06. Detik 6,2

28K 3.7K 491
                                    

"Oke, tadi itu kesalahan teknis, oke? Kesalahan teknis! Yang tadi emang nggak berhasil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Oke, tadi itu kesalahan teknis, oke? Kesalahan teknis! Yang tadi emang nggak berhasil. Tapi yang ini pasti deh!"

Una menatap Rahma sangsi. Kedua tangan ia sedekapkan di depan dada. "Enggak! Ini bibir gue sakit banget nih lo dorongnya kekencengan! Bukannya jatuh cinta malah jatuh bangun gue!"

"Untung bukan jatuh miskin ya, Na," celetuk Rifa'i sambil memijit bahunya. Kepadanya, Una menoleh dan memberikan tatapan mengancam. Yang tidak mempan karena cowok itu terus mencerocos. "Udah lo tatap belum, lantainya, Na? Kali kalian jatuh cinta."

"Lo diem atau gue panggil Mas mulai sekarang!"

Jika pelototan tidak mempan, maka kali ini berhasil. Seketika Rifa'i membungkam mulutnya rapat-rapat.

Una mendengkus. Rasanya, ia tidak mau mengingatnya. Kejadian memalukan tadi pagi. Korban malapraktek dari teori Rahma yang sama sekali tidak berdasar. Setelah jatuh, bukannya menolong, anak-anak yang berada di sekitar justru memandangi dan menertawakannya. Bagaimana tidak, tidak ada angin tidak ada hujan tidak ada badai, sekonyong-konyong Una nyungsep begitu saja. Belum lagi rasa sakit yang masih ia ingat betul sampai bibirnya hampir bengkak!

"Iya, iya. Maaf," Rahma menyengir. Cewek blasteran Pakistan-Betawi-Padang itu berhenti mondar-mandir, lalu menarik kursi agar bisa duduk di hadapan Una. "Tapi yang ini janji deh. Kali ini nggak ada jatuh-jatuhan badan lagi. Sumpah!"

"Terus, apa dong?"

"Lo cuma perlu jatuhin sapu tangan."

Una memicingkan mata. "Dari sinetron mana lagi ini?"

"Ya... gue tahu ini klasik, tapi masa cowok gentleman kayak Riam enggak mau nolongin ambilin barang cewek yang jatuh, sih? Lagipula ini nggak beresiko. Sapu tangan doang, kalo gagal juga nggak rugi. Ya kan?"

"Nggak mau!"

"Jatah mi ayam sebulan nggak jadi nih?"

"N-nggak mau!" Kali ini, terdengar getaran ragu dalam suara Una yang membuat Rahma nyaris tidak bisa menahan seringainya.

"Fai!" panggilnya.

Dan seperti seorang dayang, Rifa'i dengan sigap menawarkan seplastik susu kedelai yang tidak tersedia di kantin, hanya ada di mamang depan sekolah yang tidak berjualan di sana setiap hari. Perlu perjuangan untuk mendapatkannya, dan ... dan Una sangat suka susu kedelai.

Rahma mengambil plastik susu kedelai itu dan menggoyang-goyangkannya di depan hidung Una. "Yakin nih enggak mau?"

"Gue ... gue ... yaudah mana saputangannya?!"

Pada akhirnya, Una kembali terpedaya. Lepas lonceng berbunyi menandakan jam istirahat pertama, ia sudah berdiri tidak jauh dari kelas Riam, dengan teman-temannya yang menyemangati dari kejauhan.

Kali ini mudah, ia tidak akan menderita kerugian apa-apa. Yang perlu dilakukannya hanya berjalan anggun, menjatuhkan sapu tangan saat Riam berjalan di belakang, dan tetap bersikap seperti ia tidak tahu apa-apa.

Orionis: ZETA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang