14. Aksal

21.3K 3K 163
                                    

Sisa-sisa terik siang tadi telah habis sama sekali, terusir oleh mega mendung yang sekarang membayang di atas kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sisa-sisa terik siang tadi telah habis sama sekali, terusir oleh mega mendung yang sekarang membayang di atas kepala. Berkatnya, Riam tidak lagi memerlukan tempat berteduh untuk melindungi matanya yang sensitif, atau bahkan topi yang biasanya tdiak pernah ia tinggalkan. Ia mendudukkan diri di sudut atap sebuah ruko, berdamai dengan debu pada beton yang tidak terjamah. Angin bertiup lebih kencang dari atas sana, menembus jaket hoodie yang ia kenakan, mengacak-acak rambut Riam yang sudah kehilangan efek gel rambut pagi tadi. Memberantakinya. Namun cowok itu tidak memedulikannya, kedua matanya terfokus pada lensa teropong binokular di tangan yang sekarang ia dekatkan ke mata.

Dari sudut ini, ia dapat memantau hampir setiap pergerakan. Saga terlihat telah berhasil mengatasi Topan dan Rizky dalam waktu kurang dari lima menit. Mitha tengah mengulur waktunya dengan Gumala dan Franky. Dan Denis, anak itu belum terlihat. Ia seharusnya telah sampai sejak tadi bersama Saga. Dan Denis bukan tipe yang lambat dalam mengerjakan sesuatu.

Sementara dari arah lain, jalanan relatif lengang. Tidak ada tanda-tanda kehadiran polisi, warga atau siapapun yang tampak berkumpul untuk mengacaukan masalah antara dua sekolah ini. Jika pun warga ingin melerai, sepertinya mereka telah berpikir dua kali dan memilih menyembunyikan diri. Tawuran yang melibatkan lebih dari delapan puluh anak bukanlah perkara gampang untuk dapat diurai.

Kemudian, dering telpon nyaris membuyarkan konsentrasi Riam. Dengan decak malas, ia melepaskan teropong dan meraih ponselnya, tidak membuang waktu untuk melihat siapa yang menelepon sebelum mengangkatnya. Ia pikir, sesuatu yang genting mungkin terjadi pada Denis.

"Kak..."

Suara itu.... suara itu membekukan Riam seketika.

"Kak Riam? Ini Aksal."

Aksal...., tentu saja, ia mengenali suaranya. Tidak mungkin tidak. Tidak ketika ia terbangun hampir setiap malam oleh mimpi buruk dan cowok pemilik nama itu adalah penyebabnya.

Angin dingin berhembus sekali lagi, lebih keras. Bersamanya, ia menerbangkan serta pikiran Riam. Ke masa lalu.

"Ma, kapan Ayah pulang?" Riam kecil menarik ujung baju ibunya, meminta perhatian dari sang Ibu yang sedang memilih-milihkan tas sekolah.

Tahun ajaran baru akan segera di mulai. Ia akan masuk Sekolah Dasar segera, hal yang sudah dinanti-nantikannya. Ayah berjanji akan mengantarnya di hari pertama. Tapi ... ayah sudah pergi cukup lama, terlalu lama. Kapan ia akan kembali? Riam merindukan Ayah. Ibu jarang menurutinya membeli es krim, Ibu tidak bisa main bola, Ibu tidak bisa berenang. Hanya Ayah.... yang bisa.

"Maaaa!!!" desaknya lagi, menarik-narik baju wanita itu, dengan rengekan yang ia tahu tidak bisa diabaikan.

Dengan gusar, Lidya, ibunya, menoleh dan menatap Riam dengan tampang galak. "Ibu kan sudah bilang Ayah nggak akan pernah pulang lagi! Berhenti mencari Ayah, Riam! Ayah sudah nggak peduli sama kamu! Dia punya keluarga lain yang lebih penting!"

Orionis: ZETA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang