XVII. Please?

126 41 42
                                    

"Aaaa apa ini?!!" Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, sebenarnya aku sengaja tidak merapatkan beberapa jari untuk sedikit mengintip pemandangan ini. Jangan salahkan aku, hanya saja ini adalah sesuatu yang langka.

"Kau ini kenapa? Aku habis mandi, wajar aku belum memakai baju," Jimin mengeringkan rambut basahnya dengan handuk yang melingkar di lehernya. Itu sangat seksi, sungguh. Dia hanya memakai celana pendek, apa seperti ini pemandangan dipagi hari jika aku menjadi istri Jimin nanti?

"A-apa yang kau lakukan? Jangan mendekat!"Aku hampir lengah dengan Jimin yang tiba-tiba mendekatiku.

"Hana aku-"

"Tidakk! Dowajuseyo! (Tolong aku!)" Aku melangkah mundur sampai tak sadar ada sesuatu di kaki yang berhasil membuatku kehilangan keseimbangan. Reflek aku meraih sesuatu yang dekat dengan tanganku, yaitu handuk Jimin.

BRUK!

"Akh punggungku," Aku meringis kesakitan, lalu aku membuka mata dan menemukan Jimin yang berada tepat diatas tubuhku. Kedua tangannya menahan tubuh kekarnya, untung saja itu membuat sedikit jarak antara kami.

Dia masih memejamkan matanya, sepertinya dia juga kesakitan. Tidak, lupakan itu- posisi kami saat ini...OMG!! Jantungku tolong bertahanlah!

Dari sini aku dapat melihat jelas wajah Jimin yang sempurna bak dewa. Tuhan ciptaanmu memang indah. Jika aku mengesampingkan luka di wajahnya yang membekas, pahatan wajah Jimin memang perfect. Bibirnya benar-benar terlihat lembut, hidungnya yang indah, matanya yang- Ah, sial! Dia sudah membuka matanya.

"Se-sejak kapan oppa membuka mata?!" Tanyaku gugup.

"Hana."

"I-iya!"

"Mau sampai kapan kau memegang handukku? Leherku sakit," Ujar Jimin. Spontan aku langsung melepaskan genggaman tanganku, "Maafkan aku!"

"Hei! Aku dengar suara yang keras apa semuaya baik-baik sa...ja?" Taemin Sunbae yang tiba-tiba datang membuat atensiku dan Jimin langsung mengarah padanya.

"Hei, apa yang kalian lakukan di restoranku?! Ini sangat memalukan! Ayolah setidaknya tutup pintu!"

"Ya! Jangan bicara omong kosong! Dia tadi terpeleset," Jimin Oppa berdiri mendekati Taemin Sunbae.

Akupun mencoba bangkit dari posisiku. Sementara Jimin menuju ke lemari untuk mengambil pakaiannya. Tak lupa ia pun mengusir Taemin Sunbae untuk meninggalkan kami berdua.

~

"Ah, iya. Jadi bagaimana kau tahu kalau aku disini?" Itu pertanyaan pertama yang dilontarkan Jimin.

"Oh, iya! Aku membawa peralatan p3k, aku ingin membantu membersihkan luka oppa. Bolehkah?" Pintaku. Terlihat Jimin yang kembali menahan ucapannya kemudian ia memilih menyetujui permintaanku. Syukurlah.

"Jadi, waktu itu di atap sekolah, ini adalah alasanmu membelakangiku?" Aku membuka obrolan sembari mengoleskan krim luka pada kulit Jimin.

"Akh, pelan-pelan," rintih Jimin. Aku terkekeh mendengarnya.

Kemudian suasana hening pun menyelimuti kami. Tidak ada yang membuka obrolan lagi, hanya bunyi jam yang menemani kesunyian saat ini. Aku pun fokus membersihkan luka Jimin sampai akhirnya tanganku berhenti bergerak tepat disamping bibir milik Jimin.

Ingatan itu kembali lagi. Ketika Jimin tiba-tiba menciumku dengan penuh gairah. Namun, itu semua dia lakukan tanpa adanya perasaan 'Cinta'. Aniya Min Hana berhenti berkata seperti itu. Kau tidak seharusnya memikirkan hal itu atau kau akan menjadi seseorang yang menyedihkan.

Saat ini orang yang kau sukai ada di depanmu, orang yang sudah kau tunggu selama bertahun-tahun, orang yang selalu kau stalking setiap saat. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Saat ini adalah waktunya aku berjuang dengan serius. Jika Jimin sudah menyukai orang lain, maka yang harus aku lakukan adalah membuatnya untuk menyukaiku.

Selesai mengobatinya, aku membuang kapas dan meletakan beberapa alat di dalam kotak p3k kembali. Merasa aku sudah tidak membersihkan wajahnya, Jimin pun mengerutkan dahinya dengan matanya yang masih terpejam. "Apa kau sudah selesai?"

"Hana-ya?" Jimin mencoba untuk membuka matanya, tetapi tepat sebelum itu aku mengatakan kalimat yang sudah kupersiapkan.

"Joh-ahae. (Aku menyukaimu)" Aku memejamkan mata sambil meremas kotak p3k ditanganku.

"Eoh?"

"Aku menyukaimu, oppa," ujarku sambil mengangkat kepala dan menatap wajah Jimin. 

"Hana..." Panggilnya perlahan. Ekspresinya seolah menggambarkan bahwa aku ini patut untuk dikasihani.

"Aku tahu. Aku tahu kalau oppa tidak menyukaiku. Tapi sayangnya oppa tidak akan bisa menghentikan perasaan sukaku padamu." Aku menundukkan kepalaku sambil tersenyum masam. "Jadi, mulai saat ini aku akan membuat oppa agar mencintaiku."

"Hana, kau-"

"Jangan melarangku! Aku mohon. Tidak bisakah aku menjadi orang yang membuat oppa melupakan semua luka dihatimu?!" Aku memberanikan diri melihat mata Jimin.

"Beri aku waktu dua pekan untuk berjuang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Beri aku waktu dua pekan untuk berjuang. Setelah itu aku akan siap mendengar apapun jawaban yang diberikan oppa."

.
.
.

Halo semuanya! Bagaimana bab kali ini?😍 Dibuat nyesek lagi ga, tuh sama Jimin?😭 Susah yaa mau dideketin aja kyk nolak gitu padahal tadi udah sempet ada sweet momentnya ehehe😜 Btw maaf yaa kali ini aku updatenya lama😭 Okee deh! Tunggu next babnya yaa! Jangan lupa vomentnya❤

Can't you be mine? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang