Part 19

130 30 6
                                    

Ji Eun merasa tidak enak badan, pusing dan juga demam. Lengkap sudah penderitaannya, disaat semua siswa berlomba-lomba mengejar nilai demi masuk ke universitas yang mereka inginkan, Ji Eun malah tertinggal. Padahal cuma satu hari, tapi ia tidak begitu terbiasa dengan yang namanya tertinggal.

"Ji Eun," Suara itu, ibu Ji Eun. Langkah kaki samar-samar memasuki kamar, Ji Eun langsung beranjak.

"Eomma? Tidak perlu repot-repot, aku masih bisa membuat sarapan." Keluh Ji Eun tidak tega melihat ibunya membawa sebuah nampan berisi roti tawar lalu selain cokelat serta segelas susu.

"Tidak apa, eomma khawatir padamu. Setelah ini eomma akan meminta Yoongi membelikan obat sekalian ia kesini," Jawab ibunya.

Ji Eun yakin, sifat keras kepala yang ia miliki memang mewarisi ibunya. Tapi ia bahagia, ibunya masih peduli pada dirinya. Dilihatnya wajah ibunya, sorot mata yang kosong itu--sudah bertahun-tahun lamanya. Ibunya menaruh nampan dan hampir saja tumpah kalau Ji Eun tidak menahannya. Kemudian ia meraih tangan ibunya dan membawanya duduk di samping ranjang Ji Eun.

"Eomma, aku baik-baik saja. Jadi eomma tidak perlu bekerja yang terlalu lelah, cobalah istirahat" Pinta Ji Eun tidak tega.

"Eomma hanya ingin melihat putri kecil eomma bahagia." Ibu Ji Eun tersenyum.

"Aku sudah bahagia eomma, ada Yoongi oppa yang akan menjagaku" Ji Eun memeluk ibunya.

"Baiklah, sudah ya? Eomma mau pergi bekerja," Ucap ibunya, melepaskan pelukan manja Ji Eun.

Ji Eun melepas pelukan mereka dan ibunya pergi. Ji Eun tidak pernah menyalahkan ibunya yang buta karena kejadian lima tahun yang lalu. Tidak ada yang salah, hanya satu orang yang berhak dibenci.

Walaupun buta, ibunya tetap bekerja sebagai pekerja supermarket. Ji Eun berulang kali meminta ibunya berhenti saja, ia masih bisa membiayai dirinya sendiri. Setiap bulan mereka mendapat uang dari ayah Ji Eun dengan jumlah yang cukup besar. Hal itu seharusnya berguna bagi ibunya dan Ji Eun, hanya saja Ji Eun sama sekali tidak tertarik menggunakannya, ia lebih memilih hidup sederhana bersama ibunya daripada makan hasil orang yang telah merenggut kebahagiaannya sejak dulu.

~o0o~

Jungkook dan Eunwoo baru saja akan ke kantin, saat melewati kelas Ji Eun ia melihat bangkunya kosong. Ia melanjutkan jalannya sampai di kantin ada Nayeon dan Jennie tengah duduk di meja yang biasanya ada Ji Eun.

"Ji Eun tidak hadir? Kemana?" Tanya Jungkook tanpa basa basi dahulu, Jennie sempat kebingungan.

Nayeon sampai kaget karena Jungkook yang tiba-tiba berdiri di sisi mereka.

Mengerti kemana arah pembicaraan Jungkook, ia pun menjawabnya. "Dia sakit,"

Jungkook tidak menjawab, ia pergi dari sana disusul Eunwoo. Nayeon meratapi kepergian Jungkook dengan senyum kaku.

"Memangnya Ji Eun dan Jeon itu pacaran?" Tanya Jennie yang sudah penasaran sekali.

Nayeon tersenyum kecil, wajar saja banyak orang yang menduga mereka menjalin hubungan. Ia sendiri merasa begitu dan ingin sekali bertanya. Tapi menurutnya ia tidak perlu ikut campur, biarlah nanti Ji Eun yang mengatakannya sendiri

"Entahlah, kurasa iya bisa juga tidak." Jawabnya sembari mengangkat bahu.

***

Baru saja membuka matanya, Ji Eun merasa kepalanya pusing sekali. Ia meraih gelas air tapi ternyata isinya kosong. Tiba-tiba seseorang masuk kamarnya dan menyodorkan segelas air, Ji Eun tidak melihatnya karena matanya terlalu berat untuk dibuka.

One Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang