Happy Reading, Readers!
Jangan sider, ya. Tinggalkan jejak seperti vote atau komentar.Mendengar semua itu rahang Alfa mengeras menahan emosi. Nala memang tak berharap agar Alfa percaya, tapi itu salah!
"Aku sudah duga kalau, kamu tidak akan percaya." Nala sedikit menjauhkan diri dari Alfa. "Buktinya kamu diam!" tambahnya kecewa.
Dugaan itu kembali salah ketika Alfa meraih kepalanya untuk bersandar di bahu.
"Takdir hadir untuk mengujimu. Sama dengan angin yang datang bukan untuk menggoyangkan tumbuhan, tapi menguji kekuatannya. Aku percaya padamu."
Nala begitu menyangkal, pasalnya mana mungkin Alfa sepercaya itu. Atas dasar apa? Sementara orang lain lebih percaya dengan kebohongan meskipun kejujuran berkali-kali dijelaskan.
"Kenapa tidak mencari pengganti saja?" tanya Alfa setelah bermenit-menit terdiam.
"Buat apa mencari, kalau akhirnya menghilang?" Kembali Nala menyangkal. Kejadian yang menimpa tak memberinya harapan percaya.
Alfa mengerti, luka itu butuh waktu untuk disembuhkan. Tapi ia berjanji akan memenangkan hati yang sempat tergores itu suatu hari nanti. Dan membuktikan bahwa Nala tidak bisa menyangkal cintanya tak akan hilang. Tentunya setelah ia mengembalikan semua yang hilang dari Nala.
***
Suara deru mesin motor yang tak asing terdengar malam itu, ketika Nala sibuk memasak. Cepat-cepat kompor dimatikan sebelum akhirnya gadis ini menengok keluar.
"Alfa! Kamu mau kemana?" Kakinya terayun cepat menghampiri motor yang sudah menyala itu tanpa memakai alas kaki. Tak peduli dengan kerikil yang diinjak, bahkan lupa untuk menutup pintu.
"Kunci pintunya, tapi jangan jendelanya!" Suara Alfa terdengar samar bercampur dengan suara mesin motor. Selanjutnya motor itu menjauh sebelum Nala sampai.
"Awas aja pulang nanti," gerutunya menendang kerikil yang tenang berdiam diri di atas aspal.
"Kamu bakal aku gorok, aku cincang terus kusate," tambahnya geram.
Dia menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Satu-satunya jendela yang ada di kamar dibiarkan terbuka, sementara dia sendiri bersandar di sana. Menatap bulan yang membulat sempurna menjadi alasan malam mendapat cahaya.
Berjam-jam tak ada tanda Alfa pulang. Menuntut bosan untuk datang.
"Alfa, kapan kamu pulang? Ngantuk, nih," keluh Nala bertopang dagu. Mengajak bulan yang menjadi temannya saat ini untuk bicara.
"Bulan, kamu gak adil! Kamu cuma nerangin malam, tapi gak nerangin hidup aku. Balikin Alfa gue, woy!" ucapnya mulai tak sabaran.
"TUH, KAN! JADI NGEGAS AKUNYA!"
"Aku suka kamu, Al," lirihnya yang tertidur karena tak bisa menahan kantuk. Mungkin sudah lelah mengobrol dengan bulan yang tak mau menjawab pertanyaan ataupun menyahut ucapannya. Tanpa menyadari kedatangan Alfa.
"Aku juga suka kamu, kok," ucapnya membelai pelan kepala Nala. Membuat pemiliknya menggeliat dan akhirnya terbangun.
"Yaaaahhh, malah bangun."
"Darimana aja? Ish!"
"Dari hatimu ...."
"Heleh! Berisik!" Nala kembali bertopang dagu dengan mata yang sedikit dibuka. Maklumlah, mengantuk. Tapi dia dibuat terkejut saat Alfa melompat masuk lewat jendela.
"Eh, eh! Siapa suruh lo masuk, hah?" Nala berdiri menghadap Alfa yang sudah berbaring di tempat tidurnya.
"Tumben pakai logat, lo gue."
"Salah sendiri, masuk kamar gak izin. Lewat jendela lagi."
"Pintu depan kekunci, jendelanya enggak karena ada hati kamu nyangkut," jawab Alfa percaya diri. "Mungkin."
Ini, nih. Cowok setres. Otaknya di dengkul, bukan di kepala. Ngeselin, tapi kalau hilang rindu malah dateng buat candu. Nala menyebut dalam hati.
"Kapan kita tidur sekamar, ya, Nal?" Alfa menarik guling yang ada di dekatnya.
"Ngawur kamu, Al! Keluar sana!" Nala menarik guling yang selalu menjadi temannya tidur.
"Udah punya tempat sendiri, jadi tidur sendiri-sendiri."
"Kalau kita nikah sekarang, gimana Nal? Bulan jadi penghulu terus bintang jadi tamunya."
"Aku mau tidur, Al!" Nala memanyunkan bibirnya, kesal.
"Tidur tinggal tidur, pake ngomong segala," protes Alfa mengedipkan matanya sebelah.
"Makanya pulang sana!" Sekali lagi Nala meminta Alfa untuk pulang.
"Iya, Nenek Gayung." Alfa sedikit mengejek. Tapi Nala juga tak mau kalah.
"Idiihh, dasar Kakek Cangkul."
"Cie cieee ... Semoga kita berpasangan kayak mereka. Aamiin." Alfa menengadahkan tangannya supaya terlihat sedang berdo'a.
"Sudah bacotnya?" tegur Nala yang kali ini berkacak pinggang.
"Iya, aku pulang." Berniat untuk keluar, tapi terhenti di depan jendela.
"Siapkan diri untuk kejutan besok," tambah Alfa yang akhirnya benar-benar keluar.
Nala ingin bertanya, tapi yang namanya kejutan pasti dirahasiakan. Jadi dibiarkan saja. Walau menunggu itu menyebalkan. Lagi pula sudah malam, orang yang ditunggu sudah pulang dengan selamat jadi ia bisa tidur dengan nyenyak.
Kejutan.
Kata itu mengukir senyum di bibirnya. Kejutan apa itu? Mungkinkah sesuatu yang berharga? Tunggu saja besok!
Bersambung ...
Kasih tau kalau ada typo, biar selanjutnya bisa diperbaiki😘.
Jangan lupa votenya, ya. Biar bisa lebih semangat buat lanjut💙.
Sampai jumpa di part selanjutnya👋👋.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Yang Terluka [END]
Ficção Geral[Biasakan follow sebelum membaca] Luka? Cukup di masa lalu kau datang! Berhenti mengusik, biarkan masa itu berlalu tanpa membebani masa depan yang menjadi harapan. Kecerobohan Nala membuatnya terjerumus dalam luka yang sampai sekarang tak mengizinka...