38. Izin Sakit

20.1K 3.5K 727
                                    

Jangan lupa, vote dan komen yang banyak-banyak~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa, vote dan komen yang banyak-banyak~

***

"Kalau mau, potret aja sendiri."

Riam mengeluarkan dompet, lalu memasukkan hasil jepretannya dengan hati-hati sementara Una menekuk wajahnya. Ia bahkan tidak diizinkan melihat hasil foto karena Riam takut fotonya rusak! Jadi yang bisa Una lakukan hanya menyedekapkan tangan, lantas merebut polaroid dari tangan Riam.

"Yaudah. Sini! Sini! Deketan!" ujarnya, merentangkan kamera lebih jauh. Kali ini ia berusaha lebih keras agar seluruh wajahnya termuat, bukan hanya pipi seperti yang terjadi sore sebelumnya.

Tetapi yang terjadi, Riam justru beranjak mundur, berdiri sekian meter di belakangnya.

"Iyaaam! Sini!" teriak Una, kegusarannya bertambah.

Cowok itu bergerak maju. Satu langkah. Masih terlalu jauh dari kamera. Membuat Una geram.

"Lima langkah!"

Riam menepatinya, mengambil lima langkah. Tetapi kecil, sangat kecil. Lima langkahnya sekarang setara satu langkah terdahulu. Una menghentakkan kaki frustrasi. "IYAAAAAMMM!!!"

Dan cowok itu tertawa, gelak. Kemudian, tahu-tahu berada di belakang Una hingga dada bersentuhan dengan punggung. Tanah yang tidak rata menyebabkan posisi kepala Riam hampir sejajar dengan Una, sehingga, napasnya menyentuh sisi wajah cewek itu ketika dia menoleh. "Sedekat ini?"

Una menoleh, otomatis menarik kepalanya ke belakang menyadari jarak yang demikian dekat. Sebelum dengan pelan, ia mengangguk. Usahanya untuk memberi jarak tidak berpengaruh banyak, karena Riam mungkin memiliki ide berbeda. Karena cowok itu justru mendekatkan wajah, sedikit demi sedikit menghapus spasi di antara mereka. Sedikit demi sedikit pula, memaksa Una memundurkan kepala dengan kaku, hingga hal itu tidak mungkin dilakukan lagi dan opsi terakhir yang bisa dilakukan Una adalah memejam dan menahan napas. Menunggu dengan jantung yang berdegup kencang. Menunggu dengan otak yang lumpuh mendadak. Menunggu sentuhan lembut di bibirnya.

Lalu ... ia terjatuh begitu saja, mencium lantai.

"Ouch!"

Si Batu Bernapas, sekarang berubah menjadi Ubin Tidak Bernapas.

Cepat-cepat Una bangkit, menyingkirkan selimut yang melilit tubuhnya dan panik ketika memeriksa jarum panjan pada jam dinding. Mampus telat!

Ia bangkit, semakin panik dalam usaha menemukan handuk, baju, pintu kamar mandi, dan Bunda yang tahu-tahu muncul di pintu dengan berita menggelegar yang ia bawa.

"Kamu masih belum siap?! Riam udah nunggu!"

Riam udah nunggu! Riam nunggu! Riam! Riam! Riam!

Mengingat mimpinya barusan, menghadirkan kembali sosok Riam yang tersenyum, yang mendekatkan wajah, yang terasa hangat, Una segera menutup kepalanya dengan handuk. "TIDAAAAKKK!!!"

Orionis: ZETA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang