X. Something in the rain

156 55 55
                                    

Aku kembali mengaktifkan handphoneku untuk kesekian kalinya. Masih belum ada balasan apapun dari Jimin. Aku menghela nafas pasrah.

Kuputuskan untuk kembali melihat isi galeri. Aku tersenyum dengan foto-foto yang kuambil. Tidak ada foto bersama Jimin. Jujur, aku terlalu malu untuk memintanya. Alih-alih foto bersama, isi galeriku justru bayangan Jimin. Aku memotret ini diam-diam.

Memang terlihat tidak penting, tapi foto ini berhasil membuatku senang. Sungguh, aku sangat ingin membagikan ini semua, aku ingin seluruh dunia tahu bahwa Jimin adalah salah satu alasanku bahagia. Hal sekecil apapun menjadi sangat berharga jika aku bersamanya.

Tiba-tiba layar handphoneku terkena tetesan air, aku mengangkat kepalaku, ternyata hujan turun. Dalam hitungan detik saja hujan langsung turun dengan deras.

Aku tidak membawa apapun. Aku hanya bisa memeluk diriku dengan kedua tanganku. Aku menundukkan kepalaku. Tanpa sadar air mataku menetes di pipiku. Bodohnya. Kenapa saat ini aku justru berharap kalau Jimin akan datang dan berlari menghampiriku?

Seketika, aku tidak lagi merasakan hujan di badanku, karena penasaran aku mendongak. Ada payung yang melindungi badanku. Spontan aku membalikkan badanku untuk melihat siapa sosok dibelakangku.

Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat, Jungkook berdiri tepat di depanku. Dengan deru nafasnya yang terengah-engah dan kedua matanya yang fokus memandangku. Terlebih, aku tidak percaya kalau dia berlari kemari hanya untuk menghampiriku, itu berarti dia meninggalkan diskusi pada hari pertamanya setelah bertanding.

Aku hanya bisa diam memandangnya. Nampak jelas di mata Jungkook kalau dia ingin memarahiku, tapi saat ini ia justru memilih untuk tidak bicara sepatah katapun selain, "Kau baik-baik saja?"

Air mataku semakin mengalir setelah mendengarnya. Tak ingin Jungkook melihatku menangis, aku menundukkan kepala sambil berusaha menghapus air mataku. Dengan lembut Jungkook meraih kepalaku lalu meletakkan dibahunya.

Karena tak kuasa menahan, aku justru semakin menangis di pelukannya. Sebagian diriku kecewa karena ternyata bukan Jimin yang datang menghampiriku. Namun, sebagian diriku yang lain bersyukur karena Jungkook datang untukku.

Aku merasa tenang dengan keadaan ini. Aku menyukai bagaimana Jungkook tidak menanyakan alasanku menangis, dia memilih untuk diam sembari mengelus kepalaku dengan tangannya secara perlahan. 

~

"Ada apa dengan tanganmu?" Aku mendapati tangan kanan Jungkook yang kemerahan.

Setelah mendengar pertanyaanku Jungkook dengan cepat justru menyembunyikan tangan kanannya dariku. Aku terkekeh melihat tingkahnya, "Aku sudah melihatnya, tak perlu ditutupi."

"Aku tidak menutupinya, hanya saja tangan kananku pegal memegangi payung," Jungkook memalingkan wajahnya dariku.

"Lagian kau hanya membawa satu payung, sini biar kupegang," tawarku.

"Tidak usah. Kalau kau tahu perjuanganku untuk bertemu denganmu, kau pasti akan terharu mendengarnya," balas Jungkook.

"Kenapa? Apa kau bertengkar dengan pelatih? Apa itu juga penyebab luka di tanganmu?"

"Semacam itu?" Jungkook menaikkan salah satu alisnya.

"Ya Jungkook! Kenapa kau melakukan itu?" Aku meninggikan nada bicaraku.

"Karena dirimu! Gila aja aku keluar karena mau hujan-hujanan. Lagian ngapain, sih berdiri terus disana?" Jungkook mengomel sambil mempercepat langkah kakinya. "Hana, di depan ada toko swalayan, tuh. Karena aku sudah berjasa, bukankah sebaiknya kau membelikanku sesuatu? Tidak perlu banyak-banyak, satu plastik yang penuh dengan banana milk itu sudah cukup," Jungkook tersenyum menunjukkan gigi kelincinya.

Can't you be mine? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang