oh iya aku mau ingetin aja.
Jira momen masih belum ada yaaa, mereka ada nanti di tengah bab. Jadi ikutin dulu alurnya biar paham dan buat story ini aku ngga pake rentang waktu jauh kayak MHIMI atau MUW okee.
Jadi di ikuti dulu alurnya biar pas Jira momen kalian paham apa yang terjadi.
Selesai dengan pemotretan dan semuanya sudah berganti pakaian, Raisya langsung melangkahkan kakinya untuk menunggu bus yang 15 menit lagi akan sampai.
Ia akan langsung ke cafe karena ia bahkan sama sekali tidak berkeringat. Ia juga membawa parfum meski jarang digunakan.
Pemotretan tadi berjalan cukup lancar. Hanya saja Raisya tak paham dengan beberapa gestur yang fotografer arahkan.
Yoongi bilang jika naskahnya sudah disebar luaskan dan mereka akan memberikan poin untuk satu naskah tanpa nama. Dan para peserta juga tidak diperbolehkan mengakui yang mana karyanya.
Raisya juga sudah memberikan poin pada karyanya tadi saat menunggu pemotretan. Ia tidak bisa melihat berapa poin yang didapat oleh naskahnya karena itu adalah rahasia. Namun di balik hati kecilnya, Raisya terus berdoa agar sedikit harapannya terkabul.
Ini adalah lomba pertama yang ia ikuti di kampus dan lomba pertama yang mampu bertahan di tiga besar melawan Jukyung dan Minhoo. Bukan melawan dalam artian bertarung, ini hanya soal beruntung dan tidaknya.
Raisya harap di sepanjang hidupnya yang tidak beruntung, ada satu keberuntungan yang datang kali ini. Ia harap tuhan membuka matanya dan melihat jika dirinya sedang membutuhkan keberuntungan itu.
Raisya melangkahkan kakinya ke arah gang di samping cafe tempatnya bekerja untuk masuk lewat pintu samping. Ia malas jika lewat pintu depan, para pengunjung akan melirik ke arahnya. Menyebalkan jika ia dijadikan tontonan.
"Raisya? Bukankah kelasmu sampai jam dua siang? Lalu apa ini?" tanya Jiwo yang baru saja keluar dari ruang kantornya.
"Ya, eonni. Aku absen kelas karena ada keperluan," jawab Raisya. Ia tidak membeberkan alasan mengapa ia tidak masuk kelas karena rasanya sangat tidak penting juga.
"Ah, aku lihat universitasmu sedang mengadakan vooting lomba menulis. Apa ada naskahmu di sana?" tanya Jiwo.
Raisya menganggukka kepalanya mengakui.
"Benarkah?! Lalu yang mana satu? Aku akan memberikan poin untuk naskahmu!"
"Aku tidak boleh memberitahu yang mana naskahku. Jika ada waktu, eonni bisa membacanya dulu, gaya tulisanku tidak berubah. Sama seperti waktu itu. Mungkin hanya ada sedikit saja mungkin perubahannya."
Jiwo mengangguk. Ia tahu persis bagaimana gadis ini menyusun naskahnya. "Baiklah. Kupastikan aku memberi poin pada naskahmu," ucap Jiwo lantas menepuk pelan bahu Raisya. Ia tahu persis bagaimana perjuangan gadis muda di sampingnya yang hidup dalam tekanan.Ia paham bagaimana rasanya hidup sendiri tanpa pengawasan orang tua. Ia paham jika Raisya kerap kali kehilangan arah jika naskahnya di tolak pihak penerbit.
Ia paham dan semoga saja tidak ada siapapun yang akan membuat Raisya dalam kesulitan lagi.
.
.
.
"Hei Jim? Kau tahu lomba nasional akan dilaksanakan lagi. Kapan kita merundingkan masalah ini pada para karyawan yang akan ikut andil seperti tahun kemarin?" tanya Taehyung yang kini tengah meletakkan beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
EQUANIMITY✔
Fanfiction[ C O M P L E T E ] Fourth Story by: Jim_Noona Setelah berhasil menggapai mimpinya, Raisya kembali menemukan fakta dari sosok pria yang menjadi pimpinannya di perusahaan penerbitan.