Part |13

13.1K 848 22
                                    

Sore hari di rumah sakit tepatnya ruang ICU, Maulana memanggil Wira dan istrinya masuk ke ruangan dimana dirinya terbaring lemah.

Wira dan bunda Rosi masuk dengan wajah kusut mereka, setelah memakai pakaian khusus dan masker.

Maulana perlahan membuka masker oksigennya yang di bantu oleh dokter yang terus memantaunya.

"Mendekatlah," ucapnya seolah berbisik.

Wira dan bunda Rosi segera mendekat ke arah Maulana dengan tetesan air mata yang sudah tidak terbendung lagi.

"Kalian jangan menangis, itu semakin membuatku tidak kuat," ucap Maulana.

Tapi mereka tidak menghiraukannya, karena sekuat apapun mereka menahannya tetap saja air mata itu mengalir tanpa permisi.

"Mendekatlah sayang," pintanya ke istrinya.

Bunda Rosi pun medekat ke arahnya dan memeluk erat suaminya.

"Lihat aku sayang," lirih suaminya.

Bunda Rosi mengangkat wajahnya menghadap suaminya, Maulana menciumi seluruh wajah istrinya dengan meneteskan air matanya.

"Sayang, bertahan dan berjuanglah untuk putri kita satu-satunya, bimbing dan jagalah dia untukku," pesan Maulana ditengah tangisnya.

Betapa sesak dada Wira mendengarnya seakan-akan nafasnya akan berhenti berhembus menyaksikan dan mendengar ucapan Kakaknya yang mungkin untuk terakhir kalinya, bahkan dokter yang selalu memantau ikut meneteskan air matanya seolah pasiennya akan meninggalkan keluarganya.

Bunda Rosi benar-benar tidak sanggup lagi, kakinya seolah melemah untung Wira segera menghampiri dan memapahnya duduk di kursi jaga pasien dengan masih menggenggam tangan rapuh suaminya.

"Wira, maafkan Kakakmu ini yang meyakiti hati kamu akhir-akhir ini," ucap Maulana sendu.

Wira mendekat ke arah Kakaknya dan memeluknya erat seolah takut ditinggalkan.

"Jagalah Adeevaku untukku, sayangi dia " ucap Maulana seolah berbisik.

"Waktu Kakak sepertinya tidak lama lagi,"

Wira semakin mengencangkan pelukannya dan menangis seperti anak kecil yang ditinggal pergi ibunya.

"Maukah kau menuruti permintaan terakhir Kakakmu ini?" pintanya.

"Iya Kak, apapun itu!" balas Wira tidak memikirkan lagi segala bentuk jenis permintaan Kakaknya, Apa pun itu dia akan berusaha mengabulkannya termasuk menikahi kemanakannya sendiri, Wira sudah siap lahir batin, demi Kakaknya.

"Menikahlah dengan Adeevaku," Pinta Maulana.

Tanpa berpikir lagi Wira menganggukkan kepalanya.

"Iya Kak aku akan menikahinya."

"Apakah kamu ikhlas Dek?" tanya Maulana memastikan.

"In syaa Allah Kak, aku menikahinya karena Allah, aku sudah lama memikirkannya."

"Terima kasih Dek" ucap maulana menangis memeluk Wira.

"Tolong jaga dan bimbing dia untukku dan untukmu."

"In syaa Allah Kak."

"Wir, Kakak tidak punya banyak waktu lagi, Kakak minta tolong sekali lagi, menikahlah sekarang dan saat ini juga selagi nafasku masih berhembus." pintanya.

"Bagaimana dengan Deeva Kak?"

"Kamu urus sekarang penghulu dan saksinya, nanti kita hubungi Deeva lewat video call," ucap maulana terputus-putus.

BUKAN SALAH JODOH **END**Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang