Marah 28

9 3 0
                                    

Rora terkejut dengan peluncuran kembang api yang tiba-tiba, ia tahu rencana ini namun tidak menyangka akan dilakukan sekarang.

"Apa yang kakak lakukan?!. . . .

.

"Apa yang kakak lakukan?! Persiapan kita belum 100%, kenapa kakak sudah menyalakan kembang api?!" Rora datang dengan muka merah karena marah, ia tak habis pikir kenapa kakaknya tidak membicarakan ini dulu kepadanya.

"Ini waktu yang tepat Rora, persiapan kita akan selesai sesuai jadwal, sekarang kumpulkan para petinggi, aku akan membicarakan taktik ku bersama mereka." Pangeran Arega menatap langit mengabaikan kekesalan Rora kepadanya.

"Aku tau dari dulu kakak mempunyai pertimbangan sendiri, namun apakah ini tidak keterlaluan? Kak Arega sudah bertindak semaunya sendiri sekarang!" Rora semakin kesal melihat tingkah kakaknya, suaranya mulai meninggi mempertanyakan apa yang kakaknya mau saat ini.

"Percayalah pada kak Arega, Theve, dia lebih tau dari kita semua," Axe yang berada di tempat yang sama mencoba menenangkan Rora, meski ia juga sedikit kaget dengan rencana tiba-tiba ini.

"Entahlah!" Rora pergi begitu saja melihat Pangeran Arega yang tidak bergeming dari tempat itu, Pangeran Arega tetap dalam kebisuannya menandakan keputusannya sudah bulat.

Axe hanya menghela nafas, ia tidak tau apa yang akan dilakukan Pangeran Arega bahkan walau Axe dapat membaca pikiran, pikiran Pangeran Arega terlalu unik. 

Jika Alprom seperti buku terbuka mudah ditebak, Pangeran Arega benar-benar berbeda. Pikirannya selalu bercabang, maju mundur mempertimbangkan masa depan yang akan terjadi dan juga masa lalu yang sudah terjadi, setiap hal yang dilakukannya akan menjadi akibat yang sudah direncanakan, benar-benar rumit.

Axe menyusul Rora meninggalkan Arega di ruangan itu.

.

.

.

Hari pertemuan dengan petinggi telah tiba, Pangeran Arega yang memimpin diskusi. Peta kerajaan Vitheia mulai ditampilkan.

Kerajaan Eretheia berada di bagian timur, kerajaan Ranrebus berada di bagian utara, kerajaan Phiktheia berada di selatan, dan untuk bagian barat adalah kawasan bebas hutan belantara.

"Kita akan menyegel Drac dan memusnahkannya di wilayah kerajaan Eretheia, untuk bagian utara Elfathan yang akan memimpin, bagian selatan Red dan Erion, bagian barat aku dan Dave. Rora, Axe dan Alprom berada di kerajaan Eretheia untuk menunggu dan bertahan, kita kepung kerajaan Viktheia dan memojokkannya menuju kerajaan Eretheia, bunuh saja semua pengikut Drac," Pangeran Arega menjelaskan rencananya.

"Lalu bagaimana dengan Erasta?" Elfathan bertanya melihat adiknya tidak ada di dalam formasi yang dibuat Arega.

"Aku belum memutuskan dimana dia akan berada sehingga dia bisa datang di waktu yang tepat," Pangeran Arega masih berpikir dimana dia menempatkan Erasta, jemarinya saling mengetuk satu sama lain.

"Datang di waktu yang tepat? Apa maksud kakak?" Erasta bertanya kebingungan, waktu yang tepat untuk apa?

"Nanti kau akan tau sendiri," lagi-lagi Pangeran Arega menyeembunyikan kemungkinan masa depan yang akan terjadi.

"Kak," Rora menyela mencoba mengingatkan kakaknya agar tidak bertidak sendirian.

"Tidak sayang jangan sekarang, kakak mohon," tatapan Arega masih fokus ke peta di depannya, ia tidak ingin diganggu sekarang atau fokusnya akan terbelah.

Emosi Rora semakin menjadi-jadi, ia merasa kakaknya benar-benar keterlaluan. Namun ia juga tak dapat melakukan apapun, bagaimanapun prediksi kakaknya lebih sering terjadi.

.

.

.

