Hadiah

2.8K 393 271
                                    

Rega baru saja tiba di kantin rumah sakit. Hari ini dia terlihat makan siang seorang diri, karena Alex dan Aletta tengah pergi untuk menjenguk Seila yang baru saja mengalami keguguran. Rega tidak bisa ikut serta dikarenakan dia ada double shift.

Merasa bosan, Rega mendengus kesal. Rega masih bergeming, menatap makanan di depannya dengan tidak selera. Rega mengerjapkan matanya beberapa kali, saat netra gelapnya menangkap bayangan seseorang yang mirip sekali dengan Alan.

"Itu Alan?" Rega bermonolog, kemudian menggeleng pelan. "Kayanya gak mungkin deh. Si Alan kan masih di Kairo."

Tak mau terlalu larut dengan halusinasinya, Rega memilih untuk memakan makan siangnya. Rega mengunyah pelan, dengan tatapan malasnya Rega kembali mengerjap. "Alan!" seru Rega kaget. Dia menatap Alan dari atas hingga bawah. "Ini beneran, lo?!"

Alan hanya menatap Rega datar. Dengan santai Alan memilih untuk duduk, lalu menyodorkan satu godiebag pada Rega.

Rega tersenyum lebar seraya merentangkan tangan bersiap untuk memeluk Alan. "Jangan peluk gue." Alan mencegah lebih dulu. "Gue udah dihak milik. Jadi lo gak perlu nempel-nempel gue lagi, Ga."

Rega mendengus. "Sok banget dah. Yang udah nikah dan balik dari Kairo mah beda. Nyesek adek bang diginiin." Alan menggeleng pelan, tingkah Rega ditinggal sebulan ke Kairo semakin aneh saja.

"Ga, gue saranin. Lo cari cewe, gih." Alan menyarankan. Dia menatap Rega kasihan.

Rega tersenyum miring. Lo gak tau aja kalo sekarang gua udah nikah.

"Tenang, stok cewe gue banyak kok," jawab Rega asal. Rega kembali menyesap minuman miliknya. Dia melirik godiebag pemberian Alan. "Btw, itu lo ngasih gue oleh-oleh?"

Alan mengangguk santai. Ia melirik makanan yang Rega pesan. "Lo makan sendiri? Alex, Aletta sama Seila mana?" tanya Alan, dia baru sadar bahawa tiga sahabatnya yang lain tidak sedang bersama Rega.

"Oh itu, Alex sama Aletta lagi ngejenguk Seila."

"Seila sakit?"

"Lebih tepatnya Seila keguguran, Lan. Lo tau kan, jadi Koas itu menguras waktu dan tenaga banget. Seila jadi gampang capek, ya efeknya gini, deh." Rega menjelaskan raut wajahnya berubah sedih.

Alan mengangguk paham, ia bangkit dari duduknya, bersiap untuk berpamitan. "Ga, kayanya gue mau ngajak Ara buat jenguk Seila juga deh, lo mau ikut?"

Rega menggeleng. "Gue gak bisa, hari ini gue double shift. Lo duluan aja, nanti gue nyusul."

Alan mengerti keadaan Rega. Dia tersenyum singkat, kemudian meninggalkan tepukan lembut dibahu kokoh lelaki berkemeja biru itu.

"Gue pamit, Assalammualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Eh Lan, lo kapan mau kerja lagi?" tanya Rega sambil berteriak. Alan sedikit menoleh lalu berkata, "Senin."

Setelah kepergian Alan, Rega kembali sendirian. Rega melirik jam tangannya, waktu istirahat sudah hampir selesai. Rega nampak berpikir sejenak, ia bergumam pelan,"Apa paketnya udah diterima? Semoga aja dia suka."

***

Caca berjalan terburu-buru, sudah sejak tadi bel apartemennya berbunyi. Dengan gerakan sedikit takut, Caca membuka pintu selebar lima centi meter. Caca memilih untuk mengintip terlebih dulu. Takut— jika tamu yang datang tak diundang itu adalah komplotan pencuri.

"Siapa ya?" tanya Caca lirih.

"Saya kurir pengantar paket dek."

Caca bernapas lega. Dia membuka pintu sedikit lebih lebar. Kurir laki-laki itu tersenyum ramah, dia menyodorkan kertas pada Caca. "Silahkan tanda tangan disebelah sini."

Caca mengangguk paham, dengan cepat ia mulai membubuhkan tanda tangan.

"Ini paket nya,"ucap kurir itu seraya menyodorkan kardus berukuran sedang.

Caca mengerjap bingung. Dia hanya menatap paket berukuran sedang itu. Tersadar, Caca mengambil alih paket tersebut kemudian mengucapkan terimakasih.

***

Caca duduk seraya menatap kardus paket yang ia letakkan diatas meja. Lipatan di dahinya kian banyak, pertanda bahwa Caca tengah mengingat sesuatu. Gadis itu berusaha mengingat-ingat, takut—jika ternyata dia melupakan hari dimana dia memesan sebuah paket.

"Kenapa makin dinget malah making pusing?" Caca menggerutu kesal.

"Apa gue buka aja? Siapa tau penting, 'kan?" Caca bersiap untuk membuka paket miliknya, namun ia kembali mengurungkan niatnya. "Kalo nanti tiba-tiba ini isinya bom gimana? Yakali gue baru nikah harus mati konyol." Caca kembali bermonolog.

Gadis itu terlihat begitu bimbang. Membuka paket rasanya seperti tengah mengikuti ujian. Sama-sama membuat kepala jadi pusing. Ditengah kebimbangannya, ponsel dengan tiga kamera milik Caca berdering, menampilkan nama 'My hubbie's Calling.'

Dengan cepat Caca menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda pipih itu pada telinganya. "Ga, tadi ada orang yang anter paket. Lo ada musuh kah? Atau jangan-jangan lo di teror." Rega mendengus disebrang sana karena Caca yang langsung nyerocos tanpa rem.

"Caca ku sayang, gak usah kebanyakan halu deh. Itu paket dari gue buat lo, plis, jangan mikir aneh-aneh gitu." Rega menjelaskan dengan gemas.

"Eh, lo ngirimin gue paket? Paket apaan?"

"Itu Bone—"

Tutt—Tutt

Caca menutup telpon secara sepihak. Dengan cepat Caca kembali membuka paket yang dia terima. Senyuman indah terbentuk disaat Netra cokelat milik Caca melihat sebuah boneka Teddy berwarna Cream berukuran sedang. Caca lantas memeluk boneka itu erat, Caca mengerjap dia baru ingat bahwa dirinya sudah menutup telpon Rega begitu saja.

Mengambil ponsel, Caca kembali menelpon Rega. Kali ini Caca menelpon Rega lewat Video Call.

"Kenapa?" Rega menjawab dengan wajah jutek, sepertinya dia sangat kesal.

"Marah ya? Maap, soalnya gue terlalu antusias sama hadiah boneka dari lo," ucap Caca menyesal, dia menggembungkan pipinya seraya menunduk.

Rega yang melihat Caca seperti itu semakin gemas sendiri. Jika saja dia sedang tidak ada double shift, pasti Rega sudah bergegas untuk pulang ke apartemen. Lalu memeluk Caca erat.

"Gue mau maapin, tapi ada syaratnya." Rega menyeringai, membuat Caca langsung menatap Rega. "Syarat?" Caca membeo.

"Iyap."

"Apa syaratnya? Jangan aneh-aneh ya."

"Santai, syaratnya gampang kok. Besok malem gue tagih. Udah, gue tutup dulu, ya. Ada pasien baru. Jangan kangen. Walaupun gue tau, gue itu ngangenin," ucap Rega seraya mengakhiri video callnya begitu saja, meninggalkan Caca yang tengah termenung bingung sendirian.

***


Selamat siang 😊
Semoga hari ini adalah hari spesial buat kalian readers ter luff 😄

Jangan lupa tinggalkan jejak. Karena tak ada jejak maka tak sayang. Eh 😆

Suddenly Married [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang