalnya. Deeva pamit ya," ucapnya, lalu segera berlalu karena tidak ingin berlama-lama berada di dekat Wira.
Dian yang sudah menunggunya, menatap heran dan juga prihatin kepada Deeva yang sudah duduk di sampingnya.
"Kamu yakin Va ke kampus dengan keadaan seperti ini?"
Deeva hanya memejamkan matanya, karena masih merasa pusing akibat kurang tidur semalam.
"Berangkat aja yuk, Dii."
Tanpa kata lagi Dian melajukan mobilnya keluar dari pekarangan kediaman Maulana. Sebenarnya Deeva ingin membolos sehari saja tapi dia tidak ingin Dian ikut-ikutan membolos, dan terlanjur janji juga agar bareng ke kampus.
Setibanya di kampus semua tatapan Mahasiswa dan siswi menatap heran ke arah artis kampus mereka yaitu Deeva karena penampilannya yang biasa rapi, kini terkesan urakan dengan wajah kusutnya dan mata sembabnya.
Di kelas pun dijam mata kuliahnya, Abidzar hanya diam memperhatikannya tanpa menegurnya yang tidak memperhatikan mata kuliahnya, yang hanya dilakukan Deeva merenung dan kadang menitikan air mata yang membuat Abidzar merasakan sedihnya.
"Apa yang membuatmu sesakit ini Adeeva? apa kekasihmu yang membuatmu seperti ini?" batin Abidzar.
Ingin rasanya Abidzar menghampiri Deeva di bangkunya dan menyeka setiap bulir air matanya yang menetes, tapi dia tidak bisa melakukannya.
"Sepertinya aku mencintaimu Deeva" batin Abidzar.
Mata kuliah Abidzar sudah berakhir, Deeva yang sudah tidak ada gairah belajar lagi merapikan bukunya dan memasukkan ke dalam tasnya lalu bergegas keluar dari ruang kelas, baru saja dia mau melangkahkan kakinya tiba-tiba saja di cegat oleh ketiga sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN SALAH JODOH **END**
RomanceTidak ada yang pernah menyangka jika Allah telah menghendaki, Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh. Dan Allah telah mencatat takdir segala sesuatu hingga hari kiamat. Takdir ini umum bagi seluruh makhluk termasuk ADEEVA, puteri tunggal dari MAULANA...