Vote dulu, boleh?
Dan semangat! Komen in line-nya dinanti ^^
***
"Kita mau kemana, sih, sebenernya?"
Mereka telah berkendara cukup jauh, berputar-putar dari kawasan Penjaringan sampai Pluit, dan masih belum menemukan tujuan. Atau setidaknya bagi Una, yang pertanyaannya lagi-lagi tenggelam oleh angin dan suara berisik knalpot kendaraan tanpa mendapat jawaban.
Mungkin inilah risikonya jalan berdua dengan seorang Batu Bernapas. Kadang ia akan melakukan tindakan-tindakan tanpa peringatan. Lebih seringnya, dia akan diam seperti batu pada umumnya. Sementara Una tidak pernah bersahabat dengan kediaman. Lidahnya akan terasa gatal.
"Iyam! Gue mau dikirim ke luar negeri jadi TKW, ya?!"
"Iyam! Sumpah gue cuma bisa nyuci piring! Masak mi instan goreng aja suka kelupaan malah pake kuah!"
"Dan kadang gue masak mi kuah nggak pake kuah. Asin banget!"
Bahkan, monolog Una tiap lima menit sekali tidak mendapat tanda-tanda dari dari Riam kalau ia mau repot-repot menjawab, atau bahkan mendengarkannya. Di telinganya, mungkin suara Una yang cempreng telah bersatu-padu dengan derung knalpot. Barulah ketika berada di seputaran Jalan Pluit Utara Raya, Riam membelokkan motornya ke arah kiri, pada sebuah sebuah komplek perumahan elit.
Duh, bener, kan? Gue mau dijual jadi pembantu ini, pasti!
Komplek yang mereka masuki memiliki jalan yang cukup lebar, dengan tanaman palem berderet di sepanjang pembatas jalan. Kira-kira setengah kilometer kemudian, motor melambat dan mereka berhenti di depan sebuah bangunan dengan pos penjagaan bercat kuning. Riam lalu memarkirkan motornya bersama deret kendaraan roda dua lainnya, kemudian mereka berjalan melewati parkiran. Lebih tepatnya, Riam berjalan dengan rutenya sendiri, mengabaikan Una yang terheran-heran di belakang, tidak punya pilihan, lalu berusaha mengiringi langkah cowok itu.
Keduanya melewati semacam gerbang tanpa tulisan, berjalan menapak lorong yang hanya terdiri dari pilar-pilar dan atap, dengan lampu gantung menghiasi. Bagi Una, dia tidak perlu menjadi pintar dulu untuk menyimpulkan tempat itu cukup sering dijadikan venue resepsi pernikahan. Lorong itu membawa mereka ke sebuah kafe dengan dominasi warna kayu. Una mengernyit, Riam terlihat menghampiri sebuah meja tinggi untuk membeli karcis sementara Una celingukan di belakangnya. Tangan cewek itu tidak lepas dari ujung kaos Riam. Seolah jika tidak melakukannya, ia bisa hilang di tengah pengunjung yang cukup ramai sore itu.
Kafe tersebut ternyata bersisian dengan sebuah kolam renang umum yang memiliki luas selebar lapangan futsal. Ke sana, Riam menujukan langkah berikutnya. Langkah-langkahnya yang lebar membuat Una sedikit kesulitan, ia harus mengambil dua langkah lebih cepat dari cowok itu agar dapat mengimbangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orionis: ZETA [Completed]
Teen FictionMISI BALAS DENDAM: Pacari Riam. Buat dia jatuh cinta. Patahkan hatinya. *** Riam Zarel Albion adalah si Pengatur Strategi di Orion, penguasa SMA Bucin yang tidak terkalahkan. Gantengnya tidak manusiawi, otaknya tidak membumi, tetapi kesombongannya j...