Part 14 : Lamaran Unik Alfa

47 30 12
                                    

Happy reading, readers.
Jangan lupa tekan bintangnya.
Yang sudah baca jangan sider, votement kalian semangat aku😍.

"JANGAN NGEBUT, BEGO!"

Ucapan inilah yang selalu keluar dari mulut Nala selama dalam perjalanan. Bersama Alfa lengkap dengan baju sakral dan kain mori yang melingkar di pinggang.

Malam ini warga PSHT lumayan banyak yang datang. Bukan hanya untuk melatih, tetapi juga mempererat tali persaudaraan. Para siswa juga sudah berkumpul di lapangan dengan sabuk jambon yang terikat di pinggang. Sepertinya sudah siap berlatih.

"Perkenalkan diri ke pelatihku sana!" titah Nala yang baru saja turun dari motor sambil menyodorkan helm yang baru saja dilepaskan.

Latihan sudah dimulai, beberapa warga sudah mengambil alih siswa yang sedari tadi menunggu untuk dilatih. Wajah letih tapi penuh semangat itu terlihat dari para siswa. Semoga saja mereka akan menjadi warga generasi berikutnya.

"Nal, kita latihan nendang pecing, yuk. Siswa kan sudah ada yang ambil alih," ajak salah satu warga yang sepertinya bosan hanya menonton.

"Boleh." Nala mengangguk menyetujui. Lantas mereka berempat mendatangi salah satu siswa yang memegang pecing pad.

Tapi sebelum mulai menendang, Nala dipanggil oleh Mas Yanto.

"Nala! Kemari!"

"Eh, mbak. Aku kesana, ya. Kalian lanjut latihannya," pamit Nala berlari ke arah suara pelatihnya berasal.

Wajah yang terpasang sangar itu menggoyahkan keyakinan Nala untuk mendekat. Tapi mau tak mau dia harus duduk di depan pelatihnya sesuai perintah.

"Kamu tau kenapa kamu dipanggil kesini?"

Nala menggeleng dengan kepala tertunduk. Sebab menatap juga tak berani.

Sambil membuang rokok yang hampir habis, Mas Yanto kembali bertanya. "Kamu tau masalah apa yang kamu buat sama mas?"

Kedua kalinya Nala menggeleng. Masalah apa yang sudah dibuat? Mungkinkah Alfa melakukan sesuatu? Kalau iya, awas saja nanti. Dia tidak akan selamat dari kemarahan Nala.

"Jujur sama mas, kenapa kamu gak bilang kalau dia calon suamimu?"

Nala mendongak kaget. Calon suami mana yang dimaksud? Kemudian menoleh ke arah yang ditunjuk Mas Yanto.

Alfa!

"M-mas, a-aku--"

Tawa yang pecah di tengah kegugupan Nala begitu mengherankan. Ada yang lucu atau memang sedang dikerjai?

"Santai, dek. Mas gak nelen. Alfa sudah izin ngajak kamu jalan-jalan. Ikut saja sana!"

"Tapi aku mau latihan, mas."

"Ikut calon suamimu atau jangan datang kesini lagi?" ancam Mas Yanto yang sangat tahu kelemahan Nala.

Sambil memanyunkan bibir kesal, terpaksa Nala menuruti.

"Gak usah salaman lagi, langsung gas sana. Tapi ingat, jangan macam-macam!" ucap Mas Yanto memperingatkan siswa yang sudah menjadi warga ini untuk tidak melakukan macam-macam di luar sana.

Saking kesalnya, kebungkaman Nala adalah hadiahnya. Sepanjang jalan ini menjadi hal mengerikan untuk Alfa. Mungkin kebut-kebutan bisa mengakhiri hal menyeramkan itu.

"Ish, sudah dibilangin jangan ngebut!" Nala memekik dengan tangan yang sontak memeluk dari belakang.

"Siapa suruh diam?"

"Berhenti ngebut atau aku lompat?" ancam Nala sedikit merenggangkan pelukannya.

"Oh, begitu? Ya sudah, lompat sana!" Kali ini laju motor lebih cepat dari sebelumnya. Tentunya mengurungkan niat Nala untuk melompat.

"BERHENTI, ALFA!"

"TIDAK AKAN! INGAT YA! INI SALAH ORANG YANG MULAI."

"INI SALAHMU, AL! LAGIAN NGAPAIN KAMU BILANG BEGITU SAMA MAS YANTO?!"

"Karena aku mau nikahin kamu!"

"Kalau kita bukan jodoh, memangnya kamu mau apa?! Apa kata pelatih aku kalah kita tidak jadi MENIKAH?!"

"Makanya harus JADI!"

Motor itu terhenti ketika sampai di taman kota yang berseberangan dengan rumah sakit. Ramai, tapi apa yang mau dilakukan di sini?

"Aku cinta kamu, Nal!"

Yang benar saja, berkaitan dengan cinta ada rasa takut kehilangan yang menyempil di sela-sela perasaan. Nala yang tak tahu menjawab apa, memukul pundak Alfa dan langsung turun dari motor.

"Jangan ngada-ngada! Dasar, buaya!" oceh Nala memalingkan wajah. Terlihat di sekitarnya ini memandang mereka berdua.

"Kamu boleh nyebut aku buaya." Alfa melepas helm dari kepalanya sebelum kembali berkata. "Kalau boleh jujur, kamu orang pertama yang memikat hatiku."

"Eee ... te-terus? Kenapa harus aku?"

"Kamu juga cinta aku, kan?" tanya Alfa dengan harapan dihatinya. Nala terdiam, menjawab bohong pun tak bisa. Takut kehilangan membuatnya harus memendam.

"A-aku takut kehilangan kamu, Al. Kita temenan aja."

"Takut kehilangan berarti kamu juga punya perasaan yang sama."

"Ta-tapi ...."

"Aku tidak mau tau! Kau harus bertanggung jawab karena sudah menjadi  yang pertama memikat hatiku!" seru Alfa mengeraskan suaranya sehingga yang mendengar langsung menyoraki agar Nala menerima.

Nala linglung, antara rasa takut dengan rasa cintanya. Untuk kedua kali dia mengalami jatuh cinta. Apakah ini adalah jalan keluar dari hati yang dulunya terluka? Fitnah itu sudah terungkap, nama Nala sudah bersih, tapi hanya hatinya yang belum lengkap.

"Tapi, aku belum bisa pacaran."

"Aku gak ngajak pacaran, aku cuma mau ngajak nikah."

"Aku mau jadi guru dulu, Al," bantah Nala sekali lagi.

Alfa tersenyum sambil mengajak Nala berlari dari sana, menuju jembatan. Motor tadi dibiarkan tertinggal.

"Al, jawab pertanyaan aku!"

"DENGER, YA! AKU GAK MAU NIKAH SEBELUM JADI GURU!"

Daritadi tidak ada jawaban sampai mereka berhenti di jembatan yang dihiasi dengan lampu warna-warni.

"Al! Aku tidak mau tau, pokoknya aku belum mau nikah sebelum jadi guru." Nala kembali memperingatkan. Walaupun sudah tau cita-cita itu dilarang oleh sang ibu, maka masalah cinta juga tidak boleh menghalanginya.

"Siapa juga yang mau nikah sekarang? Aku kan ngajak nikah pas sudah sukses nanti," tukas Alfa mengedipkan matanya sebelah.

Sekarang wajah Nala sudah memerah seperti kepiting rebus. Jantungnya juga sudah berdegup kencang.

"Makanya, ngomong!"

"Hahaha ...." Tawa Alfa pecah seketika. "Bagaimana? Nikahnya jadi?"

Nala tersenyum. "Tergantung jodoh, ya."

"Tapi aku udah lamar kamu duluan sebelum jodohmu itu! Jadi kau harus nikah denganku. Lamaranku kurang, ya? Apa mesti aku lamar di depan paman Gibran?"

"ENGGAK BOLEH!"

"Makanya nikah sama aku, jangan sama jodoh kamu!" paksa Alfa membuat Nala tertawa lepas.

"Awas saja kalau kamu lamar orang lain sesudah ini!" ujar Nala berjalan menyusuri jembatan. Lantas Alfa mengejar.

"Aku cuma ngelamar kamu, tapi apa dulu jawabannya?"

"Tebak aja sendiri, wleee."

Jawabannya sudah tentu iya. Walaupun Nala hanya mengatakan lewat isyarat.

Bersambung ....

FB : Yesi Chiara

Mimpi Yang Terluka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang