fourteen

1K 163 20
                                    

Mendengar Raisya yang akan resign membuat Hyunso dan Aeri cukup dilanda kesedihan. Raisya sudah seperti  sosok adik bagi mereka. Meskipun, sifat gadis itu terkadang menyebalkan. Namun Raisya sudah bekerja cukup lama, dan mereka sudah akrab. Jadi, melepas Raisya itu agak sulit.

"Sering-sering kemari. Jika tidak akan kugedor pintu rumahmu!" ucap Aeri seraya memeluk Raisya.

"Iya, aku akan kembali untuk memberikan buku yang akan luncur pada kalian."

"Benarkah? Gratis?"

"Tentu. Tunggu saja."

Setelah berpamitan, ia kembali pada bangku Jimin dan duduk di seberangnya. Melihat si pria yang masih menyendokkan tiramisu ke dalam mulutnya. Padahal tadi mereka sudah makan.

Apa Jimin memang banyak makan?

"Kau mau? Pesan saja," ucap Jimin. Sedari tadi Raisya memperhatikan dirinya yang tengah menyantap tiramisu kesukaannya.

Raisya menggeleng, melihat Jimin makan saja perutnya terasa kembung. Ini bukan lebay, tapi Raisya sudah kenyang dan melihat Jimin makan banyak membuat perutnya merasakan bagaimana rasa kenyang berlebihan itu.

"Apa semuanya sudah selesai?" tanya Jimin.

"Ya. Mulai besok aku tidak akan kemari. Tapi bisakah aku memiliki tiga buku saat peluncuran untuk kuberikan pada teman-temanku?" tanya Raisya.

"Tentu. Berapa banyak?"

"Hanya tiga. Untuk pegawai cafe sebagai hadiah dariku."

"Kau bisa mengambilnya jika buku sudah di cetak. Sekarang kita harus pergi ke perusahaan. Apa untuk cover sudah selesai?" tanya Jimin.

"Sudah. Aku hanya tinggal menunggu buku di cetak dan membubuhkan tanda tangan nanti," jelas Raisya.

Akhir-akhir ini ia jadi banyak berbicara karena selalu ditanya pada staff di kantor atau Jimin dan antek-anteknya.

"Baiklah. Tunggu aku, aku akan membayar pesananku, setelah itu kita harus kembali ke perusahaan."

.

.

.

Keduanya kembali ke perusahaaan. Badai salju sudah selesai meninggalkan tumpukan es yang menutupi jalanan. Namun sudah ada mobil pengeruk salju untuk membersihkan jalanan dari tumpukkan salju.

Jimin membawa Raisya ke ruang kerjanya. Sebenarnya jadwal gadis itu sudah selesai, hanya saja bisakah Jimin bilang ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadis ini?

"Kau bisa menggunakan laptopku untuk meneruskan revisi skripsimu. Kau bawa flashdisk?" tanya Jimin.

"Ya, tapi tidak perlu. Aku akan mengerjakannya di rumah saja," tolak Raisya halus.

"Ini perintah!"

Raisya menghembuskan napasnya dan memilih mengangguk. Sebenarnya tidak merugikan juga. Ini bisa mempercepat pengerjaan skripsinya.

Jimin menyodorkan laptop abu-abu miliknya pada Raisya yang duduk di seberangnya.

Sejujurnya Raisya merasa agak tidak nyaman. Ini terlalu mendadak dan aneh. Akan ada banyak spekulasi juga tentang dirinya. Ia hanyalah seorang mahasiswi yang beruntung bisa memenangkan lomba menulis tahunan yang diadakan perusahaan Jimin.

Namun, Jimin seolah terus berada dalam ruang lingkupnya. Belum lagi perlakuannya siang tadi saat di kampus membuat Raisya semakin di buat bingung pun merasa kurang nyaman.

"Terima kasih."

Jimin menganggukkan kepalanya lantas meraih beberapa berkas yang berada di sebelahnya.

EQUANIMITY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang