part |27

21.5K 924 6
                                    

Waktu terus bergulir berganti hari ke hari hingga bulan berganti, dua bulan setelah Wira berjanji akan mengurangi aktifitas di kantor benar-benar dia penuhi,

Wira tidak lagi menyibukkan diri dengan pekerjaan kantor, karena sebagian pekerjaannya dia serahkan ke Asisten pribadi dan sekertarisnya

Begitu pun dengan anak cabang perusahaanya bahkan dia menambah karyawan di setiap kantornya.

Wira lebih banyak menghabiskan waktunya dengan keluarganya, masih jam 4 sore dia sudah berada di rumah dan waktu weekend pun dia pergunakan untuk Quality time dengan keluarganya.

Rosi benar-benar takjub dengan putrinya Adeeva karena dia bisa menaklukkan Wira yang sejatinya workaholic dan merubahnya menjadi Ayah yang perhatian dengan anak-anaknya hingga kedua anaknya tidak lagi bermanja hanya kepada Mamanya saja, tapi juga Papanya.

Dan usia baby Alayya juga sudah masuk tujuh bulan, bayi yang semakin hari membuat Deeva semakin gemes, bayi yang gak mau ditinggal sebentarpun olehnya.

Pagi ini mereka melakukan rutinitas mereka yaitu sarapan, ruang makan semakin riuh di pagi harinya karna baby Alayya yang semakin aktif tidak mau diam dan Aif juga semakin manja kepada Mamanya terkadang membuat Deeva kewalahan.

"Nak sarapan dulu, ntar lagi mainnya," tegur Diva ke Aif.

"Suapin Mama, masa dede telus yang di suapin, Aif tan juga anak Mama," ucapnya manja

"Ehhh ... siapa yang ngajarin kamu ngomong gitu Nak," tegur Deeva lagi.

"Kamu dan dede anak-anak Mama dan Papa, Aif kan juga selalu di suapin kalau makan Nak," jelas Deeva.

"Tapi butan Mama yang syuapin, Mama cuma syuapin dede," ucapnya lagi memanyungkan bibirnya.

"Wah ada ķecemburuan sosial nih sama dedenya," Timpal Wira.

"Pah ini gak boleh dibiarin loh, bisa-bisa  dia merasa dibeda-bedakan sama adenya." ujar Deeva.

Wira berdiri dari duduknya meninggalkan sarapannya dan melangkah ke arah Aif mengangkatnya kedalam gendongannya.

"Kok anak Papa manja gini sih Nak? tuh liat dedenya sayang dia kan masih kecil belum bisa ngomong, belum bisa berjalan seperti Aif dan dedenya juga belum bisa makan sendiri Nak. Kalau Aif kan sudah pinter sudah bisa belajar makan sendiri," Jelas Wira kepada putranya.

"Aif sayang nggak sama dede?" tanya Wira.

Aif hanya diam menatap ke arah baby Alayya yang masih disuapi oleh Mamanya.

"Kalau Aif gak sayang sama dedenya nanti diambil sama orang loh, Aif mau dedenya diambil sama orang?" tanya Wira lagi.

"Tidak mau, dede Aif tidak boleh diambil sama olang, Aif sayang dede Papa," balasnya menggelengkan kepalanya dan menangis.

"Ya uda jangan nangis dong anak Papa, Aifkan jagoannya Papa, kelak Aif menjaga dan menyayangi dedenya ya sayang?" ucap Wira membujuk putranya.

"Iya papa, Aif sayang dede," ucapnya lagi.

"Kalau gitu Papa yang suapin Aif ya sayang?" bujuk Wira.

Aif pun mengangguk dan memeluk leher papanya.

Saat masih menyuapi Alayya, kepala Deeva terasa agak pusing dan merasa mual, tapi dia berusaha menahannya karena makanan Alayya masih banyak.

Tapi semakin lama perasaanya semakin tidak karuan, seolah makanan yang ditelan tadi sudah mencapai tenggorokan minta di keluarkan, dan perutnya terasa diaduk-aduk.

"Va, kamu kenapa Nak, mukamu kok pucat gitu dan keringatan?" tegur bunda Rosi khawatir.

Wira pun langsung melihat ke arah istrinya yang sudah pucat dan berkeringat.

BUKAN SALAH JODOH **END**Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang