"Ketika takdir tak memihak, saat itulah duka menyeruak."
***
Berhari-hari pencarian terus berlanjut, tetap tidak ada hasil.
"Maaf, kami tidak bisa melanjutkan pencarian ini," ujar seorang polisi dengan wajah lesunya. Bahkan segampang itu ia mengatakan bahwa Nala dinyatakan hilang.
"Bapak tidak bisa seperti ini. Nala belum ditemukan, mana mungkin pencariannya dihentikan. Nala tidak mungkin hilang!" Alfa berusaha untuk membujuk polisi itu agar kembali melakukan pencarian.
"Korban yang jatuh dari jembatan ini jasadnya paling lambat ditemukan selama satu hari. Sedangkan kita sudah mencari selama satu minggu lebih, tapi korban belum juga ditemukan."
Begitulah pungkas polisi itu, menghentikan pencarian yang tidak ada hasil. Pulang dengan tangan kosong.
Ini namanya menyerah ketika sedang berjuang. Ketika Alfa ingin masuk kembali ke dalam hutan, sebuah mobil berhenti tepat di depannya.
"Ayah," lirih Alfa terkejut. Entah dari mana lelaki setengah baya ini mengetahui keberadaannya.
"Kebetulan ayah di sini. Ayo kita cari Nala," ajak Alfa berharap ayahnya bisa membantu.
"Kalau kamu peduli pada ayah, pulang ke Bandung!"
Mematung, Alfa tertegun.
"Kalau kamu lebih peduli dengan gadis itu, pergilah. Tidak usah anggap aku ini ayahmu. Anggap saja kita hanya orang asing yang tidak pernah memiliki hubungan."
"Aku tidak bisa meninggalkan Nala di sini, ayah," tolak Alfa.
"Nala Nala Nala dan selalu hanya Nala. Hanya Nala kah di pikiranmu, nak? Ayahmu ini terus memikirkanmu, dosenmu terus menghubungi ayah." Ayah Alfa nampak marah.
Alfa tidak bisa melawan, benaknya terlintas kata-kata sang ibu sebelum menghembuskan nafas terakhirnya bahwa Alfa akan tetap menurut, mematuhi apapun yang diperintahkan sang ayah. Entah itu harus mengorbankan harta, nyawa, bahkan cinta.
Ketika amanah menghalangi, pasrah menghampiri. Amanah harus dijalankan, bukan? Bukan untuk diabaikan.
"Aku akan balik ke Bandung, tapi setelah menemui orang tua Nala."
***
Nala hilang tanpa kabar, Pesa pergi setelah diusir. Entah bagaimana keadaan keduanya pastinya orang tua tetap khawatir.
Hati orang tua itu ternyata kuat. Ketika anak-anaknya membuat jengkel mereka tetap memaafkan. Di saat anaknya melawan mereka marah sebagai tanda sakit hati, tapi mereka tetap peduli.
Sebuah keluarga yang tak ada namanya perceraian, maka tak ada seorang anak yang tertekan. Sebaliknya, keluarga yang penuh pertengkaran, tak damai dan berujung perceraian akan ada seoramg anak yang menyerah dengan keadaan dunia.
Matahari berganti bulan, malam berganti siang. Alfa datang ke kontrakan yang Nala tempati dulu. Gibran berdebar, awalnya senang tapi kembali risau ketika tak melihat Nala.
"Di mana Nala, nak? Dia sudah ditemukan?" Gibran memegangi kedua bahu Alfa.
Hening--sayup angin menghiasi, Alfa menggelengkan kepala.
"Maaf, paman. Nala tidak ditemukan."
Netra Gibran berkaca-kaca, hatinya hancur. Nita histeris, menangis sesenggukan. Setelah Pesa, sekarang Nala yang dibilang tidak ditemukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Yang Terluka [END]
Ficción General[Biasakan follow sebelum membaca] Luka? Cukup di masa lalu kau datang! Berhenti mengusik, biarkan masa itu berlalu tanpa membebani masa depan yang menjadi harapan. Kecerobohan Nala membuatnya terjerumus dalam luka yang sampai sekarang tak mengizinka...