Part |17

14.6K 880 8
                                    

Malam semakin dingin menusuk kepori-pori, Deeva masih betah dengan tangisannya, dia benar-benar takut jika suatu saat tidak bersama Aif dan baby Alayya lagi.

Wira semakin erat memeluknya seakan merasa bersalah dengan perkataannya tadi yang membuat Deeva sesunggukan, niatnya hanya menggoda tapi berakhir seperti ini.

"Mereka tidak pernah jauh dari kamu Va, kamu tetap Mama mereka, jangan pernah mengucapkan kata cerai lagi, karena itu tidak mungkin terjadi kecuali takdir yang membuat hubungan kita berakhir," bisik Wira.

"Bagaimana bisa Om berbicara seperti itu sedangkan Om mencintai wanita lain. Mungkin takdir kita hanya sampai disini dan berakhir sampai disini, aku gak masalah Om, aku hanya ingin mereka tetap bersamaku. Om kan masih bisa bikin dede lagi dengan Wanita yang Om cintai itu," ujar Diva masih dengan tangisnya yang memilukan.

Wira tergelak mendengar ucapan terakhir Deeva, antara merasa iba dan ingin ngakak mendengarnya.

"Kamu ngomong apa sih aku tidak pernah punya rasa sama dia apalagi mencintai dia. Buat apa juga bikin dede sama wanita lain kalau kamu bisa diajak bikin dede," goda Wira yang mulai lagi usilnya

Deg ... deg ...

Jantung Deeva berpacu seakan berlomba ingin meninggalkan tempatnya, wajahnya memerah bak kepiting rebus untungnya suasana malam di balkon itu remang-remang sehingga Wira tidak melihatnya.

"Om ngaco deh," gumam Deeva yang melepaskan diri dari pelukan Wira.

Wira yang tau kalau Deeva sekarang salah tingkah tambah mengusilinya.

"Siapa yang ngaco Va, kamu sendiri yang ngaco, mau cerailah, nyuruh nikahlah bahkan nyuruh bikin dede dengan wanita lain. Ngapain coba bikin dede dengan wanita lain isteri sendiri aja nganggur," Godanya lagi.

"Makin kesini makin ngaco sih, kapan sih Om bisa berhenti bikin kesel? Uda tua juga masih ngeselin," geram Deeva.

"Tua begini suami kamu sendiri kalau kamu lupa Va."

"Terpaksa Pak," sarkas Deeva.

"Tetep aja sekarang suami kamu kan?"

"Namanya saja suami, cuman simbol doang kamarnya aja pisah," gumam Deeva ceplos.

Wira semakin ingin menjahili Deeva.

"Oh jadi caritanya kamu mau kita sekamar dan sekasur bareng? Ok, mulai malam ini kita sekamar sekalian aja kita bikin dedenya Ayya," ujar Wira masih menggoda Deeva.

"Om keluar sekarang, aku ngantuk mau tidur," kesal Deeva yang sudah salah tingkah.

"Ya.. aayo kita tidur bareng kalau kamu uda ngantuk.."

"Ooooommm," pekik Deeva.

"Jangan teriak Va, entar anak-anak bangun," tegur Wira.

"Habis Om ngeselin jadi Orang." 

"Kan kamu sendiri yang bilang kalau suami itu hanya simbol, kamarnya aja beda, ya malam ini aku ingin patahkan argumen kamu itu."

Deeva benar-benar menyumpahi mulutnya yang ceplas ceplos itu.

"Jangan pernah Om berpikir sedikit pun tentang langgengnya pernikhan kita, apa lagi berfikir mau sekamar dengan aku  kalau om mencintai wanita lain," Gumam Deeva pelan namun masih terdengar di telinga Wira.

"Va, dengerin baik-baik. Aku tidak pernah jatuh cinta lagi setelah kematian Tante kamu, apa lagi mencintai Mala, Dia itu sahabat aku, teman kecil aku bahkan Ayahmu juga sangat akrab dengannya. Justru Ayahmu yang selalu comblangi kami, sampai pada akhirnya titik terendah hidup kami, kita gak pernah ketemu lagi, sampai seminggu yang lalu kita dipertemukan lagi sebagai rekan bisnis, itu aja." jelas Wira.

BUKAN SALAH JODOH **END**Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang