Prolog

247 56 30
                                    

Hujan pertama di bulan Desember. Hal yang mungkin menyenangkan bagi sebagian remaja dengan kekasihnya. Tapi, tidak bagi gadis yang baru saja melihat aksi romantis kekasihnya dengan wanita lain.

"Esran," lirihnya dengan rasa kecewa yang merayap dalam dadanya.

Mata bulat gadis berambut sepinggang itu mulai berkaca-kaca. Ia lebih memilih kembali menerobos hujan daripada harus berlama-lama melihat hal yang begitu menyakitkan.

Pemuda berbaju kaos biru itu tersenyum, tanpa merasa terkejut melihat gadis yang sedikit basah oleh rintik-rintik hujan. Dengan santai ia menyusuli gadis yang sudah berada di halaman rumahnya.

"Kau mau kemana, sayang? Nanti kau sakit jika terus terguyur oleh hujan itu." Esran dengan ucapan manisnya berusaha membujuk gadis itu untuk kembali.

Gadis itu berbalik. "Sakit, kau bilang? Sakit karena terguyur hujan tidak sebanding dengan sakit yang aku rasakan ketika melihatmu berkhianat!"

"Aku? Berkhianat? Lalu, kau mau apa jika aku berkhianat, hah?" Esran bertanya tanpa merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukan.

"Kita putus!"

Suara lantang seorang Nala Ciara pada pemuda di depannya. Mukanya memerah menahan marah. Air matanya pun sudah bercampur dengan air hujan.

"Apa, Nala? Aku tidak salah dengar, kan?" Esran tetap tak merasa bersalah. Bukannya meminta maaf, justru ia pura-pura tak mendengar apa yang diucapkan oleh Nala.

"Tidak! Jika kamu salah dengar, berarti kotoran di telingamu perlu dibersihkan! Sama halnya dengan hatimu yang busuk karena dipenuhi oleh sampah!" Nala beekata dengan semua rasa marahnya, rasa kesalnya yang sudah berada di ujung tanduk.

"Baiklah, aku juga tidak peduli. Karena masih banyak wanita yang lebih cantik dibanding dirimu. Tapi, ingat! Setelah ini kau akan menyesal." Esran menerima begitu saja, tanpa merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan oleh Nala.

"Cihh!" Nala meludah sembarangan. "Hanya orang bodoh yang menyesali bajingan seperti dirimu!"

"Heh. Aku, Esran Pranata tidak peduli," ujarnya masuk dan menutup pintu rumah.

Nala, gadis yang telah disahkan menjadi anggota organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate satu tahun lalu, hari ini merasa hancur. Gadis yang dulunya tegar, untuk pertama kalinya menangis karena seorang laki-laki.

Dengan langkah yang berat Nala beranjak pergi dari halaman rumah itu. Pengkhianatan itu membuatnya tak bisa percaya pada laki-laki lain.

Mimpi Yang Terluka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang