Part 24

157 26 5
                                    

Ji Eun lemah, baru saja Yoongi meneleponnya. Berita yang tidak ingin ia dengar, sebuah bencana dalam hidupnya. Pikirannya tidak karuan, yang ia pikirkan sekarang adalah segera memeluk ibunya.

Ji Eun merasa langkahnya terasa berat, ia harus melewati lorong-lorong rumah sakit yang penuh penderitaan. Langkahnya terhenti pada sebuah ruangan, dengan gemetar ia memutar gagang pintunya.

Sekali lagi Ji Eun lemas, di hadapannya tubuh ibunya terbujur kaku, tatapan Ji Eun terpaku hanya pada satu titik. Detik itu juga pertahananya runtuh, tangisannya tidak terbendung. Rasanya kehidupan di dunia menguap dan menghilang. Harapannya, cahaya nya telah pergi.

Kecelakaan itu, telah merenggut nyawa ibunya untuk selamanya. Ji Eun tidak punya waktu untuk berpikir kenapa dan bagaimana bisa ibunya kecelakaan. Waktu begitu cepat berputar, hingga ia gagal menyadari bahwa takdir sudah memutuskan. Perpisahan yang tidak bisa dihindari.

Yoongi memandang Ji Eun, tangisannya begitu pilu dan menyedihkan. Walaupun ia tidak pernah bisa menerima fakta bahwa ibu Ji Eun adalah penghancur rumah tangga kedua orang tuanya. Tapi semua sia-sia, rasa sayangnya pada Ji Eun terlanjur dalam.

Beribu detik telah mereka lalui bersama, Yoongi perlahan bisa menerima Ji Eun menjadi adiknya. Terlepas dari keluarga mereka tidak punya hubungan yang baik.

Lima tahun yang lalu, Yoongi ingat betul kejadian itu. Ji Eun dan kobaran api yang menyala membakar sebuah rumah yang tak lain adalah rumah pertama yang dibangun ayah mereka untuk Ji Eun dan ibunya. Tempat dimana mereka bertemu sebagai keluarga.

Malam itu, Ji Eun selamat namun mengalami trauma hebat. Setelah kejadian itu berlalu, Ji Eun mulai bicara lagi. Sebelum kejadian kebakaran, kedua orang tuanya bertengkar. Ji Eun menyaksikan semuanya, ketika ayahnya menggenggam sebuah pisau. Yoongi yakin pertengkaran itu adalah akar dari trauma yang dialami Ji Eun dan pertengkaran itu juga yang membuat Ji Eun membenci ayahnya.

~o0o~

Upacara pemakaman telah usai, rintik air hujan masih setia mengguyur tanah pemakaman siang itu. Ji Eun meratapi makam ibunya, setelah penghormatan terakhir ia masih tak bisa pergi dari sana.

Terlalu berat bagi Ji Eun untuk beranjak, biarlah ia menemani ibunya sedikit lebih lama. Bertahun-tahun ibunya membesarkannya sendirian tanpa bantuan seorang ayah. Terkadang Ji Eun iri pada Yoongi, ketika keluarganya lengkap. Yoongi hidup diantara kedua orang tuanya, keluarga yang bahagia.

Memang seharusnya ibu Ji Eun tidak hadir diantara mereka, tapi sudahlah. Tidak ada gunanya membahas masa lalu, Ji Eun sudah sepenuhnya menyerahkan diri pada takdir.

Ketika ia teringat Jungkook, bahkan di hari pemakaman ibunya Jungkook tidak sedikit pun terlihat datang. Detik itu, Ji Eun membenci Jungkook. Ji Eun benci Jungkook karena telah mempermainkan perasaannya. Ji Eun benci setiap hal tentang Jungkook.

Ji Eun tidak ingin marah, ia tidak bisa. Tapi perasaannya, telah dipermainkan. Kenapa Jungkook harus memberi perhatian yang dalam pada Ji Eun kalau ternyata ia menyukai Eunha? Kenapa ia harus mengukir kenangan yang sulit dilupakan kalau pada akhirnya mereka tidak bersama?

Pertanyaan itu berputar di pikiran Ji Eun bak kaset rusak. Bagaimana pun ia tidak punya jawaban, hanya Jungkook yang tau. Namun, Ji Eun yakin itu adalah pertanyaan retoris.

Tangan seseorang menepuk pundak Ji Eun, Ji Eun menoleh mendapati Sehun disana. Sehun kemudian berjongkok dan memeluk Ji Eun, Ji Eun tidak menolak ia hanya terisak di bahu Sehun.

One Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang