CHAPTER 5

1.3K 128 4
                                    

16:00

Pada jam seperti ini sudah menjadi rutinitas Sarah istri Prasmana untuk menjemput putri mereka pulang sekolah, mereka memang sengaja tidak menyewa supir pribadi untuk urasan menjemput anak, karena mereka tidak percaya pada orang lain untuk urusan seperti ini.

Yang ditunggu sudah datang, Jeni langsung masuk ke dalam mobil Mamanya. Dengan earphone yang masih terpasang di telinga dan mata yang terfokus pada handphonenya. Sarah memaklumi sifat Jeni yang seperti ini, karena ini bentuk kekecewaan Jeni dengan keputusan Papanya untuk menjodohkan Jeni.

Sudah 25 menit Sarah didiamkan oleh anaknya. Sebagai seorang ibu, tidak enak rasanya tidak berbincang dengan anak saat sedang berduaan seperti ini. akhirnya Sarah mencoba untuk memulai pembicaraan.

"Kamu lagi liatin apa sih? Serius banget kayaknya," tanya Sarah dengan lembut pada anaknya.

Akhirnya Jeni melepaskan earphone yang bertengger di telinganya.

"Jeni tahu Ma, kalau Jeni gak bisa nolak permintaan Papa," ucap Jeni dengan lirih.

"Jadi, Jeni coba cari tahu tentang keluarga Arkana itu Ma."

'Ternyata yang dari tadi dilakukan Jeni itu mencari tahu mengenai keluarga Arkana,' batin Sarah.

'Bagaimana jika Jeni tahu mengenai Raka yang akan dijodohkan dengannya.' Sarah benar-benar tidak bisa membayangkan jika anaknya menikah dan harus mengurusi Raka yang keterbelakangan mental itu.

"Jen, kita makan dulu yuk," ajak Sarah pada anaknya, sembari berpikir keras, bagaimana cara memberitahu anaknya tentang kenyataan yang pahit ini.

Ajakan itu dijawab anggukan oleh Jeni. "Kita makan di café seafood kesukaan Jeni ya Ma, Jeni lagi pengen makan Udang rica-rica café itu," pinta Jeni pada Mamanya.

Tidak membutuhkan waktu lama, Sarah dan anaknya sudah sampai di café tujuan mereka. Langsung saja mereka memesan menu kesukaan Jeni.

Sembari menunggu pesanan, Jeni masih saja berkutat dengan kesibukannya mencari tahu tentang keluarga Arkana, mulai dari latar belakang perusahaan, istri Arkana, dan tentunya anak-anak Arkana.

"Kamu masih cari tahu tentang keluarga Arkana?" tanya Sarah pada anaknya.

"Iya Ma, tapi Jeni heran, kok dari tadi Jeni gak nemuin satu pun artikel tentang anak laki-lakinya Pak Arkana ya Ma." Pertanyaan polos Jeni sangat mengena ke hati Sarah, ia takut anaknya mengetahui keadaan Raka.

"Ih kok ada si brandalan ini sih?!" geram Jeni yang masih menatap Handphonenya.

"Siapa sih Nak?" tanya Sarah sembari berpindah duduknya ke samping anaknya.

"Ini Ma, Pak Arkana lagi diwawancara sama wartawan, eh malah ada yang ngajakin fotoan. Dan asal Mama tahu yang ngajakin fotoan itu Mamanya brandalan di sekolah Jeni dulu," jelas Jeni panjang lebar pada Mamanya dan menunjukkan video itu pada Mamanya.

Betapa terkejutnya Sarah melihat siapa yang ada di dalam video itu. Itu adalah istri kembaran suaminya. Iya, suaminya itu punya saudara kembar yang bernama Bramasta Wijaya, sayangnya Bramasta sudah meninggal 18 tahun yang lalu pada sebuah kecelakaan tunggal. Bramasta pernah menikah, namun pernikahan itu tidak disetujui oleh kedua orangtuanya.

Setelah sepeninggalan Bramasta, istrinya yang pada saat itu tengah mengandung anak mereka diusir dari keluarga besar Bramasta, pada saat itu tidak satu pun yang bisa menghentikan perbuatan kedua orangtua suaminya itu.

Setelah hari itu, tidak pernah lagi terdengar kabar dari istri Bramasta. Bak ditelan bumi istri Bramasta benar-benar menghilang dari kehidupan keluarga besar Wijaya.

"Ma? Kok bengong." Suara Jeni mengejutkan Sarah yang berlarut dalam ingatan kelam keluarga Wijaya.

"Enggak apa-apa kok," jawab Sarah dengan gelabakan.

Setelah selesai makan, Jeni dan Mamanya langsung pulang ke rumah.

---

Tok..tok..tok..

Suara ketukan pintu kamar itu berhasil menyadarkan Sarah dari lamunan panjangnya, yang masih memikirkan cara bagaimana memberitahukan anaknya akan keadaan Raka.

"Ma, Jeni masuk ya," izin Jeni dari luar kamar.

"Iya, masuk aja Nak," jawab Sarah dari dalam kamar.

"Ma, Jeni mau tanya sama Mama." Ucapan Jeni langsung membuat Sarah panik.

"Mau tanya apa Nak?"

"Ma, kemarin kan Mama sama Papa ketemuan sama calon suami Jeni. Terus Jeni tu penasaran sama dia. Mama bisakan kasih gambaran gimana orang yang namanya Raka itu." Jelas Jeni dengan ekspresi yang sangat penasaran.

Air mata Sarah berhasil membasahi pipinya, ia tahu tidak akan bisa menyembunyikan soal ini lebih lama lagi, akhirnya ia bertekad memberitahukan perihal ini, dan mencoba menguatkan diri.

"Loh Mama kok nangis?" tanya polos Jeni.

"Jeni, dengerin Mama baik-baik," tegas Sarah sembari memegang kedua pundak anaknya.

"Sebelumnya Mama mohon sama kamu buat bisa maafin Papa. Papa emang ceroboh, demi perusahaan Kakek, dia gak lihat keadaan Raka dulu dan langsung nerima perjodohan itu demi kelangsungan berdirinya perusahaan Kakek." Terlihat bahwa Jeni yang masih kebingungan akan pernyataan Mamanya.

"Raka adalah laki-laki yang keterbelakangan mental."

Tubuh Jeni lunglai seketika, segera ia melepaskan dekapan Mamanya dan berdiri dari ranjang menuju ke kamarnya, meninggalkan Sarah yang masih menangis pilu.

"Papa jahat sama Jeni, Papa nggak sayang Jeni, Papa jual Jeni, Jeni benci Papa!" teriak Jeni tak henti-hentinya.

"Jeni dengerin Mama Nak," panggil Sarah, mencoba membujuk anaknya.

"Ma, ada apa ini Ma?" tanya Prasmana yang baru saja pulang kerja.

"Semua ini salah kamu Pa, Jeni kayak gini gara-gara kamu!" Sarah memukul-mukul dada Prasmana yang semakin memeluknya erat.

"Ma, jelasin dulu sama Papa ini ada apa," pinta Prasmana pada Sarah, karena memang sedari tadi ia tidak tahu awal dari permasalahan ini.

"Mama kasih tahu tentang Raka ke Jeni dan sekarang Papa lihat sendiri kan gimana keadaan Jeni setelah tahu semuanya," jelas Sarah.

"Biarlah Jeni menenangkan diri dulu Ma, dia pasti shock karena tahu keadaan Raka yang sebenarnya." Prasmana lantas membawa istrinya itu ke kamar mereka, sembari mencoba memberikan penjelasan yang sekiranya menenangkan istrinya itu.

Sudah berjam-jam berlalu dan Jeni masih mengurungkan dirinya di kamar.

"Pa, Mama dapet informasi mengenai istri Bramasta." Setelah merasa lebih tenang, Sarah menceritakan tentang keberadaan istri Bramasta pada suaminya, karena selama bertahun-tahun ini, Prasmana telah berusaha mencari tahu informasi tentang istri kakaknya itu.

"Mama serius," kata Prasmana dengan tubuh gemetar.

Sudah lebih 18 tahun lamanya Prasmana mencari tahu informasi mengenai istri kakaknya itu, saat mendengar hal itu dari istrinya, rasanya ia tidak percaya dan merasa bahagia.

"Besok bawa Papa menemui mereka Ma," pinta Prasmana dengan berlinang air mata.

.

.

.

Hai para readers...

Sudah lama tidak bertemu, apa kabar kalian semua?

Semoga sehat semua ya^^

Setelah hibernasi panjang, akhirnya bebe mulai menulis lagi.

Dengan semangat baru, tentunya masih cerita yang sama.

Semoga cerita ini bisa selesai ya^^

Mohon dukungannya...

I Love You Mr. Idiot [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang