Part |18

16.2K 947 14
                                    

Senyum yang cerah menyambut pagi yang cerah, Deeva menghirup udara pagi yang sejuk, berdiri menanti matahari memancarkan sinarnya dengan segelas teh hangat. Mengingat obrolannya semalam dengan Omnya membuatnya tersipu malu dan senyum-senyum sendiri.

"Apakah pagi ini aku bisa menyambut senyumnya," gumam Deeva.

Setelah menghabiskan secangkir teh hangatnya Deeva berlalu masuk ke kamarnya membangunkan kedua anaknya.

"Sayang ... !! bangun uda pagi," ucapnya ke Aif.

"Heeii ... !!  sayang bangun dong, Papa nungguin di bawah" ucapnya lagi.

Membuat anak yang sebulan lagi berumur tiga tahun itu menggeliat dan mengerjapkan matanya.

"selamat pagi sayang," ucap Deeva dengan menciumi seluruh wajah anaknya.

Deeva mengangkat Aif kedalam gendongannya dan membawanya masuk ke kamar mandi, begitupun dengan baby Alayya, dan dirinya kini sudah rapi.

"Sekarang waktunya kita turun," ajak Deeva yang menuntun Aif turun dari tangga dengan baby alayya di gendongannya, Wira yang melihat mereka di ujung tangga segera berlari naik untuk membantu istrinya, Dia meraih Aif kedalam gendongannya turun dari tangga bersama Deeva yang berada di sampingnya menuju ke ruang makan.

Bunda Rosi yang melihatnya berfikir seandainya rumah tangga anaknya berjalan mulus tentu ia akan sangat senang melihat mereka seperti pasangan bahagia.

Seperti saat ini, bunda Rosi melihat kalau Deeva dan Wira adalah keluarga yang bahagia dan harmonis, tapi jauh dilubuk hatinya merasa sangat sedih karena itu hanyalah hayalannya semata.

Wira dan Deeva mendudukkan dirinya di kursi depan meja makan dengan meletakkan Aif di kursi khusunya, Deeva sendiri mendudukkan dirinya dengan Alayya dipangkuannya. Seperti biasa ketika sarapan, dia sarapan sambil memangku Alayya.

"Evaa Aif pengen telul."

"Aif sayang, jangan manggil Eva lagi ya, Aif juga gak boleh manggil Kakak. Sekarang Eva itu Mama kamu Nak, jadi Aif panggil Mama ya sayang," jelas bunda Rosi ke Aif.

"Eehhh..?"  Deeva terkejut mendengar ucapan Bundanya melototkan matanya.

"Kamu itu bagaimana sih Va, sudah dua bulan Aif itu menjadi anak kamu, sampai sekarang kamu tidak mengajari dia manggil kamu Mama, niat gak sih sebenarnya jadi Mamanya Dia?" tegur bunda Rosi yang sudah jengah.

"Maaf Bund," ucap Deeva menunduk.

"Heran deh liat kalian berdua, jika dari awal kalian ga ada niat untuk menikah kenapa harus mengiyakan permintaan Ayah, lagian Ayahmu tidak maksa Va, enek tau Bunda liat hubungan kalian seperti ini, entah mau dibawa kemana pernikahan kalian, tidur terpisah, ngobrol jarang suami istri macam apa itu?" Sarkas bunda Rosi yang sudah lama memendam Amarahnya.

"Jangankan Bunda, Ayahmu pun menyesali menikahkan kalian berdua," Sarkas bunda Rosi lagi membuat kedua pasangan suami isteri itu bungkam.

"Jika kalian masih ingin menjalani hidup kalian seperti ini, Bunda bisa apa jika pun kalian ingin bercerai sekarang juga Bunda  menyetujuinya."

Deeva dan Wira mengangkat kepalanya bersamaan menatap ke arah Bundanya, lalu mereka saling berpandangan, entah apa yang ada dipikiran mereka saat ini.

Tentu saja Wira sangat terkejut dengan ucapan Mertuanya, tidak ada sedikitpun niatnya ingin merusak pernikahannya dengan perceraian.

"unda angan malah Eva, anti eva nangis," tegur Aif.

Dan benar saja mata Deeva sudah berkaca-kaca bukan karena Bundanya ingin dia bercerai, tapi Deeva teringat akan Almarhum Ayahnya, Apakah Ayahnya benar akan menyesal? Itu artinya dia sudah mengecewakan kedua orang tuanya.

BUKAN SALAH JODOH **END**Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang