XXII. Cold Night

128 38 36
                                    

HANA P.O.V

Aku terlalu awal. Aku gugup sehingga pergi lebih dulu dari waktu yang ditentukan. Bagaimana tidak, hari ini adalah kesempatan terakhirku untuk bersama Jimin karena untuk selanjutnya perihal kita akan tetap bersama atau tidak itu tergantung pada Jimin.

Ah, sebenarnya aku masih tidak percaya jika aku sudah pergi berdua dengan Jimin beberapa kali. Syukurlah Jimin tidak menolaknya. Apa itu bentuk keramahtamahannya karena aku yang meminta kesempatan lagi? Atau memang dia...padaku...

"Ah! Sadarlah Hana!" Aku menepuk kedua pipiku.

Tak terasa ini sudah lewat dari waktu yang dijanjikan. Apakah aku langsung masuk saja? Angin hari ini cukup kencang. Tetapi bagaimana kalau Jimin mencariku? Aku melihat sekeliling dan masih belum menemukan sosok pria yang kucari. Akhirnya aku kembali mendaratkan bokongku diatas kursi memanjang yang sudah terasa dingin.

"Apakah Jimin baik-baik saja?"

JIMIN P.O.V

Hari ini kacau. Situasi saat ini membuatku bingung dengan apa yang harus kulakukan selain memeluk perempuan yang saat ini menangis di pundakku. Mendengar suara isak tangisnya membuat dadaku semakin tersayat. Entah apa yang terjadi diantara noona dengan pacarnya, aku hanya bisa memberikan tatapan sinis dari dalam mobil ke arah pria yang saat ini sedang mengacak rambutnya. Dia juga terlihat menyedihkan, tetapi jika ia akan menyesal kenapa ia justru melakukannya? Dan lagi ini adalah pertama kalinya aku melihat noona menangis karena pria.

Mulutku tidak bisa merangkai kata apapun, saat ini yang bisa kusediakan hanya bahuku untuk tempatnya menangis. Semoga saja ini sudah cukup baginya. Jikalau dia tidak menangis aku pasti sudah keluar dari sini dan mendaratkan pukulan pada wajah pria brengsek itu. Tapi siapa yang mengira akan terjadi suatu masalah tepat setelah noona turun dari mobil. Beruntungnya tadi aku menawarkan Sakura Noona untuk pergi bersama, jika tidak aku tidak bisa membayangkan ia menangis sendirian.

HANA P.O.V

"Wah, orang-orang sudah membawa kantong belanja. Aku penasaran apa barang yang kuinginkan masih tersisa, ya?" Aku menundukkan pandangan ke bawah. Mencoba menghitung dengan jari apa saja benda yang perlu kubeli, sampai akhirnya sepasang sepatu yang berdiri di depanku membuat kepalaku spontan mendongak untuk mengetahui siapa pemiliknya.

"Ya! Neo michyeoss-eo?! (Apa kamu gila?!) Kenapa tidak masuk ke dalam?!"

Dia terlihat sangat lelah dengan napasnya yang masih tidak teratur. Apa dia berlari? Namun tenaganya masih saja kuat untuk memarahiku.

"Ya! Ryeo Jungkook, sedang apa kau disini?" Aku berdiri menghadapnya. Dia masih menatapku bersamaan dengan keringat yang menetes dari pelipisnya.

"Apa yang kau lihat? Sudahlah berhenti menatap-"

Tepat sebelum aku menyelesaikan kalimatku, Jungkook menarik tubuhku kedalam pelukannya. "Ya! Badanmu sangat dingin, apa otakmu tidak bekerja, huh?! Kenapa kau masih saja duduk disini?!" Jungkook memeluk tubuhku dengan erat, seolah aku adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan. Jujur, aku terkejut dengan responnya, tapi mungkin ini dia lakukan agar badanku terasa lebih hangat?

"Bukankah aku sudah bilang hari ini aku ada janji bersama Jimin? Aku kan menunggu-"

"Sampai kapan kau menunggunya datang?! Kau bahkan melupakan keadaanmu sendiri! Ini bukanlah kali pertama kau melakukannya, setidaknya pikirkan dirimu! Jika ia tega meninggalkanmu sendirian apakah kau masih berhak untuk terus mengharapkannya?!"

Spontan aku mengatupkan bibirku. Ucapan Jungkook berhasil membuatku tertegun. Benar. Ini bukan kali pertama Jimin meninggalkanku begitu saja, apakah aku terlalu memaksakan perasaanku dan berharap bahwa ada kemungkinan Jimin juga menyukaiku? Padahal aku sudah tahu bahwa di dalam hatinya masih ada Sakura Eonnie.

Can't you be mine? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang