CHAPTER 18

1K 104 0
                                    

Tidak butuh waktu lama bagi Indun dan Raka dalam perjalanan. Karena, lokasi hotel yang sudah dipesan Raka berada di pusat kota Tokyo.

Hotel yang Raka pesan bisa dikatakan hotel berbintang lima di sana. Fasilitas dan arsitektur hotel terlihat sangat mewah.

Indun yang dari awal memasuki hotel tak henti-hentinya mengagumi keindahan hotel itu, sampai-sampai ia tak menyadari kalau Raka yang di depannya berhenti. Alhasil Indun menabrak tubuh tinggi Raka yang berhenti tepat di depan meja resepsionis.

"Jalan liat-liat dong," sindir Raka, sembari merogoh dompetnya di kantong celananya.

Indun hanya berdecak lalu kembali memutar kepala melihat-lihat arsitektur hotel. Sementara Raka, sedang berbincang dengan resepsionis hotel.

Indun yang sedang melihat sekeliling, tak sengaja melihat ke arah restoran hotel tersebut. Dari tempatnya itu, terlihat jelas para tamu hotel yang sedang menyantap makanan mereka dengan lahap. Dan tiba-tiba saja perut Indun berbunyi. Ia memengangi perutnya.

"Woi!" sapaan kasar mengejutkan Indun. Sontak ia menoleh ke sumber suara. Siapa lagi itu, kalau bukan Raka.

Raka terlihat melangkah menuju lift, Indun yang melihat langsung berlari mengikuti Raka.

"Sialan lo, main tinggalin gue," ketus Indun yang kesal.

Namun, Raka tak bergeming. Kini ia fokus berkutat dengan ipad yang entah kapan ada di tangannya.

Ting...

Pintu lift pun terbuka. Lantai 20. Mereka lalu diantar oleh seorang pegawai hotel ke kamar 125.

Di dalam kamar terdapat dua ranjang terpisah dengan view yang langsung mengarah ke ikon kota Tokyo, yaitu Tokyo tower.

Setelah mengantarkan barang-barang, pegawai tadi lantas pergi dengan beberapa lembar uang sebagai tip yang diberikan Raka.

Indun tentunya tak mau menghabiskan lebih banyak waktu untuk tidak melihat lebih jelas Tokyo tower. Ia membuka pintu kaca dan berdiri di balkon kamar yang cukup luas itu.

"Aku sangka kamu orang yang suka selfie kayak cewek-cewek seusia kamu," kata Raka sekilas. Kini ia membongkar kopernya dan mengambil kemeja dan dasi.

"Emang gue suka selfie. Cuma, hp gue hilang, jadi gak bisa deh gue mengabadikan liburan gue di Jepang. Jadi kagak bisa sombongan dikit ke sohib-sohib gue," balas Indun dengan jujur. Ya, memang ponselnya hilang, saat kejadian pengusiran oleh rentenir waktu itu.

Dan ia tidak sempat untuk membeli yang baru, karena banyaknya kejadian yang terjadi bersamaan di hidupnya dalam waktu yang singkat.

Raka hanya diam mendengar, ia sibuk memasang dasi.

"Sial, susah banget sih," gerutu Raka, ia tak kunjung berhasil memasang dasi di kerah kemejanya.

Tiba-tiba, Indun sudah ada di hadapan Raka. Tangannya terulur dengan cekatan memasang dasi yang hendak dipakai oleh Raka. Raka yang sedikit tersontak, lalu diam dengan perlakuan Indun. Karena, jujur. Seorang Raka ini tidak biasa memasang dasi yang manual seperti ini. Ia biasa membeli dasi yang instan, namun dasi yang dibawakan Indun kali ini banyak yang manual.

"Kamu kenapa masukin dasi yang manual sih ke koper aku?" tanya Raka mengalihkan.

Sedari tadi ia melihat wajah Indun, walau Indun sangat pendek dibanding dengan tinggi tubuhnya, tetap ia bisa melihat wajah Indun dengan jelas, karena Indun mendongak saat memasang dasi.

"Ya mana gue tau, dasikan sama aja," balas Indun. Matanya masih fokus dengan ulahnya memasang dasi.

Beberapa detik kemudian, dasi polos berwarna navy yang senada dengan garis kemeja Raka terpasang dengan rapi.

I Love You Mr. Idiot [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang