Pagi-pagi buta setelah selesai mandi lebih awal, Alfa berpamitan pada pemilik kontrakan tempat ia menginap untuk pergi mencari Nala. Di kota sebesar ini, entah kemana ia akan mencari satu makhluk istimewa dalam hidupnya.
"Makasih, pak. Sudah mau memngizinkan saya menginap di sini," ujar Alfa diantar sampai depan pintu.
"Sama-sama. Di jalan hati-hati ya, nak."
Bahu Alfa ditepuk pelan dua kali seraya memberi senyum. Alfa hanya mengangguk. Dengan cepat ia menaiki motor kesayangan yang pernah hampir menabrak Nala di kala pertama kali bertemu.
"Permisi, pak," seru Alfa terakhir kalinya.
Pendidikannya ditinggal hanya untuk ke Jakarta mencari keberadaan Nala yang entah di mana saat ini. Mengabari Gibran pun tak sempat lagi.
Seharian Alfa mencari, semua tempat sudah dilewati tapi yang dicari tak kunjung ditemukan. Sampai ketika ia melewati jembatan dan bertemu dengan dua gadis kecil yang tak terurus. Sepertinya kedua anak itu tak terurus, terlihat sudah terbiasa tinggal di jalanan.
Tunggu. Selain mangkuk yang dipegang, ada sebuah tas yang mereka pegang. Sudah jelas itu adalah tas Nala. Mereka pun kesulitan membuka tasnya karena kurang update.
"Bisa dibuka gak kak?" tanya salah satu anak kecil yang mungkin adalah adik si pemegang tas.
"Belum, dek."
Di tengah kesibukan membuka tas ini, tubuh terasa bergetar ketika Alfa tiba-tiba berada di depan.
"Jangan sakitin kami, bang. Ambil aja tas ini," seru anak-anak itu, ketakutan.
"Eh, kakak gak bakal nyakitin kalian, kok. Nama kalian siapa?" Kelembutan Alfa ini membuat ketakutan tadi sedikit mereda.
"Aku Mita, ini adik aku namanya Rita," jawab anak yang dipanggil kakak tadi.
"Oh, ya. Kalian dapet tas ini dari mana?" tanya Alfa kembali.
"Kami nemunya di pinggir sungai, kak," jawab Mita sambil menyodorkan tas di tangannya.
Gugup, Alfa masih tetap membuka tas itu. Jika ini milik Nala, patut dicurigai apa penyebab hilangnya. Dan benar, isi tas itu terdapat ponsel, kartu kredit, kunci dan sejumlah uang seratus ribuan.
Alfa terduduk, shock. Khawatir sibuk melanda, sementara yang ditemukan seharian ini hanyalah sebuah tas.
"K-kalian nemunya di pinggir sungai?" tanya Alfa kembali. Barangkali ia hanya salah dengar.
Telinganya boleh salah mendengar, tapi anggukkan kedua anak itu tidak bisa dikatakan bohong.
Setelah memberi kedua anak itu beberapa lembar uang, Alfa kembali mengendarai motornya. Tujuannya kali ini adalah kantor polisi. Tentunya demi mencari Nala.
"Pokoknya bapak harus cari calon istri saya sekarang," ucap Alfa yang sudah berhadapan dengan polisi. Pastinya sudah memberitahu hilangnya Nala dan bagaimana dia menemukan tas dari anak kecil tadi.
"Apakah anda yakin kalau calon istri anda sudah menghilang selama 24 jam?" tanya polisi itu memastikan.
"Bukan hanya 24 jam, tapi sudah satu minggu berlalu, pak," geram Alfa yang permintaannya belum juga dikabulkan.
"Baik, kami akan melakukan pencarian segera di sekitar sungai," putus polisi itu.
Pencarian ini berlainan dengan petak umpet. Biasanya jika ingin bersembunyi memberitahu terlebih dahulu agar si pencari lebih kudah mencari. Tapi kali ini, Nala bersembunyi tanpa memberitahu siapapun. Hilang dengan meninggalkan sebuah tas yang berada di tangan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Yang Terluka [END]
General Fiction[Biasakan follow sebelum membaca] Luka? Cukup di masa lalu kau datang! Berhenti mengusik, biarkan masa itu berlalu tanpa membebani masa depan yang menjadi harapan. Kecerobohan Nala membuatnya terjerumus dalam luka yang sampai sekarang tak mengizinka...