Hari demi hari berlalu cepat, waktu pertempuran tiba esok.

Arega tau Rora masih kesal dengannya, terlihat sekali dari sikapnya yang menghindarinya. Ia memutuskan bertemu Rora sebelum esok tiba untuk meredakan kekesalan Rora. Barangkali agar perasaan Rora tidak mengganggu pertempuran esok dengan Drac.

"Rora, jangan menghindariku lagi, aku ingin bicara denganmu," cegah Pangeran Arega ketika tau Rora akan pergi lagi menjauhinya.

"Ada apa kakak,?"Rora masih setia membelakangi kakaknya itu, ia tak sanggup melihat wajah kakaknya, entah apa yang akan dilakukan kakaknya kali ini.

Arega menghela nafas, ia maju mendekati Rora, memegang bahunya dan membuatnya berhadapan dengan Rora secara langsung

"Aku tau kau kesal kepadaku, aku tau aku tak pernah mendengar pendapat kalian secara utuh. Aku tau aku salah," jelas Pangeran Arega dengan tersenyum menatap Rora mencoba meyakinkannya.

"Kau tau itu kak! Lalu kenapa kau masih tersenyum dan melanjutkan sikap menyebalkan mu itu!" Rora menatap marah namun juga ingin menangis mengingat semua yang sudah terjadi.

"Karena aku tau kedepannya Rora, aku tau yang belum kau tau, aku tau apa yang akan terjadi jika tindakan ini tak di ambil," jelas Arega dengan setia tersenyum mengelus pelan lengan Rora. Mencoba menenangkan adik tersayangnya itu.

"Tapi kau bisa menjelaskan nya sedikit pada kami apa yang kau maksud kak, aku merasa sangat tersesat saat tak mengetahui apapun," Rora melunak dan membujuk kakaknya untuk memberitahu apa yang akan terjadi kedepannya.

"Tidak sayang, tidak bisa, belum waktunya," Pangeran Arega masih kukuh dengan pendiriannya, ia tidak bisa memberi tahu hal ini, jika ia memberi tahu maka semua rencananya akan kacau dan dia harus menyusun ulang.

"Selalu saja begitu, selalu," Rora kesal lagi melihat Pangeran Arega yang keras kepala, bagaimanapun Rora adalah adiknya, ia jadi ikut keras kepala.

"Jika kakak memberitahumu sekarang kau akan terbebani secara mental dan fisik, itu tidak baik untuk staminamu, kakak perlu semangatmu dan emosimu yang sekarang," pangeran Arega menyerah dan mulai sedikit memberikan clue kepada Rora.

"Lalu mengapa kakak tak memberi tahu lebih awal supaya aku bisa beradaptasi dari pada membiarkan semua terjadi lebih  dulu?" Rora mencoba mencari jawaban dari kakaknya.

"Ini bukan sesuatu yang bisa di adaptasi kan," Pangeran Arega melihat adiknya dengan sedih, kenyataan yang ada bukanlah sesuatu yang akan bisa diterima dengan mudah.

"Tapi kakak saja sanggup menanggungnya sendirian, kenapa tidak berbagi agar lebih mudah," Rora masih keras kepala mencoba membujuk Arega. 

"Karena kakak menyayangi mu lebih dari yang kau duga, tidak semua hal harus diketahui, ada beberapa rahasia yang memang harus disimpan rapat-rapat, demi kepentingan seluruh makhluk," begitupun dengan keras kepala Pangeran Arega tidak mau memberitahukan alasannya kepada Rora.

"Kakak tak akan membaginya sampai aku mati pun?" Rora mendesaknya dengan langkah terakhir.

Pangeran Arega terkekeh mendengarnya, "sebagian rahasia itu akan kau tau pada waktunya nanti, kau tidak perlu khawatir untuk itu. Jika yang lainnya tidak kau ketahui mungkin itu adalah yang terbaik untukmu,". 

Rora menyerah, bagaimanapun Arega adalah kakaknya. Ia takkan pernah bisa benar-benar mengalahkannya. 

Tapi setidaknya ego Rora sedikit teratasi, yang ia butuhkan bukan melawan kakaknya tapi saling komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman yang lebih besar nantinya. Ia paham dan yakin apapun yang terjadi nanti, kakaknya tidak akan membuatnya menderita.

Bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Vampire And My WerewolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang