Teka bintangnya, readers.
Happy ReadingRuangan kecil berdebu sudah dibereskan. Hari juga sudah sore. Dengan membawa makanan, Nala mengetuk pintu rumah bercat hijau dengan keramik cokelat.
"Alfa, buka pintunya!"
Pemuda yang dipanggil itu akhirnya membuka pintu. Rambut yang sedikit basah menunjukkan bahwa Alfa baru selesai mandi.
"Aku baru selesai masak. Ayo, makan!"
"Aku tidak lapar." Alfa menjauhi Nala dan duduk di lantai teras. Sementara Nala mengikuti apa yang dilakukan Alfa.
"Kau harus makan sebelum aku memaksamu." Nala menyodorkan piring di tangannya.
Pemuda itu memang meraihnya, tapi tentu dengan wajah yang ditekuk. Lihat saja, setelah Alfa mencoba pasti ia akan ketagihan. Pikiran Nala itu benar saat melihat ekspresi Alfa, tapi anehnya wajah itu kembali ditekuk.
"Cobalah sayur ini, rasanya aneh," ujar Alfa menyodorkan piringnya.
"Mana mungkin, Al. Kau--"
Nala menghentikan ucapannya. Dengan sebal ia menyuapkan nasi dan sayur yang dimaksu ke mulutnya. "Apa yang aneh? Rasanya biasa saja," ucap Nala menaruh kembali sendok tadi. Tanpa menyadari jika Alfa menahan tawa. Selanjutnya Alfa kembali makan.
"Cobalah ikan ini, rasanya sangat asin." Kembali Alfa mengeluh. Masih dengan rasa sebal, Nala kembali menyuapkan nasi dengan ikan sambal.
"Ini hanya pedas, tidak asin, Al."
Setelahnya, hening. Kelakuan Alfa memakan nasi dengan lahap menambah aneh yang dirasa Nala.
"Masakkanmu sangat enak," ungkap Alfa memuji. Tentu saja hal ini membuat Nala mengetahui jika ia sedang dikerjai.
"Sekali lagi kamu mengerjaiku, awas saja."
"Kau mau mengancamku?" Alfa tak mengindahkan ancaman Nala. Ia lanjut makan setelah berkata 'bodo amat'.
Senyum masih menyempil meskipun ada sebal menghampiri. Nala memang tidak dikerjai, tapi hal itu tidak menjadi masalah selama selama tidak mengancam hidup.
"Satu piring, berdua. Kita romantis, bukan?" sahut Alfa menoleh pada gadis yang menatap ke arah lain. Setidaknya hal yang ia lakukan tidak menyakiti, tapi memberi tawa pada gadis ini.
***
Hari pertama setelah lamanya berlibur kembali dibuka. Dengan seragam puti abu-abu Nala berjalan seorang diri menuju sekolahnya. Rambutnya diikat biasa, sementara poni sedagu dibiarkan terurai menyamping ke kanan.Remaja berseragam sama dengannya juga lewat tanpa menyapa ataupun mengajak berangkat bersama. Nala juga tak melakukannya bukan karena tak mau berteman, tapi ia merasa menyapa saja percuma, orang yang disapa tak mau membalas. Lalu bagaiman diajak berangkat bersama?
Masa di mana Esran menembaknya dengan sejuta rayuan manjs kembali berputar di memori otaknya ketika Nala keluar dari Lorong Iman V. Luka pekat menghambat jalan yang tadinya dipercepat. Air yang hendak keluar dari matanha tak jadi ketika Alfa datang menyapa.
"Naik ke moto aku saja. Kita kan satu sekolahan."
Daripada berlama-lama mengingat masa lalu ada baiknya jika ia berangkat dengan Alfa.
"Jangan kebut-kebut." Nala mengingatkan saat sudah menaiki motor.
Tempat yang sempat menghentkan langkah tertinggal jauh bersamaan dengan jalannya motor Alfa. Seandainya Alfa ditakdirkan untuk membawanya pergi meninggalkan masa lalu, mungkin ia akan menjadi orang yang sangat beruntung.
Motor ini tiba-tiba berhenti di pertigaan, di samping sekolah Pesa. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.
"Kenapa?"
"Kita akan kemana?"
"Ya, ke sekolah, Al!"
"Aku tidak tahu jalannya, hehe."
Pantas saja berhenti, ternyata Alfa belum mengenal jalannya. Kalau saja tidak bertemu Nala, Alfa akan tersesat di kota yang belum ia kenali.
"Belok kanan, terus lurus dan kita sampai," jelas Nala menunjuk.
"Di sana tidak ada belokan lagi, kan?"
Mereka kembali melanjutkan jalan setelah Nala mengatakan tidak ada. Tanpa melihat Pesa yang berdiri di depan gerbang. Seandainya Pesa satu kontrakan dengan Nala, pasti Alfa akan berangkat sendiri.
Pesa tinggal di kontrakan yang berada tepat di samping sekolahnya. Jadi memudahkannya untuk berangkat tanpa naik kendataan sementara Nala , ke sekolah saja harus melewati lorong-lorong dengan jalan kaki. Sekarang dimudahkan oleh kehadiran Alfa.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Yang Terluka [END]
Fiction générale[Biasakan follow sebelum membaca] Luka? Cukup di masa lalu kau datang! Berhenti mengusik, biarkan masa itu berlalu tanpa membebani masa depan yang menjadi harapan. Kecerobohan Nala membuatnya terjerumus dalam luka yang sampai sekarang tak mengizinka...