TwentyFive

896 155 16
                                    

Raisya terdiam. Tubuhnya membeku tak kala Jimin mengunci tubuhnya dengan dua tangan yang melekat erat di pinggangnya.

"Lepaskan aku!" ucap Raisya datar. Bahkan ia tidak kuasa mengeluarkan kata-kata lagi.

Namun Jimin malah semakin mengeratkan pelukannya. Meletakkan wajahnya di sebelah wajah Raisya dan membisikkan kata maaf secara berulang.

Kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus dosanya. Namun ini adalah satu-satunya cara yang bisa Jimin pikirkan.

"Lepaskan aku, Jimin-ssi!" ucap Raisya penuh penekanan.

Raisya sudah tidak bisa berpikir jernih. Ia sudah tidak tahu harus melakukan apa ketika semuanya terasa menyentak hatinya. Ia bahkan tidak terpikir jika semuanya akan seperti ini.

Keluarga Park menyebabkan kematian keluarganya meski mereka sama-sama mati pada akhirnya.

"Raisya aku tidak tahu jika itu adalah ayahmu. Aku kalut ketika kehilangan adikku, satu-satunya keluargaku. Aku tidak bisa berpikir dengan baik saat itu, maafkan aku," isak Jimin lagi. Sudah berapa kali ia menangis di hadapan Raisya? Sudah berapa kali gadis ini melihat dirinya menangis?

"Lalu bagaimana denganku? Ayahku, satu-satunya keluarga yang kupunya juga harus pergi karena kesalahpahaman. Ayahku harus menanggung dosa yang tidak ia lalukan! Lalu apa? Kau adalah dalangnya. Kau yang menyebabkn ayahku meninggal PARK JIMIN!!!"Raisya berteriak diakhir kalimatnya membuat beberapa atensi menatap aneh kearahnya.

Keduanya sudah tidak peduli dengan pandangan orang lain. Keduanya sudah tidak peduli dimana mereka berpijak saat ini.

Keduanya sama-sama terisak pedih. Jimin mengakui dirinya salah dan bertindak gegabah saat itu. Tapi sekarang ia menyesalinya. Apalagi setelah tahu kebenaran yang sebenarnya.

"Kumohon maafkan aku, apapun akan aku lakukan asal kau memaafkan aku," ucap Jimin lagi.

"Pergi dari hidupku atau aku yang pergi dari hidupmu. Aku tidak ingin melihat wajah pembunuh ayahku!" tegas Raisya disela isakan juga suaranya yang bergetar hebat.

Jimin menggeleng. Ia tidak bisa dan tidak mau. Ia benci meninggalkan atau ditinggalkan. Ia sudah tidak mau kembali meninggalkan atau ditinggalkan seseorang yang berharga di hidupnya.

"Tidak Raisya. Aku tidak akan meninggalkanmu dan kau tidak boleh meninggalkanku. Kau tahu aku benci hal itu."

"Dan kini aku membencimu Park Jimin! Di saat aku ingin mengatakan jika aku mencintaimu, di saat itu pula kau mematahkan rasa cintaku. Aku tidak tahu kenapa aku mencintai seorang pembunuh seperti dirimu! Lepaskan aku!" ucap Raisya seraya berontak dari Jimin karena melihat bus sudah datang. Namun Jimin bahkan tidak melonggarkan rangkuhannya dan malah semakin mengeratkannya.

"Tidak akan pernah. Kau milikku dan akan tetap seperti itu. Kau tidak akan pernah meninggalkanku, Raisya mencintaiku. Raisya mencintai Park Jimin!"

Raisya terdiam. Mencoba mengenali situasi ketika Jimin perlahan melepaskan rengkuhannya.

Jimin seperti orang gila kehilangan akal dan membuat Raisya terdiam menatap Jimin tak paham.

"Maafkan aku Raisya. Kumohon jangan pergi. Aku mencintaimu lebih dari apapun. Hahahah aku benar-benar mencintaimu hingga rasanya ingin mati," ucap Jimin yang kini memegang kedua telinganya seraya berjalan luntang-lantung.

Saat Raisya ingin mengejar Jimin, ia sudah melihat Hoseok yang mendekat ke arah Jimin. Dengan itu, Raisya membalikkan tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam bus yang untungnya belum menutup pintu.

.

.

.

Jimin langsung dibawa pada psikiater yang menanganinya beberapa tahun silam. Dokter Shin namanya.

EQUANIMITY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang